Di antara hiruk pikuk stasiun, bandara, dan pusat perbelanjaan di Tokyo, Jepang, ada satu pemandangan yang hampir pasti ditemui wisatawan, kotak kuning pucat berhiaskan pita emas, berisi kue lembut berbentuk pisang yang dibungkus satu per satu.
Itulah Tokyo Banana, camilan yang telah menjelma menjadi oleh-oleh wajib dari ibu kota Jepang, meskipun anehnya, karena pohon pisang sama sekali tak tumbuh di kota ini.
Berbeda dengan kudapan khas Jepang lainnya yang lekat dengan bahan baku lokal dan tradisi ratusan tahun, Tokyo Banana lahir murni dari ide bisnis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada akhir abad ke-20, saat Tokyo berkembang menjadi kota metropolitan terbesar di dunia, belum ada satu makanan khas yang benar-benar mewakili identitasnya.
Melihat celah ini, produsen makanan Grapestone menciptakan sebuah produk yang bisa dipasarkan sebagai souvenir khas Tokyo.
"Tokyo adalah tempat orang-orang dari seluruh Jepang datang dan menjadikannya kampung halaman kedua. Pisang punya citra nostalgia untuk generasi tua, rasanya mengingatkan pada barang impor mewah. Untuk anak muda, pisang adalah kenangan seru saat piknik sekolah," ujar perwakilan Grapestone menukil CNN.
Hasilnya, kue berbentuk pisang dengan tekstur lembut dan isi krim rasa pisang, yang oleh pemandu wisata Katie Thompson dijuluki sebagai "Twinkie versi mewah".
Keberhasilan Tokyo Banana tak lepas dari budaya omiyage di Jepang, yaitu tradisi membawa pulang oleh-oleh, biasanya makanan, untuk kerabat atau rekan kerja setelah bepergian.
Berbeda dengan souvenir di Barat yang sering berupa kaos atau magnet kulkas, omiyage hampir selalu berupa produk pangan khas daerah tertentu.
Menariknya, sejak awal Grapestone justru membidik pasar wisatawan mancanegara. Kesempatan itu datang ketika mereka ditawari ruang penjualan di Bandara Haneda pada 1990-an. Nama dan kemasan berbahasa Inggris, ditambah citra "khas Tokyo", membuat Tokyo Banana cepat melekat di benak turis.
Jeff Lui, warga Kanada yang tinggal di Jepang, menilai pemasaran Tokyo Banana sangat cerdas."Seakan-akan kamu wajib membelinya untuk teman di rumah, sebagai tanda kamu memikirkan mereka saat berada di Tokyo," ujarnya.
Di dunia nyata, Tokyo Banana mudah ditemukan. Di dunia maya, terutama TikTok, camilan ini kerap jadi konten viral. Wisatawan asing membagikan momen berburu rasa-rasa langka, memberi tips memilih varian, hingga sekadar memamerkan "smush test" alias menghimpit kue sebelum memakannya.
Meski demikian, tak semua orang jatuh cinta pada rasanya."Buat saya, isi krimnya terlalu artifisial. Pisang bukan rasa yang paling cocok dijadikan puding manis," kata Thompson.
Ia sendiri mengaku lebih suka membeli biskuit Sugar Butter Sand Tree, yang kebetulan juga makanan produksi Grapestone untuk oleh-oleh.
Terus berinovasi agar tetap relevan
Menyadari selera konsumen terus berubah, Grapestone rajin meluncurkan edisi terbatas seperti rasa lemon, sakura, atau madu. Beberapa varian hanya dijual di lokasi tertentu, seperti gerai di
kawasan Ginza, untuk menciptakan efek eksklusif.
Kolaborasi dengan karakter populer seperti Pikachu, Doraemon, dan Hello Kitty juga membuatnya semakin diminati, termasuk kemunculan Tokyo Banana versi Kit Kat. Pada 2022, mereka bahkan merilis roti kari dengan campuran krim pisang untuk merayakan pembukaan toko utama di Tokyo Station.
Grapestone tak membeberkan jumlah penjualan pasti, namun mengklaim Tokyo Banana adalah suvenir makanan paling laris di Tokyo. Di situs resminya, mereka menyebut jika semua kue yang terjual dalam setahun disusun berjajar, jaraknya akan membentang dari Tokyo hingga Amerika Serikat.
(tis/wiw)