Terapi chiropractic disebut-sebut bisa memicu stroke. Para ahli menyebut kasusnya memang jarang tapi tetap saja bisa terjadi. Simak penjelasannya berikut ini.
Selain konsumsi obat-obatan, sebagian orang masih mengandalkan terapi chiropractic untuk mengatasi beberapa masalah kesehatan. Umumnya, orang datang dengan keluhan nyeri otot, masalah tulang, juga sendi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Orang mengenal chiropractic lewat salah satu prosedurnya yang melibatkan tekanan atau putaran cepat di area leher. Gerakan yang cepat ini kadang disertai bunyi 'krek' yang nyaring.
Meski terlihat ampuh meredakan masalah kesehatan, rupanya terapi chiropractic punya risiko. Ada temuan bahwa terapi ini dapat memicu stroke. Kok bisa?
Seperti dilansir dari Guardian, lebih dari 500 kasus pasien mengalami stroke setelah menjalani terapi chiropractic. Yang lebih parah, banyak dari mereka yang meninggal dunia.
Tekanan atau putaran cepat pada leher dapat berpotensi menimbulkan cedera pada pembuluh darah menuju otak.
Chiropractor atau terapis chiropractic dapat meregangkan arteri vertebralis secara berlebihan. Jika hal ini terjadi, pembuluh darah ini dapat robek. Robekan kecil ini dapat memicu pembentukan gumpalan darah yang menghambat aliran darah ke otak atau stroke.
Tak hanya itu, ahli bedah saraf AS juga menemukan 13 pasien stroke yang mengeluh nyeri kepala setelah chiropractic.
Di Inggris, ahli bedah saraf sempat menemukan 35 kasus komplikasi berat setelah terapi chiropractic.
Sementara itu, kasus stroke setelah terapi memang jarang. Sebuah tinjauan pada 2018 memperkirakan populasi yang paling berisiko mengalami diseksi arteri hanya sekitar 1-3 per 100.000 orang.
Risiko stroke setelah terapi chiropractic memang ada meski kasusnya jarang. Satu hal yang penting adalah mengenali gejala stroke dan melakukan tindak lanjut dalam waktu cepat.
Melansir dari Medical News Today, Asosiasi Jantung Amerika (American Heart Association) menyebut ada beberapa gejala stroke yang perlu diwaspadai.
Sementara itu, umumnya terapi chiropractic memicu beberapa efek samping ringan. Pasien bisa merasakan pegal atau kaku leher. Namun ada pula efek samping yang perlu diperiksakan ke dokter seperti sakit kepala berat atau gejala saraf.
Sebelum memutuskan terapi sebaiknya pastikan terapis memiliki sertifikasi dan tidak memberikan janji berlebihan. Selain itu, pastikan terapis bersedia bekerja sama dengan dokter dalam penyusunan rencana perawatan.
Kemudian jika punya kondisi kesehatan tertentu seperti diseksi arteri atau riwayat gangguan pembuluh darah maka, sebaiknya konsultasi terlebih dahulu dengan dokter.
(nga/els)