Laporan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menobatkan Jakarta sebagai kota paling padat di dunia mendapat bantahan keras dari Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung.
Menurut Pramono, data PBB tersebut tidak akurat. Ia menyebut Jakarta sebenarnya berada jauh di bawah peringkat pertama dalam hal kepadatan penduduk.
"Jadi menurut saya sebenarnya kalau disampaikan Jakarta kota terpadat, salah. Karena Jakarta dalam kepadatan nomor 30 sebenarnya," kata Pramono, dikutip dari Antara, Selasa (2/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pramono menjelaskan, kepadatan yang mencapai 42 juta jiwa terjadi karena adanya pemusatan wilayah, yang membuat Jakarta seolah-olah mengalahkan kota-kota besar lain seperti Tokyo dan New Delhi.
Meskipun demikian, ia memilih untuk menjadikan laporan PBB tersebut sebagai acuan dan referensi bagi Pemerintah Jakarta untuk memaksimalkan pembangunan dan perbaikan kota.
Sebagai informasi, PBB melalui Divisi Kependudukan Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial menempatkan Jakarta di posisi pertama sebagai kota dengan populasi dan kepadatan tertinggi di dunia. Jakarta disusul oleh Ibu Kota Bangladesh, Dhaka, di peringkat kedua dengan populasi 40 juta jiwa.
Sebelumnya, Tokyo, Ibu Kota Jepang, berturut-turut menempati peringkat pertama. Namun, dalam laporan tahun ini, Tokyo berhasil turun ke posisi ketiga dengan populasi 33 juta jiwa..
PBB mencatat bahwa pertumbuhan penduduk ini didorong oleh pola urbanisasi, di mana sekitar 45 persen dari total populasi dunia yang jumlahnya 8,2 miliar jiwa, kini tinggal di perkotaan.
Jumlah kota berpenghuni lebih dari 10 juta jiwa meningkat pesat dari delapan kota pada tahun 1975 menjadi 33 kota pada tahun 2025, dengan 19 kota di antaranya berada di wilayah Asia.
Laporan PBB juga memprediksi Kuala Lumpur, Malaysia, akan menyusul menjadi kota dengan kepadatan tinggi berikutnya.
Kepala Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB, Li Junhua, menekankan bahwa urbanisasi adalah kekuatan sekaligus peluang besar jika dikelola dengan strategi yang tepat.
"Jika dirancang secara inklusif dan terkoordinasi, kota dapat membuka peluang baru bagi aksi iklim, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan sosial," ujarnya.
(wiw)