Katto Bokko dan Tradisi Panen Padi dari Maros Sulsel

CNN Indonesia
Selasa, 01 Apr 2025 05:46 WIB
Tradisi "Katto Bokko" di Marusu, Sulawesi Selatan, merayakan panen padi dengan upacara adat. Masyarakat tetap menjaga kearifan lokal.
Tradisi Katto Bokko saat panen raya di Maros, Sulawesi Selatan, terus dipertahankan. Ilustrasi (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono)

Pelaksanaan "Kattu Bokko" yang dilaksanakan sekali dalam setahun umumnya digelar pada pekan terakhir bulan Maret atau April.

Pemerintah Kabupaten Maros juga memberikan dukungan khususnya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan yang selalu hadir dan memberikan apresiasi.

Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Maros Ferdiansyah menyebut budaya panen raya seperti "Katto Bokko" ini merupakan potensi wisata yang menarik untuk dikunjungi dan menjadi kalender tetap pariwisata Maros.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, Bupati Maros HAS Chaidir Syam mengatakan, pihak Kerajaan Marusu, masyarakat dan Pemkab Maros dapat saling mendukung untuk pelestarian tradisi panen raya yang sarat dengan kearifan lokal.

Selain itu, dia mengapresiasi prinsip demokrasi yang masih dijunjung tinggi, karena selain melibatkan pemangku adat, juga pemerintah daerah setempat baik dalam penentuan hari pelaksanaan "Katto Bokko" maupun pada acara adat turun sawah atau yang dikenal dengan istilah "Appalili".

Sementara itu dari sisi lingkungan, "Katto Bokko" menekankan keseimbangan alam misalnya dari pemilihan benih yang tahan hama dan banyak bulirnya seperti padi jenis "Banda" dengan bulir padi yang memiliki bulu-bulu di sisinya.

Karena itu, lanjut dia, wajarlah jika "Katto Bokko" tidak lekang oleh zaman, karena masih bisa beradaptasi tanpa meninggalkan ciri khasnya.

Apalagi tradisi ini juga mendapatkan pengakuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia yang patut dilestarikan, sehingga generasi berikutnya masih bisa menyaksikan langsung, tanpa sekedar diceritakan saja.



Gotong royong

Upaya melestarikan tradisi panen raya ini, telah dilakukan oleh keturunan Kekaraengan Marusu sebelum masa Kemerdekaan Indonesia hingga saat ini dengan mengandalkan swadaya Kekaraengan Marusu dan masyarakat setempat.

Dengan bekal nilai-nilai kebersamaan dan gotong-royong yang telah ditanamkan dari generasi ke generasi, menjadi benteng tersendiri untuk melestarikan tradisi "Katto Bokko" di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.

Prosesi upacara adat "Katto Bokko" sebagai pertanda panen perdana dari pihak Kekaraengan Marusu dan diikuti masyarakat setempat penuh dengan filosofi menjaga keseimbangan alam.

Mulai dari benih padi jenis 'banda' dengan ciri khas bulirnya berbulu adalah tanaman padi yang dikenal tahan hama dibandingkan jenis padi lainnya.

Jenis padi yang ditanam pada musim berjalan merupakan benih dari hasil panen tahun lalu dari sawah adat milik kerajaan. Begitu pula padi yang dikonsumsi keluarga kerajaan adalah hasil panen tahun lalu.

Hasil panen Katto Bokko ini setelah melalui prosesi adat, belum boleh dikonsumsi, tetapi akan disimpan di lumbung padi di atas loteng rumah adat Balla lompoa.

Barulah padi tersebut diturunkan dari loteng jika sudah ada penggantinya pada musim panen berikutnya yang sekali setahun prosesi adatnya.

Hasil panen sawah adat ini, selain untuk menghidupi keluarga kerajaan, juga diberikan pada masyarakat yang kurang mampu di sekitar Balla Lompoa sebagai wujud solidaritas sosial.

Tanaman padi di sawah adat ini pun hanya menggunakan pupuk organik dan proses bajak sawahnya tetap tradisional.

Khusus prosesi adat "Katto Bokko" yang digelar Kekaraengan Marusu yang dipimpin oleh Karaeng Sioja ini, diawali dengan penyambutan padi hasil panen raya dengan seloka-seloka suci oleh seorang lelaki kepercayaan raja untuk "A'ngaru" (berpuisi) penyambutan.

Selanjutnya, padi yang sudah diikat itu pun diarak naik ke ke rumah kerajaan, untuk mendapatkan prosesi berikutnya yakni didoakan oleh pinati dan Raja Marusu.

Sesekali tampak Karaeng Sioja mengibas-ngibaskan air pada dua indukan padi yang sudah diikat dengan dihiasi bunga-bunga dan daun-daun khas yang sudah diikat.

Setelah semua prosesi dilalui, maka hasil panen dari sawah adat itu disimpan di atas loteng rumah adat yang merupakan rumah panggung.

Untuk semua proses itu, Karaeng Sioja melibatkan generasi muda dengan membaurkan keturunan Kerajaan Marusu dengan warga setempat.

Hal tersebut sekaligus untuk mengajarkan secara tidak langsung kepada generasi muda keturunan kerajaan dan masyarakat setempat arti kebersamaan, berdemokrasi dan nilai-nilai budaya yang tidak boleh tergerus oleh zaman.

(fra/antara/fra)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER