Bagaimana jadinya jika pasangan suami istri berbisnis kedai kopi? Pasangan Chandra dan Nisa menunjukkannya lewat kedai Wijen Coffee yang berada di kawasan Plumbon, Banguntapan.
Meski jam operasionalnya terbilang sempit, tapi kedai mampu menawarkan kopi nikmat plus roti segar dan hangat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jam bukanya memang sore karena, kan, deket bengkel. Bengkelnya tutup sore, jadi suasananya lebih nyaman buat tamu," ujar Chandra.
Anda bisa melihat kerja sama suami-istri di mana Chandra bertanggung jawab dengan racikan kopi, sementara Nisa membuat roti. Kalau mampir, Anda wajib menyicip roti cranberry-nya.
Untuk kopi, pilihannya cukup beragam antara lain Aurora (Gayo), Gayo Avatara (Aceh), Seven Village (Jambi), dan Red Hybrid (Jawa Barat).
Kedai didesain sehingga suasananya mirip rumah lawas. Alhasil, ngopi di sini mungkin seperti sedang mudik ke rumah nenek.
Merencanakan kunjungan? Sebaiknya cek akun Instagram kedai untuk memastikan jam operasional kedai di hari tersebut.
![]() |
Tak seperti kedai kopi yang Anda bayangkan, Gayo Ngopi menawarkan pengalaman ngopi dengan suasana angkringan.
Pemilik sekaligus barista Gayo Ngopi Agam Zafin menuturkan, konsep angkringan ini modalnya tidak sebesar ketika mendirikan kedai kopi biasa. Pun ia ingin memperkenalkan kopi Gayo, kopi dari Aceh, kampung halaman Agam.
Meski berkonsep angkringan, Anda tidak akan menemukan nasi kucing, gorengan, dan aneka sate. Di sini Anda disodori kopi Gayo dengan beragam proses pascapanen seperti proses wash, peaberry, honey, natural, dan wine.
Berada di kawasan Mergangsan, Kota Yogyakarta, angkringan berada persis di depan Asrama Mahasiswa Aceh atau seberang Lapas Kelas IIA Wirogunan. Buat pelanggan, menikmati kopi seduh manual di angkringan jelas jadi pengalaman berbeda.
Lihat Juga :![]() Rekomendasi Kuliner Rekomendasi Gerai Cromboloni Viral, Awas Sering Sold Out |
Sementara buat Agam, ini jadi hal yang menyenangkan sekaligus tantangan. Tak jarang ia menemukan pembeli dengan segala pertanyaan 'ajaib' mereka.
Suatu ketika ia ditanya mengenai tsunami Aceh 2004 silam. Buat orang Aceh, bahasan tsunami memang jadi bahasan yang sangat sensitif.
"Dia tanya, 'Kok mas enggak mati?'. Padahal sebelumnya saya bilang saya kehilangan anggota keluarga saat itu," ujarnya.
Untuk menikmati kopi di sini, Anda cukup merogoh kocek mulai dari Rp18 ribu untuk kopi panas dan mulai dari Rp20 ribu untuk kopi dingin. Selain kopi seduh manual, ada juga kopi susu dan menu non-kopi.
![]() |
Pencarian kedai kopi Lestari Yogyakarta menghantarkan siapa pun pada suasana Selokan Mataram yang masih sepi. Terletak di Cepit Baru, Depok, Sleman, kedai memang tak menonjol dan berdiri berjajar dengan toko-toko lain.
Kedai satu ini hanya buka pagi pukul 07.00 hingga sekitar pukul 12.00 WIB. Menurut Tiar, sang pemilik sekaligus barista kedai, jam operasional kedai mengikuti jam kerja sekaligus jam produktif dirinya.
Kedai ini hanya menyajikan kopi seduh manual dengan pilihan biji kopi antara lain Cimanggu, Wanoja, Gayo Kupas Kismis, Puntang, Ethiopia Gera, yang dihargai Rp25 ribu (panas) dan Rp28 ribu (dingin).
Lihat Juga :![]() Review Kuliner Cita Rasa Asli Jepang di Spatula Emas ala Kinshamo |
Sementara Las Flores, Flores Gulang, dan Aek Nabara dihargai Rp30 ribu untuk seduh panas dan Rp33 ribu untuk seduh dingin. Kenapa lebih mahal? Tiar menjelaskan harganya berbeda sebab proses pengolahan pascapanen lebih rumit ketimbang jenis biji kopi lain.
Luas kedai memang tak seberapa, tapi 'traffic' pelanggan jangan ditanya. Karena sudah berlangganan lama, ada yang hanya menaruh tumbler dan menunggu kopinya di luar. Tiar memang hapal dengan pesanan sejumlah pelanggan tetap kopinya.
Pun tak jarang ada yang minum di tempat sembari ngobrol. Bertandang ke Lestari Yogyakarta memang seperti ngopi di rumah teman. Ada kopi nikmat plus obrolan memikat.
"Kita jadi pendengar aja, bahkan ya jadi tempat curhat [pelanggan]," ujar Tiar disusul tawa.
(asr/asr)