Fenomena Sibuk Foto Saat Liburan Bergeser, Bagaimana Tren Wisata 2026?

Anagatha Kilan | CNN Indonesia
Jumat, 12 Des 2025 16:00 WIB
Fenomena wisatawan cenderung memprioritaskan pengambilan foto yang bagus daripada menikmati pengalaman otentik di destinasi wisata diyakini akan bergeser.
Ilustrasi wisatawan berfoto atau selfie di destinasi wisata. (AFP PHOTO / Tolga Akmen)
Jakarta, CNN Indonesia --

Dunia pariwisata Indonesia kini dihadapkan pada sebuah fenomena, di mana wisatawan, terutama dari Generasi Milenial, Gen Z, dan Gen Alpha, cenderung lebih memprioritaskan pengambilan foto yang bagus daripada menikmati pengalaman otentik di destinasi wisata.

Pengamat pariwisata Indonesia, Chusmeru, saat dihubungi CNNIndonesia.com, menjelaskan bahwa fenomena ini tak lepas dari karakteristik generasi tersebut yang ingin serba cepat dan mementingkan aspek visual.

"Mereka punya karakteristik ingin serba cepat tapi juga visual," ujar Chusmeru, Kamis (11/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan karakteristik tersebut, wisatawan biasanya tidak menghabiskan waktu lama di satu destinasi. Tujuannya adalah untuk segera mengunggah apa yang mereka lihat ke media sosial.

"Mereka stay-nya tidak terlalu lama di satu destinasi. Apa yang mereka lihat dan kunjungi ingin langsung di-upload. Kalau enggak ada unggahan (foto), kan jadi hoaks," paparnya, menambahkan bahwa fenomena ini juga didorong oleh Fear Of Missing Out (FOMO).

Fenomena ini jadi meningkat usai pengelola tempat wisata juga berlomba-lomba menyediakan spot berfoto secara berlebihan, seperti banner besar, atau figur raksasa berbentuk hati, kupu-kupu, hingga jangkar.

Menurut Chusmeru, adanya spot foto yang artifisial ini menghilangkan esensi pariwisata itu sendiri. "Ada esensi pariwisata yang hilang. Jadinya para wisatawan ini enggak menikmati, justru jadi ajang unjuk diri," katanya.

Chusmeru menilai spot foto yang berlebihan menjadi distorsi visual. Sebab, yang diunggah di media sosial justru adalah foto view buatan, bukan pemandangan alam yang alami.

Ia menyarankan pengelola tempat wisata agar lebih fokus pada upaya menjaga keaslian, kebersihan, dan melestarikan sumber daya alam.

Pengunjung seharusnya dapat menikmati kealamian tempat wisata, alih-alih menghabiskan waktu lebih dari satu jam hanya untuk berfoto di spot buatan.

"Sementara untuk wisatawan, sebaiknya mengunjungi destinasi yang masih alami, alias tanpa ada spot foto yang mengganggu secara visual. Ini mengurangi esensi berwisata ke alam, 'healing' kan harusnya menikmati pemandangan dan keasrian sekitar," saran Chusmeru.

Prediksi Tren Zero Posting di 2026

Meski fenomena ini masih kuat, Chusmeru memperkirakan tren "sibuk foto" ini tidak akan bertahan lama dan akan mulai bergeser pada tahun 2026. Pergeseran ini dipicu oleh munculnya tren "Zero Posting" di kalangan Gen Z.

"Fenomena ini enggak lama, karena 2026 nanti Gen Z dan Gen Alpha ikut tren 'Zero Post'. Kemungkinan tahun depan akan zero post, lama-lama akan jenuh posting foto," jelasnya.

Chusmeru memprediksi frekuensi posting wisatawan akan berubah. Jika saat ini didominasi foto selfie dan Outfit Of The Day (OOTD) yang narsistik, tren ke depan akan lebih mengarah pada post yang valuable seperti pemandangan alam.

"Zero post ini bisa saja hanya posting view langit, air mengalir, atau pemandangan alam," tambahnya.

Ia berharap tren zero post ini dapat menggeser pariwisata Indonesia ke arah yang lebih baik, di mana wisatawan benar-benar menikmati momen berlibur. Ia juga menekankan perlunya pemerintah menerapkan konsep sustainability tourism untuk memperhatikan isu lingkungan yang krusial.

(wiw)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER