Jakarta, CNN Indonesia --
Jelang musim liburan, saya iseng mencari referensi untuk rekreasi ke luar kota. Namun saya terkejut karena harga tiket pesawat domestik mahal. Hitung-hitung, jika ditambah dengan biaya menginap di hotel serta kebutuhan lain, cukup menguras isi dompet juga.
Alternatif pun dicari. Saya berpikir, kenapa tidak coba cari di luar negeri saja. Tak usah jauh-jauh, ke negara tetangga di kawasan asia tenggara saja. Kabarnya harga tiket pesawatnya justru lebih murah.
Referensi di media sosial mulai saya telusuri. Dari mulai penerbangan murah, hingga destinasi wisata favorit di negeri-negeri tetangga. Ada pula cerita pengalaman-pengalaman pelancong yang diceritakan di medsos.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selang sehari pencarian itu, media sosial saya mulai diserbu iklan-iklan biro wisata yang menawarkan paket liburan, hingga saran untuk konten terkait. Algoritma sudah bekerja. Makin dibuka iklan dan konten tawaran itu, makin massif yang tampak di halaman medsos. Luar biasa memang sistem pengiklanan di dunia digital ini.
Dari penawaran di media sosial ini, saya memilih untuk mengikuti open trip yang ditawarkan. Paket yang ditawarkan untuk tiga negara: Malaysia, Singapura dan Thailand. Paket ini untuk 6 hari, termasuk perjalanan pergi dan pulang.
Saya hitung-hitung, biaya yang dikeluarkan tidak selisih banyak jika dibandingkan dengan pelesiran destinasi wisata favorit di dalam negeri seperti Malang, Banyuwangi, atau Bali misalnya. Tapi kalau dibandingkan dengan berwisata ke wilayah yang lebih jauh lagi seperti Labuhan Bajo atau Raja Ampat, justru lebih murah.
Paket wisata tiga negara untuk 6 hari perjalanan saya ambil dengan sedikit perjudian. Sudah terbayang di benak saya untuk paket ini pasti bakal menggunakan penerbangan murah, penginapan murah, makan sekadarnya dan perlu stamina ekstra karena menempuh perjalanan antara tiga negara via jalur darat.
Namun ternyata, not bad lah.
Berikut catatan perjalanan saya, pelesir 6 hari 3 negara Asia Tenggara.
Hari ke-1: Perjalanan Jakarta-Malaysia
Start wisata tiga negara akan dimulai dari negeri jiran, Malaysia. Terbang dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Jika kamu dari luar Jabodetabek, harus siap-siap punya budget ekstra untuk transportasi ke Jakarta.
Seperti yang duga sebelumnya, penerbangan ke Malaysia menggunakan penerbangan murah atau low cost carrier. Tak perlu saya sebut, sudah pasti bisa ditebak maskapai yang saya pakai kalau untuk ke Malaysia.
Jangan berharap tak kena delay jika terbang dengan maskapai murah ini. Belum lagi bawaan di kabin yang dibatasi hanya 7 kg dan bagasinya berbayar.
Dari semula pesawat saya yang mestinya terbang pagi pukul 06.00 WIB, ada penjadwalan ulang hingga pukul 22.20 WIB. Pemberitahuan diberikan sekitar 3 hari sebelum penerbangan.
Terbayang bagaimana peserta yang dari dari luar kota yang sudah kadung memesan tiket pesawat ke Jakarta, tak bisa ditunda dan harus menunggu hingga 18 jam di bandara.
Penerbangan ke Malaysia hanya butuh waktu sekitar 2 jam menggunakan armada Airbus A320 tanpa snack, apa lagi makan. Benar-benar seperti penerbangan dalam negeri.
Waktu di Malaysia lebih cepat 1 jam. Jadi tiba di Kuala Lumpur Internasional Airport (KLIA) pukul 02.30 dini hari.
Dengan proses imigrasi dan bagasi, pukul 03.00 saya baru tiba di hotel. Sebuah hotel bintang 3 yang cukup nyaman, melebihi bayangan awal saya.
Oh iya, sebelum masuk Malaysia, pengunjung wajib mengisi kartu digital melalui website khusus imigrasi Malaysia yakni Malaysia Digital Arrival Card (MDAC).
Hari ke-2: Malaysia, kemegahan Kuala Lumpur
Kegiatan dimulai pukul 09.00 karena praktis rombongan baru beristirahat pukul sekitar 03.30. Hari kedua ini, rombongan akan diajak ke beberapa tujuan wisata di Malaysia.
Tujuan pertama adalah sebuah toko coklat terkenal di Malaysia. Terkenal enaknya karena emang kabarnya produk premium. Kandungan coklatnya banyak dan minim gula.
Meski tak bisa protes karena sudah masuk itinerary sejak awal, saya cukup heran dengan destinasi ini. Pasalnya kunjungan pertama, rombongan sudah diajak belanja.
Padahal sudah jelas bawaan di pesawat nanti tidak boleh lebih dari 7 kg atau harus beli ekstra bawaan kabin atau beli bagasi.
Apalagi harga produk coklat premium di tengah-tengah ibu kota Kuala Lumpur ini cukup mahal. Sekantong coklat 350 gram, dihargai RM77 atau hampir Rp300 ribu. Tapi harus diakui, harga tak pernah bohong, ha..ha...
 Suasana kota Kuala Lumpur, Malaysia. Foto: CNN Indonesia/Suriyanto |
Tujuan selanjutnya Menara Kembar Petronas yang pernah menyandang gedung tertinggi di dunia selama 6 tahun dari 1998 hingga 2004. Terdiri dari 88 lantai, gedung setinggi 407 meter ini kini berada di urutan 20. Menara kembar ini seolah jadi bukti sahih kemegahan Kuala Lumpur.
Meski sudah sering melihat gambar dan videonya, ada ketakjuban tersendiri saat melihatnya langsung. Bagian bawah menara kembar ini adalah mal yang boleh dimasuki pengunjung.
Tahun 2024, gelar gedung tertinggi menara kembar ini direbut oleh Taipei 101, gedung setinggi 508 meter di Taiwan.
Namun pesona menara kembar ini seolah tak lekang. Masih banyak pengunjung terutama turis asing berfoto dengan latar belakang gedung kembar ini.
Padahal tak jauh dari menara kembar ini, berdiri dengan gagah gedung Merdeka 118, sang pemegang gelar gedung tertinggi kedua di dunia setelah Burj Khalifa di Dubai. Tapi seolah daya tarik gedung 679 meter ini belum bisa menandingi Menara Kembar Petronas yang sudah terlanjur jadi ikon Malaysia.
Selesai di menara kembar, kami lanjut ke Putrajaya, ibu kota pemerintahan Malaysia yang jadi pusat administrasi. Di sinilah perdana menteri dan kantor-kantor kementerian Malaysia berada.
 Susana kawasan pusat Pemerintahan Malaysia, Putrajaya. Foto: CNN Indonesia/Suriyanto |
Jaraknya dari Kuala Lumpur hanya 35 km atau tak sampai 1 jam berkendara. Gedung-gedung pemerintahan berdiri megah di Putrajaya ini.
Saya berfikir, mungkin ide pemindahan ibu kota negara di Indonesia sebaiknya mencontoh Malaysia.
Pemindahan pusat pemerintahan Malaysia dari Kuala Lumpur ke Putrajaya ini terbilang berhasil jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Brasil atau Myanmar. Jangan bicara Indonesia dulu yang saat ini dengung keberadaan IKN tak seriuh seperti dulu saat penggagasnya, Jokowi, masih jadi presiden.
Tujuan selanjutnya adalah Kota Malaka atau Melaka. Jaraknya dari Putrajaya sekitar 150 km dan butuh waktu 2,5 jam.
Orang Malaysia lebih sering menyebut Bandar Melaka atau Melaka Bandaraya Bersejarah. Malaka adalah pelabuhan tua di Malaysia. Ini merupakan kawasan kota tua di mana pernah jadi pusat perdagangan dan peradaban Melayu pada masanya.
