Saraf kejepit selama ini lebih sering dikaitkan dengan orang dewasa yang sudah berusia lanjut. Namun belakangan, kondisi ini justru mulai banyak dialami oleh kalangan muda, bahkan anak-anak usia remaja.
Dokter spesialis ortopedi tulang belakang di Eka Hospital BSD Asrafi Rizki Gatam mengatakan, lonjakan kasus ini menjadi alarm bahaya bagi orang tua dan tenaga kesehatan. Kenapa? Jika tidak ditangani dengan tepat maka, dampaknya bisa serius.
"Dulu saraf kejepit lebih dikenal sebagai penyakit usia tua. Tapi sekarang, banyak pasien kami justru berusia muda, termasuk remaja. Yang paling muda pasien saya ada yang usia 14 tahun," kata Asrafi dalam acara Temu Media yang digelar Eka Hospital BSD di Bintaro, Jumat (25/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asrafi menjelaskan, saraf kejepit adalah kondisi saat saraf tubuh tertekan oleh jaringan lunak di sekitarnya. Tekanan timbul antara lain disebabkan otot yang meradang, ligamen yang menebal, hingga diskus atau bantalan tulang belakang yang bergeser.
Tekanan ini dapat menimbulkan berbagai keluhan, mulai dari nyeri hingga mati rasa, tergantung lokasi saraf yang terjepit.
Meski bisa terjadi di bagian tubuh mana saja, saraf kejepit paling umum ditemukan di area leher, pergelangan tangan, dan punggung bawah atau lumbar.
Berdasarkan data dari Jurnal Frontiers in Surgery, kasus saraf kejepit pada anak di bawah usia 21 tahun mengalami peningkatan hingga 6,8 persen dalam beberapa tahun terakhir.
Beberapa faktor gaya hidup yang semakin lazim di kalangan remaja ikut berperan besar, seperti:
"Tanpa disadari, kebiasaan ini bisa menyebabkan tekanan pada saraf, terutama di bagian punggung bawah yang menopang sebagian besar berat tubuh dan beban harian," kata dia.
![]() |
Asrafi menjelaskan, beberapa gejala yang bisa muncul saat remaja terkena saraf kejepit, yakni:
"Jika gejala tersebut muncul dan berlangsung lebih dari beberapa hari, sebaiknya segera konsultasi ke dokter. Diagnosis dini penting agar penanganan bisa segera dilakukan sebelum kondisi memburuk," katanya.
Dalam kasus ringan, saraf kejepit bisa sembuh dengan sendirinya melalui terapi konservatif seperti istirahat cukup, peregangan otot, terapi fisik, atau konsumsi obat anti nyeri.
Akan tetapi, jika dibiarkan atau tidak ditangani dengan serius maka, dampaknya bisa mengganggu tumbuh kembang remaja. Risiko berat dari saraf kejepit yang tidak tertangani antara lain:
Untuk kasus ringan, penanganan konservatif seperti fisioterapi dan koreksi postur biasanya sudah cukup. Pemantauan berkala tetap diperlukan agar gejala tidak memburuk.
Hanya saja dalam kasus yang lebih berat, prosedur pembedahan minimal invasif bisa menjadi pilihan. Salah satu teknik yang kini banyak digunakan adalah Biportal Endoscopic Spine Surgery (BESS), yang hanya memerlukan dua sayatan kecil sekitar 0,5-0,8 cm.
Metode BESS memiliki keunggulan berupa waktu pemulihan yang lebih cepat, risiko komplikasi yang lebih rendah, serta tidak mengganggu pertumbuhan tulang dan jaringan remaja secara signifikan.
"Karena itulah teknik ini direkomendasikan untuk anak muda yang membutuhkan penanganan cepat tanpa harus berhenti dari aktivitas belajar atau olahraga terlalu lama," kata dia.