Panggil Saya 'Kak', Bukan 'Mas/Mbak'

Elise Dwi Ratnasari | CNN Indonesia
Minggu, 26 Nov 2023 13:12 WIB
Di tengah pola pikir masyarakat yang semakin berkembang, orang-orang nonbiner semakin berani untuk mengakui dirinya di depan publik.
Ilustrasi. Di tengah pola pikir masyarakat yang semakin berkembang, orang-orang nonbiner semakin berani untuk mengakui dirinya di depan publik. (iStockphoto/RS-photography)

Apa yang terjadi Feby mungkin dialami juga oleh orang-orang yang mengidentifikasi diri sebagai nonbiner lainnya. Sebuah kegundahan akan identitas yang belum terlalu lumrah di tengah budaya ketimuran Indonesia.

Jangankan bicara soal ragam identitas gender, istilah 'gender' saja masih terbilang baru di tengah masyarakat. Hal ini disampaikan oleh antropolok sekaligus peneliti seks dan gender Universitas Indonesia Irwan M Hidayana.

Dengan kebaruan ini, lanjut Irwan, maka tak heran jika kini masyarakat masih menyamakan gender dengan jenis kelamin atau identitas yang dikenal secara biologis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gender, lanjut Irwan, jelas berbeda dengan jenis kelamin secara biologis. Gender berbicara tentang peran, status, dan identitasnya di tengah masyarakat.

"Masyarakat selalu berpikir bahwa kalau jenis kelamin saya laki-laki, ya, harusnya gender saya maskulin, laki-laki. Kalau perempuan, ya, gendernya feminin, perempuan," jelas Irwan saat dihubungi CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.

Namun, di tengah keterasingan ini, paparan soal ragam identitas gender telah cukup santer jadi perbincangan di media sosial dalam beberapa tahun ke belakang.

Irwan setuju jika kini orang semakin terbuka dalam mengekspresikan identitas gendernya, termasuk nonbiner seperti Feby. Globalisasi, lanjutnya, lagi dan lagi turut berperan dalam keterbukaan ini.

Di dunia digital, orang dengan mudah mendapatkan informasi. Dunia digital juga jadi ruang berekspresi yang relatif aman ketimbang dunia nyata.

"Teknologi memberikan ruang, memberikan pengetahuan [buat] orang yang merasa dirinya 'Kok saya enggak merasa diri saya perempuan atau laki-laki' lalu ketemu informasi 'Oh kalau gitu saya nonbiner dong', 'Saya transpuan', 'Saya transpria' atau 'Saya biseksual'," katanya.

Di satu sisi, hal ini tampak seperti kemajuan. Namun di sisi lain, tak bisa dipungkiri, masih saja ada resistensi atau penolakan dari beberapa pihak.

Pada Agustus 2022 lalu, seorang mahasiswa baru di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar diusir dari ruangan setelah mengaku bergender nonbiner. Ia mengaku berjenis kelamin laki-laki, tapi mengidentifikasi dirinya sebagai non-biner.

Feby jelas menyayangkan hal tersebut. Alih-alih ditolak, lanjut Feby, akan lebih baik jika orang-orang nonbiner atau yang mengidentifikasi diri sebagai gender lain di luar perempuan dan laki-laki dimengerti dan diperhatikan.

"Buat ngomong itu, mengakui itu [nonbiner] di depan edukatornya yang notabene menentukan nilainya, itu revolutionary progress buat saya," katanya.

Feby hanya berharap, di tengah peradaban yang semakin maju, orang-orang bisa lebih menghargai dan menciptakan ruang aman bagi kaum nonbiner.

Tak muluk-muluk untuk berharap diterima, Feby hanya berharap pilihannya dan orang-orang lain sebagai nonbiner dihargai tanpa harus diperlakukan sebelah mata.

"Bukan kamu yang memvalidasi, menerima kami [kaum nonbiner]. Kami tak butuh penerimaan. Kami tahu siapa diri kami. Kami hanya ingin dihargai," pungkas Feby.

(asr/asr)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER