Priyo Oktaviano, Wilsen Willim dan Danjyo Hiyoji berkreasi dengan tenun dari Bali.
Priyo meracik tenun songket Bali menjadi blus berkancing dan blazer. Look yang unik ditampilkan blazer hitam dengan sebaran motif yang menarik apalagi pada kerahnya.
Wilsen kembali menunjukkan kepiawaiannya dalam menghadirkan look yang segar menggunakan tenun Rangrang. Tenun dipadukan dengan setelan jas dan diletakkan di bagian ekor jas dan lengan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara duo Dana Maulana dan Michael Simiadi dari jenama Danjyo Hiyoji bermain dengan tenun Endek. Tenun Endek berwarna coklat dan oranye jadi detail setelan busana pria dengan nuansa outfit 1970-an. Dua look busana busana terlihat klasik tapi tetap 'chic'.
Ari Seputra berkreasi dengan tenun songket Lombok, NTB. Songket memiliki warna dominan biru yang cerah. Ia mengelolanya jadi setelan atasan dan rok selutut. Sekilas setelan busana cocok jadi seragam guru atau pramugari. Namun aksen lengan 'puff' membuatnya sedikit beda.
Berpindah ke NTT, desainer Denny Wirawan dan Mel Ahyar masing-masing meracik tenun Sumba dan tenun Songke Labuan Bajo.
Tenun Sumba dengan warna yang kuat dan motif yang kuda yang khas kian bersinar di tangan Denny. Sebanyak dua look seperti menampilkan wanita-wanita bergaya koboi tanpa pistol. Siluet corset dress dan detail sabuk besar menambah kesan kuat dan tegas.
Berbeda dengan Mel yang menampilkan sosok wanita yang lembut tapi tegas lewat atasan bervolume. Tenun songke berwarna putih dan abu dibuat menjuntai membelah dada secara diagonal.
Jawa Tengah juga punya tenun. Dalam gelaran kali ini, ada tenun lukat atau lurik ikat dan Solo yang diolah Era Soekamto dan tenun ikat dari Jepara oleh Khoirudin Koko Rudi lewat jenama Koyko.
Era memodifikasi siluet kebaya dengan tambahan bolero dan aksen kerah tinggi asimetris. Meski Solo identik dengan wanita yang lemah lembut, tapi busana Era menampilkan sisi wanita yang kuat, berani dan tegas terlebih pada look busana berwarna hitam.
Situasinya jauh berbeda dengan tenun ikat Jepara yang dibawakan Koyko. Tenun memiliki warna yang lembut dengan motif geometris. Lewat siluet blazer berkerah lebar dan outer panjang, Koyko seperti menampilkan wanita-wanita Inggris dalam situasi formal lengkap dengan topi lebarnya.
Parade rancangan desainer ini membuktikan kekayaan wastra Nusantara terutama tenun. Intan Fauzi, sekretaris jenderal CTI, berkata CTI masih ingin terus memperluas cakupan binaan.
Saat ini, CTI sudah menyentuh perajin di 28 kabupaten dan kota di 13 provinsi di Indonesia.
"Kami mendedikasikan diri untuk turun ke lapangan langsung. Melibatkan antropolog karena karakter tiap wilayah beda. Dalam tim, kami sebagai pengurus ada yang ahli dalam struktur pewarnaan, textile designer dan lain-lain," ujar Intan dalam konferensi pers di The Dharmawangsa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (7/11).
(els/chs)