Meski lahir dari ratusan tahun silam, bangunan ini masih kokoh berdiri berkat dana para jemaat dan warga. Sayangnya, gereja indah nan megah ini sepi pengunjung. Ketika saya datang, seorang nenek keluar meninggalkan gereja.
Saya memberanikan diri masuk ke gereja, sesuatu hal yang tidak pernah saya lakukan selama di Indonesia. Ini menjadi kali kedua setelah kunjungan pertama saya ke Basilique Notre Dame De Montréal di Kanada.
Tiba di dalam, rasanya dingin dan merinding. Angin musim panas bahkan terasa menusuk tulang dan saya tidak menemui seorang pun. Padahal, saat itu saya berharap bertemu dengan pengurus gereja untuk bertanya beberapa hal yang tengah ramai diberitakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya kemudian mengunjungi gereja kedua yang berada di Wetteren Centrum, Sint-Gertrudis atau tepatnya di Wegyoeringstraat 21, 9230 yang berjarak 5,4km dari tempat saya tinggal. Lagi-lagi saya dapati hal yang sama, sepi dan sunyi.
Padahal, ada banyak orang tengah menikmati hari dengan nongkrong di kafe-kafe sekitaran gereja. Hanya ada seorang wanita paruh baya yang tengah berdoa di gereja yang memiliki kombinasi elemen Romawi, Gotik, dan Bizantium.
Sementara gereja ketiga lebih jauh, yakni Sint-Baafskatherdraal Gent yang berlokasi di Sint-Baafsplein 1, 9000 - tepat di tengah jantung kota Gent. Berbeda dari dua gereja yang saya kunjungi sebelumnya, Sint-Baafskatherdraal terbilang ramai.
Beberapa orang saya lihat tengah khusyu berdoa, sementara lainnya saya asumsikan sebagai wisatawan. Untuk masuk ke gereja ini tidak perlu membayar uang seper pun, namun ada dua area yang harus bayar, seperti jika kita ingin melihat 12 lukisan karya Pieter Bruegel bersaudara yang dibanderol sebesar 16 euro atau sekitar Rp267.855 Rupiah.
Sedikit mahal memang, tapi itu terbayarkan kok dengan pengalaman baru yang didapat. Sedangkan untuk memasuki area lain dikenakan biaya seharga 2 euro atau sekitar Rp33.481.
![]() |
Saya berjalan memandangi setiap sudut gereja ini, atmosfernya masih sama, dingin. Ada begitu banyak lukisan yang tergantung di dinding dan patung-patung yang kokoh berdiri. Yang menarik tentu saja sejumlah "lilin doa" yang menyala. Artinya, masih ada orang yang mengunjungi gereja megah ini.
Saya juga mendengar sayup-sayup lagu rohani dinyanyikan oleh paduan suara Gereja. Menambah syahdu suasana gereja saat itu. Sementara di sudut lain Kota Gent, sebuah gereja beralih fungsi menjadi restoran. Ya, seperti yang ramai diberitakan.
Seorang warga lokal bernama Eve, yang saya temui di gereja Sint-Baafskatherdraal mengungkapkan bahwa di Kota Gent terdapat kurang lebih 149 gereja, tapi kini banyak yang sep jemaat. Pemerintah kota mengambil langkah untuk mengalihkan fungsi gereja. Dan seperti yang kami lihat, sejumlah gereja yang kini menjadi restoran, bahkan hotel.
Oiya, saya mengunjungi gereja-gereja itu di akhir pekan, waktu-waktu yang biasanya jemaat beribadah. Faktanya, pemberitaan di berbagai media memang benar adanya bahwa banyak gereja di Belgia yang sepi jemaat.
Beberapa gereja di negara ini tengah menghadapi krisis besar, seperti berkurangnya komitmen, memudarnya pengaruh, berkurangnya mahasiswa di berbagai seminari, banyak yang beralih keyakinan, skandal pedofilia yang menghancurkan reputasi kelompok Katolik, serta banyaknya penduduk yang enggan beragama.
Tak mengherankan jika pemerintah kota mengalihkan fungsi beberapa gereja yang terbengkalai. Fenomena ini bukan hanya terjadi di Belgia, melainkan sejumlah negara di Eropa, seperti di Jerman, Belanda, Inggris, Skotlandia, hingga Swedia.
(wiw)