Pada galeri-galeri berikutnya, pengunjung diajak melihat kegemparan global pasca-bencana, hiruk pikuk media yang mencari kebenaran, serta bagaimana bangkai kapal karam itu diabadikan dalam film, buku, dan dokumenter tak terhitung.
Galeri terakhir membahas penemuan bangkai kapal pada tahun 1985 sebelum sisa-sisanya larut di dasar laut.
Meskipun museum ini memberikan gambaran komprehensif, ia tidak memberikan penutup atas pertanyaan sentral yang bergulir selama lebih dari satu abad:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
- Siapa yang bertanggung jawab atas kemalangan Titanic?
- Apakah pembuat kapal yang larut dalam ambisi kecepatan dan mengabaikan keselamatan?
- Apakah perusahaan pemilik kapal yang seharusnya mencukupi jumlah sekoci?
- Atau kapten dan kru yang mengabaikan peringatan ancaman?
Pengunjung meninggalkan Museum Titanic dengan pertanyaan-pertanyaan yang tetap menggantung. Museum ini pada akhirnya berdiri bukan sebagai pemecah misteri, melainkan sebagai monumen yang mengingatkan bahwa ambisi tak terkontrol, kesombongan, kekayaan, dan kekuasaan pada akhirnya bisa berujung pada kehancuran tragis.
(ana/wiw)