 Kawasan kota tua Malaka, Malaysia. Malaka merupakan pelabuhan tua di Malayasia dan jadi kawasan bersejarah. Foto: CNN Indonesia/Suriyanto |
Di era penjajahan, Malaka pernah dikuasai, Portugis, Belanda hingga Inggris. Melaka merupakan salah satu Kota Warisan Dunia (World Heritage) yang dinobatkan oleh UNESCO.
Bangunan-bangunan peninggalan era penjajahan masih terawat dengan baik di sini. Termasuk benteng lengkap dengan meriam-meriam yang mengarah ke sungi besar yang membelah Kota Melaka.
Kota Melaka ramai dikunjungi wisatawan asing setiap harinya. Pengunjung yang banyak datang berasal dari Indonesia, India, China, hingga negara-negara eropa.
Tak lama kami di Malaka, hanya sekitar 45 menit. Sangat disayangkan. Dengan waktu sesempit itu, keindahan Malaka jelas tidak tereksplor walau hanya separuhnya. Namun saya tidak bisa berbuat banyak, inilah risiko ikut open trip.
 Sisa-sisa benteng di Kawasan kota tua Malaka, Malaysia. Malaka merupakan pelabuhan tua di Malayasia dan jadi kawasan bersejarah. Foto: CNN Indonesia/Suriyanto |
Tujuan selanjutnya adalah Johor Baru. Butuh waktu sekitar 3 jam dari Melaka menuju wilayah paling selatan semenanjung Malaysia ini.
Johor Baru berbatasan langsung dengan Singapura. Hari kedua trip memang ke wilayah ini karena hari berikutnya kami akan menuju Singapura.
Di Johor Baru kami tak mendatangi tempat wisata apapun. Di Kota ini kami hanya menginap semalam sebelum esok harinya perjalanan dilanjut ke Singapura.
Halaman selanjutnya: Singapura, Negeri Singa Simbol Modern Asia Tenggara
Hari ke-3: Singapura, simbol kemajuan Asia Tenggara
Ini bukan kali pertama saya ke negeri singa. Tapi kalau via jalur darat perbatasan dengan Malaysia, ini adalah pengalaman perdana.
Ada yang beda pengalaman masuk Singapura via jalur darat ini. Setelah keluar perbatasan atau imigrasi Malaysia, kita akan disuguhi pemandangan antrean masuk Singapura di imigrasi.
Saya masuk ke Singapura saat pagi hari pukul 8.30. Pemandu lokal mengatakan, ini adalah pemandangan rutin tiap pagi saat ratusan atau mungkin ribuan warga Johor Baru, Malaysia masuk Singapura untuk bekerja.
Antrean bukan hanya barisan panjang orang, namun juga barisan panjang sepeda motor yang dipakai para pelaju ini. Singapura menerapkan sistem pintu otomatis di gerbang imigrasinya sehingga proses pemeriksaan berjalan lancar.
 Gardens By the Bay, destinasi wisata sekaligus ikon baru di Singapura. Foto: CNN Indonesia/Suriyanto |
Soal Singapura, apa yang mau diceritakan dari negeri pelabuhan ini? Berjuta kisah kemajuan, ketertiban, kebersihan dan keteraturan tata kotanya sudah sering kita dengar.
Terlalu sedih kiranya kalau kita membandingkan dengan Indonesia.
Misalnya saat pemandu di Singapura bercerita soal tingkat kriminalitas di sana kecil sekali. Kalaupun ada hanya ada kejahatan minor. Saya berpikir, jangan-jangan, hal minor yang dianggap kejahatan di Singapura, sebuah hal jamak di Indonesia dan tak lagi dianggap kejahatan.
Bahkan kata pemandu, HP milik turis yang hilang saja bisa ditemukan setelah lapor polisi yang benar-benar bekerja tanpa minta bayaran apapun.
"Beda kayak polisi di Wakanda ya," demikian celetuk seorang peserta perjalanan.
Beberapa jam sebelumnya, saya membaca berita dari Indonesia, seorang ibu-ibu di Lampung bertaruh nyawa mempertahankan sepeda motornya yang dirampas paksa dua pria bersenjata. Kejadian siang bolong dan ramai, saat ia tengah membeli sesuatu di pinggir jalan.
Ibu-ibu itu seolah tak mempedulikan nyawanya di tangah ancaman senjata pelaku. Atau mungkin sepeda motor itu hartanya paling berharga yang hampir sama dengan harga nyawanya? Entahlah....
 Kawasan Teluk Marina, Singapura. Foto: CNN Indonesia/Suriyanto |
Seperti layaknya peserta rombongan trip yang lain, di Singapura lokasi yang saya kami kunjungi adalah Marlion Park dengan patung singa yang jadi ikon negara ini, Gardens by the Bay, China Town, Universal Studios, dan Jewel, air terjun buatan di Bandara Changi.
Ke Universal Studios, jangan berfikir kami masuk untuk menikmati wahana. Kami hanya berfoto di kawasannya terutama di depan monumen bola dunia yang jadi simbol tempat wisata ini. Di era media sosial ini, wisata foto seperti sudah jadi bentuk wisata tersendiri.
Lalu soal Jewel, siapa yang tak kagum dengan air terjun buatan di tengah kota ini. Pemandangan indah yang memanjakan para pelancong atau mereka yang sekadar transit di bandara terbaik di dunia ini.
Semua pemandangan indah ini diberikan cuma-cuma, tak ada pungli, tak ada jalan rusak. Bebas sepuasnya berfoto (tapi tidak untuk mandi) untuk pamer di media sosial. Lagi-lagi, tidak seperti di Wakanda.
 Jewel, air terjun buatan di Singapura di kawasan Bandara Changi yang jadi salah satu tujuan wisata di Singapura Foto: CNN Indonesia/Suriyanto |
Singapura, pulau rawa-rawa, ditemukan oleh pangeran Sriwijaya, pernah jadi bagian Malaysia yang luasnya tak jauh beda dari Jakarta, kini menjelma jadi negara maju yang diperhitungkan di dunia dan jadi simbol kemajuan di Asia Tenggara.
Keliling Singapura hanya sehari tanpa menginap. Terlalu costly sepertinya kalau travel harus menginapkan kami di sana.
Kami kembali ke Kuala Lumpur sore hari. Perjalanan ditempuh dalam tempo sekitar 6-7 jam dengan jarak sekitar 400 km. Sampai di Kuala Lumpur hampir tengah malam. Setelah makan malam yang terlambat, kami langsung istirahat.
Harus simpan tenaga. Pasalnya besok seharian akan keliling Kuala Lumpur, sebelum sore harinya jalan jauh lagi ke Perak, untuk mencicil perjalanan panjang ke Thailand, negara tujuan berikutnya.
Hari ke-4: Malaysia, Kasino hingga Marugan sang dewa perang
Di hari keempat ini, beberapa tempat di Kuala Lumpur jadi target kunjungan yakni Genting Highland, kuil Hindu Batu Caves dan belanja produk lokal Malaysia.
Genting Highland sesuai namanya adalah dataran tinggi di Malaysia. Tempat orang buang-buang duit karena salah satu yang ditawarkan di sana adalah arena perjudian atau kasino. Lokasi legal judi di Malaysia ini kerap jadi role model bagi orang-orang terutama politikus di Indonesia yang ingin judi dilegalkan karena bisa meraup pundi-pundi penghasilan negara.
Namun bukan itu yang jadi tujuan utama rombongan trip saya ke Genting Highland. Naik kereta gantung atau cable car nampaknya jadi salah satu atraksi utama walau sebenarnya ada theme park di atas dan pusat-pusat perbelanjaan.
Di atas, rombongan diberi kesempatan untuk berfoto-foto lagi. Bagi yang mau juga diberi kesempatan masuk ke dalam kasino. Pemandu saya mengatakan bagi warga Malaysia yang muslim, dilarang masuk ke kasino. Namun bagi warga asing, diperbolehkan dengan menunjukkan paspor.
 Genting Highland, Malaysia salah satu destinasi wisata di negeri jiran. Foto: CNN Indonesia/Suriyanto |
Saya berkesempatan masuk ke dalam kasino ini. Seperti dalam film-film, banyak mesin permainan judi di dalamnya. Jangan mencoba-coba mengabadikan gambar foto atau video di dalam. Penjaga akan melarang. Di pintu masuk saya melihat ada penjaga menenteng senjata laras panjang.
Jika ke Genting Highland, anda harus menyempatkan diri masuk ke Genting Premium Outlet. Ada banyak tawaran menarik dari merek-merek terkenal di pusat perbelanjaan ini. Jika beruntung, diskon besar bisa anda dapatkan.
Sepasang sepatu olahraga dengan harga sangat miring saya bawa pulang ke Indonesia.
Usai ke Genting, tujuan selanjutnya adalah Batu Caves, sebuah gua besar di tebing batu. Gua ini dibuat menjadi kuil umat hindu.
 Foto: CNN Indonesia/Suriyanto Kawasan Kuil Dewa Murugan di Batu Caves, Malaysia, yang punya patung Dewa Murugan tertinggi di dunia. |
Patung Dewa Murugan atau Dewa Perang dalam kepercayaan Hindu dibangun di sini. Sangat tinggi yakni 43 meter atau tertinggi di dunia.
Untuk bisa masuk ke gua yang jadi kuil pemujaan, saya harus menaiki 272 anak tangga. Cukup menguras tenaga. Namun pemandangan indah di dalam gua menjadi bayaran yang pantas untuk menaiki anak tangga itu.
Batu Caves ini adalah destinasi wisata terakhir di Malaysia yang kami kunjungi. Usai mendatangi toko produk lokal, kami langsung cabut ke Taiping, Perak di bagian atas Semenanjung Malaysia.
 Kawasan Kuil Dewa Murugan di Batu Caves, Malaysia, yang punya patung Dewa Murugan tertinggi di dunia. Foto: CNN Indonesia/Suriyanto |
Perjalanan ke Perak bisa dibilang mencicil perjalanan ke Thailand. Butuh waktu 9 hingga 10 jam dari Kuala Lumpur ke Provinsi Songkhla di Thailand bagian selatan.
Setelah 5 jam perjalanan darat, kami tiba di Taiping, Perak untuk menginap semalam di sini sebelum pagi harinya menuju Thailand untuk melanjutkan perjalanan sekitar 4 hingga 5 jam lagi.
 Bagian dalam Kuil Dewa Murugan di Batu Caves, Malaysia. Gua batu ini kini jadi kuil pemujaan umat Hindu Malaysia. CNN Indonesia/Suriyanto |
Hari ke-5: Thailand, Aroma melayu dan gudang kuliner mantab
Kami masuk ke Thailand melalui Kedah, tepatnya di wilayah Bukit Kayu Hitam. Sebelum sampai di Imigrasi Malaysia, pelancong biasanya akan berhenti di rest area terakhir yakni CTC.
Di sini, kita bisa ke toilet, membeli camilan atau menukar uang baht. Di sini juga kita bisa membeli asuransi karena warga negara asing yang masuk ke Thailand wajib membeli asuransi sebesar 20 ringgit atau sekitar Rp80 ribu.
 CTC, rest area terakhir di Kedah, Malaysia sebelum masuk wilayah Thailand. Foto: CNN Indonesia/Suriyanto |
Setelah melewati dua imigrasi: Malaysia dan Thailand, kami masuk negeri gajah putih. Sawadikap, sawasdee kha.
Tak banyak perubahan berarti kecuali di sini jika dibanding wilayah Malaysia. Mulai banyak terlihat kuil-kuil Buddha yang megah. Namun di kawasan Thailand selatan seperti Provinsi Songkhla ini, masih banyak warga muslim.
Jadi jangan heran jika di Songkhla masih banyak kita temui wanita berkerudung dan banyak warga fasih berbahasa melayu.
 Sebuah restoran halal di Thailand bagian selatan. Foto: CNN Indonesia/Suriyanto |
Songkhla merupakan satu dari 14 provinsi di selatan Thailand dan jadi provinsi termaju. Songkhla punya dua perairan yakni laut china selatan dan danau songkhla. Dua perairan ini bertemu di wilayah Songkhla ini.
Seperti di wilayah Thailand lainnya, Songkhla juga punya pantai yang indah yakni Samila Beach. Pasir putih jadi pemandangan di pantai ini.
Samila punya ikon yakni patung putri duyung. Patung terbuat dari tembaga ini dibuat berdasarkan cerita rakyat.
Dalam cerita turun temurun itu disebutkan ada seorang nelayan melihat putri duyung yang sangat cantik di Pantai Samila tengah menyisir rambutnya yang panjang.
Nelayan tersebut kemudian mendekatinya namun putri duyung itu pergi ke laut dan tak muncul lagi. Nelayan tersebut menunggu hingga lama namun yang ditunggu tak kunjung muncul.
 Samila Beach di Songkhla, Thailand dengan patung putri duyung yang jadi simbol pantai ini. Foto: CNN Indonesia/Suriyanto |
Samila Beach bisa dinikmati gratis oleh pengunjung. Ada warga lokal yang menawarkan jasa naik kuda hingga barang dagangan mereka. Kebanyakan menggunakan bahasa melayu dan tak ada kesan memaksa saat menawarkan.
Samila Beach sangat bersih dengan pasir putih dan gugusan batu-batu hitam menjulang di tengah pasir.
 Samila Beach di Songkhla, Thailand. Foto: CNN Indonesia/Suriyanto |
Pasar terapung atau floating market jadi tujuan kami berikutnya. Floating market adalah tempat menjual jajanan jalanan atau street food yang dijual di atas perahu di sebuah sungai. Bagi saya tak ada yang istimewa dengan tempat ini.
Namun saya kagum dengan konsep sederhana yang dikembangkan sehingga setiap harinya ribuan turis lokal dan asing ramai berdatangan. Tempat parkir luas disediakan hingga bisa memuat banyak bus.
 Kawasan pasar terapung atau Floating market, di Thailand yang jadi pusat jajanan lokal di Songkhla, Thailand. Foto: CNN Indonesia/Suriyanto |
Penduduk lokal menjual berbagai jajanan dari mulai sate, es kelapa dalam bambu, mangga ketan (mango sticky rice) dan jajanan khas lainnya di atas perahu. Panggung musik disediakan untuk meramaikan suasana.Daya tarik utamanya adalah aneka jajanan enak yang dijajakan. Harganya juga cukup ramah di kantong.
 Floating Market di Thailand. Foto: CNN Indonesia/Suriyanto |
Malam harinya kami kembali diajak jajan. Kali ini ke ASEAN Night Bazaar. Jika Floating Market menjual jajanan, makan ASEAN Night Bazaar banyak menjual makanan berat.
Tak ada keunikan seperti penjual di perahu dan panggung hiburan di sini. Tapi makanan yang dijual di sini, menggugah selera. Makanan khas Thailand yang tentu saja halal jadi jualan utama. Tom Yum, aneka mi, nasi goreng, durian dan aneka sajian laut bisa ditemui di sini.
 ASEAN Night Bazaar di Songkhla City, Thailand bagian selatan. Foto: CNN Indonesia/Suriyanto |
Harganya cukup terjangkau. Jajan di Thailand seolah tak perlu khawatir. Nilai mata uang rupiah dan baht tak begitu jauh. Sekitar Rp500 untuk 1 baht. Dengan harga makanan sekitar 80 hingga 100 baht, rasanya tak begitu mahal di kawasan wisata ini.
Di Songkhla, kami menginap di hotel yang menyediakan makanan halal. Hotel ini selalu penuh terutama di musim liburan oleh wisatawan Indonesia dan Singapura.
 ASEAN Night Bazaar di Songkhla City, Thailand bagian selatan. Foto: CNN Indonesia/Suriyanto |
Hari ke-6: Perjalanan Malam Thailand-Kuala-Lumpur
Hari terakhir di Thailand ada dua lokasi yang kami kunjungi yakni sebuah ada kuil tua 200 tahun dan tempat atraksi gajah.
Di tempat pertama, yang jadi daya tarik pengunjung buka kuil tuanya. Tapi sebuah patung raksasa Buddha tidur. Lagi-lagi buat berfoto-foto untuk pamer di media sosial.
Di Thailand, kuil-kuilnya memang banyak dilengkapi dengan patung-patung besar. Bukan cuma patung Buddha, tapi juga patung biksu yang disucikan.
 Patung Buddha Tidur di Songkhla, Thailand. Foto: CNN Indonesia/Suriyanto |
Lokasi terakhir yang kami kunjungi adalah Chang Puak Camp. Tempat ini pengunjung ditawarkan interaksi dengan berbagai hewan terutama gajah. Atraksi naik gajah, memberi makan gajah, berfoto dengan monyet hingga pertunjukkan buaya ditawarkan.
Naik gajah jadi penawaran yang menarik untuk berkeliling selama 30 menit berkeliling area. Harganya 700 baht atau sekitar Rp350 ribu. Namun kalau kalau dirasa mahal, anda bisa cukup memberi makan gajah atau berfoto digendong gajah dengan belalai mereka dengan hanya 100 baht.
 Salah satu tujuan wisata di Hat Yai, Chang Puak Camp yang menawarkan atraksi gajah. Foto: CNN Indonesia/Suriyanto |
Sebelum kembali ke Kuala Lumpur, kami sempat mampir ke sentra herbal di Thailand. Produk kesehatan herbal memang sedang gencar dipasarkan oleh Thailand. Mereka punya bahan baku melimpah untuk produk herbal ini. Tinggal bagaimana diproduksi dan dipasarkan pada jutaan turis.
Produk herbal yang ditawarkan dari mulai skin care, minyak urut, inhaler, teh, hingga obat kuat pria.
Thailand adalah negara di Asia Tenggara dengan kunjungan tertinggi. Di 2024 lalu lebih dari 35 juta wisatawan asing datang ke negeri gajah putih.
Kalau soal bahan baku herbal, Indonesia seperti tidak kalah. Tinggal ada tidak niat mengembangkan dan memasarkannya menjadi komoditas unggulan.
Selesai belanja produk herbal kami langsung cus ke Kuala Lumpur sore harinya. Kami mengejar penerbangan esok paginya pukul 06.55 waktu Malaysia.
Dengan perjalanan sekitar 10 jam, sebelum Maghrib kami harus sudah cabut dari Thailand.
Fisik dan mental harus disiapkan karena 10 jam saat malam hari. Praktis malam itu kami harus tidur dan istirahat di bus.
Perjalanan Thailand-Kuala Lumpur hanya sekitar 3 kali berhenti untuk makan malam dan mampir toilet. Malam itu, bus itu jadi hotel kami.
Sekitar jam 03.00 dini hari, kami tiba di Kuala Lumpur Internasional Airport untuk pulang ke tanah air. Lagi-lagi naik penerbangan murah.
Malam sebelumnya, hampir semua peserta sibuk menimbang barang bawaan agar tidak melebihi batas 7 kg untuk masuk kabin. Tour leader kami sampai menyediakan timbangan. Ada pula peserta yang membawa timbangan sendiri.
Mereka yang barang bawaan kabin melebihi berat, harus beli lagi untuk 7 kg selanjutnya.
Kalau masih terlalu berat, bagasi 20 kg harus dibeli.
Saya perkirakan, total jalur darat yang ditempuh untuk wisata di tiga negara dari lebih dari 2.000 km. Jarak ini meliputi perjalanan panjang Malaysia-Singapura pulang pergi, dan perjalanan Malaysia-Thailand.
Ini belum termasuk perjalanan dalam kota di Malaysia, Singapura dan Singapura.