Arab Saudi diketahui tengah menginvestasikan dana besar untuk membangun sektor pariwisata non-religiusnya dan yang pertanyaan yang paling sering muncul adalah soal kebijakan larangan alkohol negara Timur Tengah tersebut.
Meskipun belum ada pengumuman resmi mengenai pelonggaran total larangan alkohol untuk pengunjung umum, Arab Saudi baru-baru ini memperluas penjualan alkohol dengan cara yang cukup signifikan.
Laporan Bloomberg menyebut bahwa Arab Saudi secara material telah memperluas penjualan alkohol di dalam negeri. Perlu diingat, negara itu telah melarang alkohol selama lebih dari 70 tahun, dengan pengecualian yang sangat terbatas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti dilansir One Mile At a Time, pada tahun 2024, sempat diperkenalkan toko alkohol di Kota Riyadh. Awalnya, toko ini hanya dibuka secara eksklusif untuk diplomat asing, dengan batasan ketat mengenai jumlah yang boleh mereka beli.
Akses ke toko ini kini telah diperluas ke warga negara asing non-Muslim yang memiliki status "premium residency" atau residensi premium. Status ini umumnya diberikan kepada warga asing berpendidikan yang bekerja untuk perusahaan besar di negara tersebut.
Untuk memiliki visa tersebut, seseorang harus menghabiskan setidaknya 30 bulan selama lima tahun terakhir di Arab Saudi, atau setidaknya separuh dari waktunya.
Selain itu, toko ini hanya terbuka untuk mereka yang berpenghasilan minimal 50.000 riyal per bulan, setara dengan sekitar Rp209 juta. Bahkan, calon pembeli diwajibkan menunjukkan sertifikat gaji saat mendaftar untuk mengunjungi toko, sebagai bukti pemenuhan persyaratan pendapatan.
Akses ke toko tersebut memerlukan reservasi dan menggunakan sistem berbasis poin yang membatasi total jumlah alkohol yang dapat dibeli.
Menariknya, belum ada pengumuman resmi dari pemerintah Arab Saudi mengenai perubahan kebijakan ini. Laporan mengindikasikan bahwa lebih banyak toko serupa diperkirakan akan dibuka dalam waktu dekat, termasuk di kota-kota besar lainnya di Arab Saudi.
Meskipun Arab Saudi bergerak perlahan, arah kebijakan negara tersebut terkait penjualan alkohol sudah cukup jelas. Langkah menjual alkohol kepada diplomat saja sudah dianggap sebagai langkah besar. Kini, menjualnya kepada warga asing kaya merupakan perkembangan yang lebih signifikan.
Sejak Arab Saudi mengumumkan ambisi pariwisatanya yang tinggi, pertanyaan mengenai pencabutan larangan alkohol selalu menjadi penasaran. Bagi banyak pengamat, ini adalah pertanyaan "kapan", bukan "jika", dan menjadi salah satu ujian utama untuk melihat keseriusan Arab Saudi terhadap tujuan pariwisatanya.
Arab Saudi memiliki target pariwisata yang sangat ambisius, dan salah satu alasan utama mengapa sebagian orang enggan berkunjung adalah karena adanya larangan alkohol.
Jika Arab Saudi berusaha merebut pangsa pasar dalam industri pariwisata Timur Tengah, mereka harus mencontoh apa yang dilakukan oleh para pesaing sukses.
Contoh terbaik dari hal ini adalah Dubai di Uni Emirat Arab, yang saat ini bukan lagi tempat yang dianggap konservatif. Perlu dicatat, Arab Saudi dan Kuwait adalah dua negara di kawasan tersebut yang masih memiliki larangan penuh terhadap konsumsi alkohol bagi pengunjung.
(wiw)