HARI SKIZOFRENIA SEDUNIA

Dilema Skizofrenia 'Dipasung' Stigma, Sering Dikira Kerasukan

Tiara Sutari | CNN Indonesia
Sabtu, 24 Mei 2025 10:00 WIB
Penanganan skizofrenia di Indonesia masih menjadi PR besar. Stigma dan rendahnya pemahaman masyarakat selalu menjadi penghalang pasien ditangani dengan tepat.
Ilustrasi. Stigma dan rendahnya pemahaman masyarakat masih jadi tantangan dalam pengobatan skizofrenia. (Istockphoto/ Ericmichaud)

Hal senada juga diungkapkan oleh dokter spesialis kejiwaan di Siloam Hospital Bogor Lahargo Kembaren. Ia menyebut, banyak keluarga yang masih memilih rute alternatif.

Alih-alih ke psikiater, mereka lebih memilih membawa anggota keluarganya ke dukun, ke tokoh spiritual, atau bahkan mengurung mereka. Tak sedikit juga yang harus diasingkan ke hutan hingga harus dipasung.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Padahal pengobatan medis terbukti sangat efektif. American Psychiatric Association menyebut pengobatan dengan antipsikotik sebagai highly recommended with high confidence," jelas Lahargo pada CNNIndonesia.com, Rabu (21/5).

Skizofrenia sendiri adalah gangguan mental yang menurunkan kemampuan seseorang untuk membedakan antara kenyataan dan halusinasi. Skizofrenia tergolong ke dalam kategori gangguan jiwa berat.

"Jadi dia [pasien skizofrenia] tidak bisa membedakan mana yang nyata dan tidak nyata. Bisa muncul halusinasi, seperti mendengar bisikan atau melihat bayangan. Juga bisa muncul delusi atau waham, seperti merasa dikejar-kejar, atau mengaku sebagai nabi," kata Lahargo. 

Secara medis, gangguan ini disebabkan oleh ketidakseimbangan neurotransmitter di otak, zat kimia yang memengaruhi sinyal antar sel saraf. 

Kondisi ini bisa mempengaruhi hampir seluruh aspek hidup pasien, mulai dari kemampuan merawat diri, bekerja, hingga membangun relasi sosial.

Berbagai faktor bisa memicu munculnya skizofrenia. Pertama adalah faktor biologis yang di antaranya genetika, komplikasi kehamilan atau persalinan, hingga penyalahgunaan alkohol dan narkoba.

Ada juga faktor psikologis seperti trauma, bullying, kekerasan fisik atau seksual, hingga kehilangan yang mendalam. Faktor sosial juga bisa ikut berkontribusi terhadap munculnya risiko skizofrenia seperti tekanan ekonomi, masalah keluarga, hingga pola asuh yang buruk.

Karena penyababnya multifaktor, maka penanganan skizofrenia pun harus sistemik. Sayangnya, sistem dukungan itu nyaris tidak tersedia di banyak tempat di Indonesia.

Lahargo menyebut, banyak penderita skizofrenia yang tinggal di daerah dengan akses terbatas atau justru hidup di tengah masyarakat yang penuh prasangka.

"Kalau keluarga dan masyarakat sudah bisa menerima bahwa ini penyakit medis, bukan kutukan atau kegilaan, maka proses pemulihan bisa dimulai dengan lebih baik," kata Lahargo.

(asr/asr)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER