Rumah Warisan Leluhur 200 Tahun Kini Jadi Penginapan Ikonik Mahal

CNN Indonesia
Rabu, 08 Okt 2025 19:30 WIB
ilustrasi rumah tradisional Jepang. (iStockphoto/psudochromis)
Jakarta, CNN Indonesia --

Seorang anak di Jepang bernama Matsukane Imai, bersama sang ibu, Machiko Imai, diwarisi sang kakek rumah tradisional keluarganya di Okaya sebuah kota tenang di Prefektur Nagano, Jepang.

Sang kakek wafat pada tahun 2020 di usia 103 tahun, ibu dan anak itu mulai memikirkan cara menghormati warisan rumah tersebut, karena selama ini mereka tinggal Tokyo. Okaya adalah tempat dia melarikan diri dari hiruk pikuk kota besar.

Lantai atas rumah tradisional tersebut dulunya digunakan untuk membudidayakan ulat sutra dan menenun benang sutra.

"Rumah ini telah dimiliki keluarga selama beberapa generasi. Tidak pernah ada niat untuk menjualnya," kata Matsukane, seperti dilansir Business Insider.

Properti luas yang berusia lebih dari 200 tahun itu terdiri dari rumah utama, dua taman, dan beberapa bangunan luar yang lebih kecil. Lokasinya sekitar dua setengah jam di luar Tokyo, baik dengan mobil maupun kereta api.

Matsukane mengatakan, terakhir kali ada yang tinggal penuh waktu di sana adalah pada awal 1900-an. Namun, generasi-generasi berikutnya terus merawat rumah itu, sehingga interiornya berada dalam kondisi yang baik.

Machiko menambahkan bahwa sebagian besar rumah di sekitar telah direnovasi dengan gaya yang lebih modern. Rumah mereka menjadi salah satu dari sedikit yang tetap utuh.

Ide mengubah rumah leluhur ini menjadi rumah tamu (guesthouse) datang dari teman lama Matsukane. ibu dan anak itu pun menyukai ide tersebut.

"Saya ingin berbagi perasaan berada di rumah tradisional Jepang dengan pengunjung asing, atau bahkan pengunjung Jepang, karena rumah seperti ini sudah langka," kata Machiko.

Renovasi menjadi proyek besar yang memakan waktu sekitar tiga tahun. Meskipun demikian, tahun pertama sebagian besar dihabiskan untuk membersihkan semua barang yang telah disimpan selama beberapa dekade.

"Kami harus meminta penjual barang antik datang untuk melihat dan menilai barang-barang itu," kata Matsukane.

Di antara barang-barang yang mereka simpan untuk rumah tamu adalah meja makan yang telah dimiliki keluarga sejak zaman kakek-nenek Machiko, dan alat tenun sutra tua, yang kini dipajang sebagai bagian dari sejarah rumah tersebut.

Mereka bekerja sama dengan arsitek dan tukang lokal untuk merenovasi rumah, menambahkan fitur modern seperti dapur kontemporer dan kamar mandi dengan bak rendam kayu hinoki.

Mereka juga mengajukan subsidi dari pemerintah yang dirancang untuk mempromosikan pariwisata dan pembangunan perkotaan dengan memanfaatkan sumber daya bersejarah seperti rumah tradisional. Meskipun menolak untuk merinci spesifikasinya, Matsukane mengatakan dukungan tersebut menutupi sekitar sepertiga dari biaya renovasi mereka.

Upaya ini sejalan dengan dorongan pemerintah Jepang dalam beberapa tahun terakhir untuk mempromosikan pariwisata melampaui hot spot utama di sepanjang Golden Route (jalur klasik Tokyo-Kyoto-Osaka).

Pada tahun 2023, pemerintah memperkenalkan Rencana Dasar Promosi Negara Pariwisata (Tourism Nation Promotion Basic Plan), yang menetapkan tujuan untuk mendorong lebih banyak pengunjung internasional menghabiskan waktu di wilayah regional Jepang.

Upaya-upaya tersebut dilakukan saat negara tersebut mencatat rekor pariwisata: Jepang menyambut 36,8 juta pengunjung pada tahun 2024, total tertinggi sejak 1964, menurut data dari Organisasi Pariwisata Nasional.

Tokyo mencatat lonjakan kedatangan turis asing sebesar 26,9% dari tahun sebelumnya, sementara Kyoto juga mencapai rekor dengan 10,88 juta pengunjung internasional.

Kini, rumah tradisional itu menjadi guesthouse, yang resmi dibuka pada bulan Juli lalu dan dapat menampung hingga 10 tamu. Tarif mulai dari US$350 atau sekitar Rp5,8 juta per malam per tamu untuk menginap minimal dua malam di Airbnb.

(wiw)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK