Bagi mahasiswa semester 6 Ilmu Administrasi Negara ini, acara ini membantunya lebih mengenal karya-karya Pramoedya. Sejauh ini ia baru membaca Bumi Manusia dan separuh buku Anak Semua Bangsa.
"Menurut saya Pak Pram adalah orang yang sangat dewasa. Bagaimana interaksi antar karakter, dan pesan-pesan yang aku rasa Pak Pram ingin sampaikan lewat karakter-karakter itu. Dan emosi-emosi yang sehari-hari aku jumpai tapi diperlihatkan oleh Pak Pram dengan cara yang sangat relevan," ujarnya.
Selain diisi dengan lagu, standup comedy, dan paparan Max Lane, ada acara inti yaitu diskusi antara moderator sekaligus teman Pram, Reza Muharam, Max Lane, penerjemah Bahasa Inggris karya Pram seperti Tetralogi Buru, Anwar Sastro dan Roy Murtadho sebagai pemberi tanggapan atas paparan Max Lane sebelumnya. Diskusi ini tidak hanya soal sastra, tapi juga soal kebebasan, pergerakan dan keberanian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena Pram itu bukan hanya seorang sastrawan tapi juga seorang pejuang, terutama pejuang untuk keadilan, kebenaran, keindahan, diskusinya bisa ke mana-mana. Seperti tadi itu sebetulnya sastranya mungkin hanya 15 persen sisanya diskusi tentang gerakan. Tentang kita sekarang sedang di mana menghadapi siapa oligarki dan kita mesti bagaimana," ujar Reza Muharam.
Bagi pengunjung yang ingin berbelanja buku dan juga pernak-pernik bertema Pramaoedya Ananta Toer juga bisa berbelanja di sini. Tersedia lapak penjualan buku dari beberapa penerbit dan toko buku, juga UMKM.
Acara peringatan Satu abad Kelahiran Pramoedya Ananta Toer di Taman Ismail Marzuki ini hanya berlangsung sehari saja. Acara ini tidak terkait dengan acara lain bertema seabad Pramoedya yang diselenggarakan di Blora.
(wiw)