Yogyakarta, CNN Indonesia --
UNESCO merekomendasikan keberlanjutan proses relokasi pemukiman berstatus tak resmi dalam kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta yang telah disahkan sebagai warisan budaya dunia pada 18 September 2023.
"Melanjutkan penerapan proses relokasi sukarela pemukiman informal di dalam kawasan dengan memastikan bahwa hak dan kebutuhan masyarakat tetap terlindungi," demikian bunyi poin keempat rekomendasi UNESCO dalam salinan yang diterima, Minggu (1/10).
Masukan itu adalah satu dari tujuh rekomendasi UNESCO yang diberikan kepada Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan stakeholder terkait.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rekomendasi pertama dari UNESCO berisi anjuran menguraikan secara lebih terperinci penerapan pendekatan Historic Urban Landscape (HUL) dalam mengelola tekanan pembangunan perkotaan di Yogyakarta.
Kedua, menyempurnakan indikator-indikator pemantauan agar memadai guna pengukuran langsung kondisi konservasi atribut dengan Nilai-Nilai Universal yang Luar Biasa atau Outstanding Universal Values.
Selanjutnya atau ketiga, mempertahankan moratorium pembangunan hotel serta memastikan pelaksanaannya di zona penyangga, sembari menyelesaikan kajian daya dukung dan membuat peraturan khusus yang secara permanen akan mencegah pembangunan gedung-gedung tinggi.
Keempat menyangkut keberlanjutan relokasi pemukiman informal. Sedangkan kelima mempertimbangkan kemungkinan untuk memperluas batas dan zona penyangga di beberapa bagian kawasan di masa mendatang, dengan mengajukan permintaan sedikit perubahan batas agar pengelolaan tekanan pembangunan perkotaan lebih efektif.
Keenam, melanjutkan pengembangan Rencana Manajemen Risiko Bencana untuk kawasan, termasuk pelatihan pengurangan risiko dan tanggap bencana.
Terakhir atau ketujuh, menerapkan pedoman penilaian dampak warisan budaya yang baru saja diselesaikan, dan memastikan bahwa semua pembangunan perkotaan yang besar, pariwisata, dan proyek infrastruktur yang dapat berdampak pada kawasan dikomunikasikan kepada Pusat Warisan Dunia sesuai dengan paragraf 172 Pedoman Operasional Pelaksanaan Konvensi Warisan Dunia.
Sementara Pemda DIY menindaklanjuti pengesahan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Warisan Budaya Dunia UNESCO dengan implementasi Dokumen Rencana Pengelolaan (Management Plan), yang distrukturkan dalam agenda bernama Satu Aksi Sumbu Filosofi: Budaya Jogja Mendunia (Si Sufi Jogja).
Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY Dian Lakshmi Pratiwi menjelaskan, Si Sufi Jogja ini berupa pengelolaan kawasan terpadu berbasis pemberdayaan budaya dan ekonomi masyarakat.
Dian melanjutkan, terdapat banyak hal yang harus dikondisikan sesuai dengan ketentuan dan pedoman dari pengelolaan yang sudah bertaraf internasional pascapenetapan UNESCO. Pelaksanaannya sendiri tidak dimulai dari nol karena Pemda DIY telah melaksanakan sebagian isi dokumen tersebut melalui program dan kegiatan di RPJMD yang disinkronkan dengan management plan.
"Semua tahapan yang kami rancang untuk mengimplementasi Dokumen Management Plan Sumbu Filosofi Warisan Dunia ini kami namakan Si Sufi Jogja: Budaya Jogja Mendunia. Hal ini diwujudkan dengan pengelolaan kawasan terpadu berbasis pemberdayaan budaya dan ekonomi masyarakat," kata Dian, Selasa (26/9).
Dian menyampaikan, management plan pengelolaan ini merupakan dokumen rencana pengelolaan kawasan warisan dunia yang mampu meyakinkan dan menjamin kelestarian nilai penting universal alias Outstanding Universal Value yang menjadi kriteria penetapan ini.
Kata Dian, dokumen ini memuat rencana mengatasi lima faktor tekanan terhadap kawasan, yaitu pembangunan, lingkungan, kesiapsiagaan terhadap bencana, pariwisata dan kebudayaan yang berkelanjutan serta pemberdayaan masyarakat sekitar. Faktor-faktor tekanan yang diyakini akan muncul dari suatu penetapan ini, rancangannya telah dimiliki oleh Yogyakarta dan sudah diterjemahkan dalam rencana pengelolaan induk dan rencana pengelolaan per atribut atau isi dari nominasi.
Sumbu Filosofi Yogyakarta yang masuk dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO bertajuk lengkap the Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks, diakui sebagai warisan dunia lantaran dinilai memiliki arti penting secara universal. Konsep tata ruang yang kemudian dikenal sebagai Sumbu Filosofi Yogyakarta ini dicetuskan perdana oleh Raja Pertama Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada abad ke-18.
Konsep tata ruang ini dibuat berdasarkan konsepsi Jawa dan berbentuk struktur jalan lurus yang membentang antara Panggung Krapyak di sebelah selatan, Kraton Yogyakarta, dan Tugu Yogyakarta di sebelah utara.
Struktur jalan tersebut beserta sejumlah kawasan di sekelilingnya yang penuh simbolisme filosofis merupakan perwujudan falsafah Jawa tentang keberadaan manusia yang meliputi daur hidup manusia (Sangkan Paraning Dumadi), kehidupan harmonis antar manusia dan antara manusia dengan alam (Hamemayu Hayuning Bawana), hubungan antara manusia dan Sang Pencipta serta antara pemimpin dan rakyatnya (Manunggaling Kawula Gusti), serta dunia mikrokosmik dan makrokosmik.
Beragam tradisi dan praktik budaya Jawa, baik dalam pemerintahan, hukum adat, seni, sastra, festival, dan ritual, masih terselenggara di seputaran kawasan Sumbu Filosofi pada khususnya dan di Yogyakarta pada umumnya. Ini sebagai bukti akan peradaban Jawa dan tradisi budayanya yang masih terus dilestarikan sampai sekarang.