Matcha juga berpotensi menjaga kesehatan jantung. Katekin dalam matcha bekerja sebagai agen antiinflamasi dan dapat membantu menurunkan kolesterol jahat (LDL), trigliserida, serta meningkatkan sensitivitas insulin. Efek ini memberikan perlindungan tambahan bagi dinding pembuluh darah dan menjaga tekanan darah tetap stabil.
Jika Anda mengalami gangguan pencernaan seperti IBS atau infeksi H. pylori, matcha bisa menjadi tambahan baik dalam pola makan.
Kandungan EGCG dalam matcha diketahui mampu melawan bakteri jahat dan mendukung pertumbuhan bakteri baik di usus, yang penting untuk sistem imun dan kesehatan secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Matcha mengandung quercetin, pigmen tanaman yang mendukung metabolisme karbohidrat dan meningkatkan sensitivitas insulin. Dengan begitu, tubuh Anda lebih efisien dalam menggunakan glukosa sebagai sumber energi, bukan menyimpannya sebagai lemak.
Efek tersebut bisa mendukung pengelolaan kadar gula darah, terutama bagi Anda yang ingin mencegah diabetes tipe 2.
Matcha dapat membantu meningkatkan metabolisme tubuh melalui proses termogenesis, produksi panas dalam tubuh yang membakar kalori lebih banyak, bahkan saat istirahat.
Meski efeknya tidak dramatis, matcha bisa menjadi pelengkap strategi diet sehat, apalagi jika dikonsumsi tanpa tambahan gula atau krimer.
Jawabannya tergantung pada tujuan dan kondisi tubuh Anda. Jika Anda menyukai rasa dan manfaatnya, tidak ada salahnya menjadikan matcha sebagai bagian dari rutinitas harian.
Namun, seperti halnya semua makanan yang bisa memberikan dampak jika dikonsumsi berlebihan, asupan matcha harian juga tetap perlu dibatasi. Misalnya, cukup dengan 1-2 cangkir sehari.
Terlalu banyak matcha juga bisa berdampak negatif, terutama pada ginjal dan sistem pencernaan. Hal ini disebabkan oleh kandungan kafein dan oksalat pada matcha.
(tis/asr)