Renungan Jumat Agung 2024, Seruan Pengharapan akan Kasih-Nya

CNN Indonesia
Jumat, 29 Mar 2024 05:35 WIB
Jumat Agung penuh warna kedukaan. Kendati demikian, renungan Jumat Agung 2024 kali ini ingin mengajak umat tetap memiliki pengharapan seperti Yesus.(ANTARA FOTO/JESSICA HELENA WUYSANG)
Jakarta, CNN Indonesia --

Jumat Agung penuh warna kedukaan. Kendati demikian, renungan Jumat Agung 2024 kali ini ingin mengajak umat tetap memiliki pengharapan seperti Yesus.

Hidup Yesus 180 derajat berubah. Setelah dielu-elukan, Ia harus mengalami kesakitan luar biasa dan menghadapi ajal dengan cara yang kejam.

Tak hanya itu, Dia juga dikhianati dan tidak diakui sebagai Guru oleh murid-Nya. Rasanya tidak ada yang tersisa. Namun, seruan Yesus di kayu salib menggambarkan tetap ada pengharapan di tengah kehancuran, kesakitan dan keputusasaan.

Bacaan I

Yesaya 52: 13-53: 12

Beginilah firman Tuhan, "Sesungguhnya, hamba-Ku akan berhasil! Ia akan ditinggikan, disanjung dan dimuliakan! Seperti banyak orang tertegun melihat dia rupanya begitu buruk, tidak seperti manusia lagi, dan tampaknya tidak seperti anak manusia lagi, demikianlah ia membuat tercengang banyak bangsa, dan raja-raja akan mengatupkan mulutnya melihat dia! Sebab apa yang tidak diceritakan kepada mereka akan mereka lihat, dan yang tidak mereka dengar akan mereka pahami.

Maka mereka berkata: Siapakah yang percaya kepada berita yang kami dengar, kepada siapakah tangan kekuasaan Tuhan dinyatakan?

Sebagai taruk Hamba Yahwe tumbuh di hadapan Tuhan, dan sebagai tunas ia muncul dari tanah kering. Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan, dan biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia, dan bagi kita pun dia tidak masuk hitungan.

Ia tidak tampan, dan semarak pun tidak ada padanya, sehingga kita tidak tertarik untuk memandang dia; dan rupanya pun tidak menarik, sehingga kita tidak terangsang untuk menginginkannya.

Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kitalah yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Sesungguhnya dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; derita yang mendatangkan keselamatan bagi kita, ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.

Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing mengambil jalan sendiri! Tetapi Tuhan telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian. Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas, dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya.

Sesudah penahanan dan penghukuman ia terambil, dan tentang nasibnya siapakah yang memikirkannya? Sungguh, ia terputus dari negeri orang-orang hidup, dan karena pemberontakan umat-Ku ia kena tulah.

Orang menempatkan kuburnya di antara orang-orang fasik, dan waktu mati ia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan, dan tipu tidak ada dalam mulutnya.

Tetapi Tuhan berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan, dan apabila ia menyerahkan dirinya sebagai kurban silih, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak Tuhan akan terlaksana karena dia.

Sesudah kesusahan jiwanya, ia akan melihat terang dan menjadi puas. Sebab Tuhan berfirman, Hamba-Ku itu, sebagai orang yang benar, akan membenarkan banyak orang oleh hikmatnya, dan kejahatan mereka dia pikul.

Sebab itu Aku akan membagikan kepadanya orang-orang besar sebagai rampasan, dan ia akan memperoleh orang-orang kuat sebagai jarahan. Ini semua sebagai ganti karena ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut dan karena ia terhitung di antara para pemberontak, sekalipun ia menanggung dosa banyak orang, dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak.

Demikian Sabda Tuhan.
U: Syukur kepada Allah.

Kisah Sengsara Yesus

Yohanes 18: 1-9: 42

Renungan Jumat Agung 2024

Cuma jarak sehari, nasib Yesus benar-benar berubah. Dalam passio kisah sengsara yang diambil dari Injil Yohanes disebutkan Yesus dijatuhi hukuman mati. Dia menanggung sengsara dan wafat di kayu salib.

Di era itu, hukuman mati disalib adalah hukuman paling kejam. Hukuman ini diperuntukkan bagi orang yang sangat jahat dan punya kesalahan besar.

Sebagai seorang tokoh, Guru, juga panutan, hukuman seperti ini jelas mencoreng wajah Yesus. Perjalanan menuju ajal pun berat. Yesus harus memikul sendiri salib-Nya dalam kondisi tubuh penuh luka dan kepala bermahkotakan duri.

Di mana para murid? Dalam Injil, salah satu murid Yesus bernama Petrus dikisahkan menyangkal Yesus sampai tiga kali. Petrus menyangkal bahwa Yesus adalah Gurunya.

Fakta yang tak kalah menyakitkan adalah ia disalib bersama dua orang penjahat di kiri dan kanan-Nya. Hal ini sama saja menyamakan Yesus dengan penjahat.

Dia pun harus pasrah saat pakaian-Nya diundi. Lantas, apa lagi yang tersisa?

Ternyata Yesus masih punya pengharapan. Dalam Injil Matius dan Markus, Yesus berseru:

"Eloi, Eloi, lama sabakhtani?", yang berarti: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?

Yesus tidak menyembunyikan fakta bahwa diri-Nya memang mengalami penderitaan, kehancuran dan merasa ditinggalkan. Seruan ini mengajarkan agar manusia tetap memiliki pengharapan.

Pengalaman hidup kerap membenturkan orang pada situasi pelik, nyaris tidak ada jalan keluar dan gelap tanpa sedikit pun cahaya. Rasanya tidak ada yang tersisa seperti yang dialami Yesus saat disalib.

Akan tetapi, seruan Yesus mengajak untuk tetap teguh berpengharapan. Harapan itu masih ada kendati jalan sudah tertutup. Harapan itu masih ada ketika Anda masih yakin ada Dia yang memberikan cahaya.

(els/chs)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK