Kepala Desa Gebang Kadiman (59) mengatakan saat pembangunan proyek WGM, terjadi pemindahan penduduk (transmigrasi) dari Jawa ke Sumatera pada 1978-1980. Secara umum pemindahan penduduk itu disebut dengan bedol desa.
"Saat itu (transmigrasi) saya umur 14 tahun. Kelas 6 SD pas habis (proses transmigrasi). Ada yang ke Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sitiung," ujar dia kepada wartawan Senin (18/9).
Kadiman sendiri merupakan salah satu warga setempat yang terdampak pembangunan WGM. Namun tidak ikut transmigrasi. Ia dan keluarganya memilih bergeser ke tempat yang lebih aman dari genangan WGM.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kerennya (Kecamatan Nguntoronadi) disebut Betal. Betal itu nama desa di sini, kecamatannya Nguntoronadi. Tidak tahu kok disebut Betal. Nggak tahu mungkin warga banyak harta, terus disebut ngombe lan nguntal (minum dan makan, disingkat betal)," kata dia.
Ia menjelaskan dulu bangunan milik warga di Betal Lawas sebagian besar terbuat dari kayu. Pada saat transmigrasi, kayu-kayu itu dijual. Sementara itu, sisa bangunan yang saat ini masih terlihat merupakan bangunan yang terbuat dari bata merah dan gamping.
Kadiman menambahkan sebenarnya sisa bangunan permukiman Betal Lawas masih banyak dan terlihat. Namun, saat ini sudah tertutup sedimentasi. Biasanya tinggi sumur bodongan (setinggi perut) tetapi sekarang hanya setinggi lutut.
Menurutnya, dimungkinkan bangunan yang saat ini masih muncul bisa hilang beberapa tahun ke depan. Hal itu disebabkan karena sedimentasi waduk.
"Harapannya kalau saat seperti ini (terlihat) jadi wisata (waduk kering). Sejauh ini ada beberapa keluarga yang hampir setiap tahun ke sini. Mungkin ya mengenang mencari tempat tinggalnya dulu," kata Kadiman.
(wiw)