Bicara pariwisata, Indonesia memang tak ada habisnya. Salah satu pantai yang dianggap sebagai 'mutiara Maluku' kini disorot media asing.
Dalam laporannya berjudul "Paradise Beaches Sit Empty as Indonesia Bets on Saturated Bali", The Strait Times menyoroti Pantai Ora, Seram, Maluku yang kurang mendapatkan perhatian karena pemerintah Indonesia terlalu fokus pada pengembangan pariwisata di Bali.
Padahal, menurut mereka, Pantai Ora menawarkan keindahan dan ketenangan yang jauh lebih hakiki dibandingkan Bali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam laporan itu, Strait Times mengkritik kondisi Bali yang semakin amburadul.
"Lalu lintas macet di sekitar pura, udara penuh dengan polusi suara dari sepeda motor, sampah plastik berserakan, lonjakan pengunjung di banyak tempat mengaburkan hakikat spiritual di pulau tersebut [Bali]," tulis laporan.
"Namun, di sanalah pemerintah menempatkan sebagian besar 'taruhan' pariwisatanya. Pemerintah ingin Bali, yang luasnya sekitar 1,5 kali lipat Rhode Island, menjadi tujuan liburan dan segala hal lainnya," lanjut laporan.
Berbagai rencana diberikan pada Bali. Pada akhir Juni lalu, Presiden RI Prabowo Subianto meresmikan Kawasan Ekonomi Khusus Sanur untuk mengembangkan wisata medis.
Namun, laporan menyebutkan, pendekatan yang fokus pada Bali tidak membuahkan hasil. Pertumbuhan ekonomi Bali menurun menjadi 5,5 persen pada tahun 2024 yang disebabkan oleh penurunan rata-rata pengeluaran turis asing.
Faktanya, ledakan pariwisata di Bali tidak menghasilkan keuntungan yang berkelanjutan.
"Bali adalah korban dari kesuksesannya sendiri," tulis laporan.
![]() |
Sementara itu, di sisi lain masih banyak destinasi wisata lainnya yang membutuhkan perhatian pemerintah. Strait Times secara khusus menyoroti Pantai Ora, Pulau Seram, Maluku.
Pantai ini terletak sekitar 1.600 kilometer (km) jauhnya dari Bali. Tapi, akses menuju ke Pantai Oran masih jauh dari kata mudah.
Salah seorang pengelola resort di Pantai Ora, Irgan Muddin telah melobi pemerintah selama bertahun-tahun untuk meningkatkan konektivitas guna mendongkrak pariwisata Maluku.
"Bandara bisa dibangun di Pulau Seram, yang akan memungkinkan penerbangan langsung domestik dan internasional," ujarnya.
Strait Times sendiri menggambarkan Pantai Ora ibarat Maladewa dengan harga yang jauh lebih terjangkau.
"Di Pantai Ora, Pulau Seram, yang dibingkai vegetasi tropis dan tebing kapur yang dramatis, perairannya seperti akuarium dan hampir tak ada influencer yang membawa ponsel pintar," tulis laporan.
Di Pantai Ora, setiap sore jelang malam, kerumunan kelelawar terbang keluar dari gula untuk mencari makan. Di sana juga pelancong dapat menyaksikan lumba-lumba dan penyu yang muncur dari dasar laut untuk bernapas.
Sayangnya, Pulau Seram tak memiliki konektivitas yang canggih seperti Bali. Salah satu cara mencapai Pantai Ora adalah dengan terbang 3,5 jam dari Jakarta ke Ambon, lalu disambung naik kapal feri selama dua jam ke Pulau Seram. Dilanjut lagi perjalanan sekitar satu jam menggunakan mobil.
Samer El Hajjar, dosen senior pemasaran di Sekolah Bisnis NUS Singapura, menyoroti eksekusi pemerintah Indonesia yang payah soal pengelolaan pariwisata.
"Apakah Indonesia menyia-nyiakan potensi pariwisatanya? Dalam banyak hal, iya. Tapi, bukan karena kurangnya keindahan alam," ujar Samer.
"Ini lebih tentang eksekusi. Ada kesenjangan antara potensi dan kebijakan, antara apa yang bisa ditawarkan Indonesia dan apa yang sudah dilakukannya," tambah dia.
Laporan juga menyoroti 'mutiara-mutiara' pariwisata Indonesia lainnya yang masih tak memiliki akses penerbangan internasional. Sebut saja Pulau Samosir dan Raja Ampat yang relatif masih butuh perjuangan untuk mencapainya.
(asr/asr)