Riset menunjukkan orang Indonesia menganggap rokok elektrik lebih baik ketimbang rokok biasa atau rokok konvensional.
Kehadiran rokok elektrik atau dikenal dengan nama e-cigs, vape, mod, atau tank system dianggap sebagai alternatif rokok konvensional. Penggunanya pun kian meningkat dari tahun ke tahun.
"Di Indonesia, prevalensi [penggunaan rokok elektrik] meningkat pesat," ujar Agus Dwi Susanto, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dalam sebuah webinar, Selasa (9/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, kenapa rokok elektrik kian diminati?
Agus menjabarkan beberapa riset tentang alasan atau motivasi penggunaan rokok elektrik.
Dalam riset pada 2021 oleh ahli pulmonologi Erlang Samoedro dkk., mayoritas dari 937 subjek penelitian (18-57 tahun) 'hijrah' ke rokok elektrik karena nikotinnya lebih rendah ketimbang rokok konvensional (76,7 persen). Kemudian ini disusul dengan alasan rasa, bisa melakukan trik asap dan tren.
Riset berbeda pada 767 murid SMA di Jakarta, menemukan sebanyak 90 murid (11,8 persen) adalah pengguna rokok elektrik.
Responden memakai rokok elektrik karena rokok elektronik lebih tidak adiktif dan dianggap tidak menyebabkan kanker.
Pandangan positif terhadap rokok elektrik juga terbukti dalam riset pada 2019. Dari sebanyak 104 mahasiswa Universitas Indonesia, 50 persen di antaranya adalah pengguna rokok elektrik.
Mayoritas punya persepsi positif soal rokok elektrik termasuk kandungan dan manfaat.
Akan tetapi, kata Agus, pada faktanya, baik rokok elektrik maupun rokok konvensional sama-sama berbahaya. Keduanya sama-sama mengandung nikotin (90 persen rokok elektrik mengandung nikotin), punya kandungan bahan yang bersifat karsinogen dan bahan yang bisa memicu iritasi atau peradangan.
"Kok ada karsinogen padahal [rokok elektrik] enggak ada tar, itu dari mana? Ada risetnya. Cairannya mengandung karsinogen," jelas Agus.
Tidak heran Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan anjuran bagi negara-negara anggota untuk menerapkan pelarangan peredaran rokok elektrik.
(els/pua)