Kemenpar Ungkap 3 Megatren Global 2025, AI Ubah Cara Wisatawan Liburan
Kementerian Pariwisata (Kemenpar) RI mengungkap tiga megatren global pariwisata yang diprediksi akan semakin menguat pada 2025. Megatren ini mencerminkan perubahan perilaku wisatawan dunia, terutama dalam memanfaatkan teknologi, kepedulian terhadap keberlanjutan, hingga kebutuhan akan pengalaman perjalanan yang semakin personal.
Hal tersebut disampaikan Asisten Deputi Strategi Komunikasi Pemasaran Kementerian Pariwisata RI, Firnandi Gufron, dalam acara tiket.com Tourism Trends 2025 & Outlook 2026 di Jakarta, Selasa (16/12).
Menurut Firnandi, ketiga megatren global tersebut saling berkaitan dan menjadi faktor penting dalam menentukan arah pengembangan pariwisata ke depan.
Berikut tiga megatren global pariwisata 2025 yang dipaparkan Kemenpar:
1. Teknologi digital dan pemanfaatan AI
Megatren pertama adalah teknologi digital, khususnya penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Firnandi menjelaskan, wisatawan global kini mulai beralih dari mesin pencari ke AI dalam merencanakan perjalanan.
"Jadi penggunaan AI ini juga ada di fase planning dan booking, di mana ada 47 persen itu menggunakan AI. Ini infonya dari Skyscanner Survey," ujar Firnandi.
AI tak hanya digunakan untuk mencari inspirasi, tetapi juga membantu wisatawan menyusun rencana perjalanan hingga memesan tiket dan akomodasi.
2. Pariwisata berkelanjutan
Megatren kedua adalah aspek keberlanjutan. Firnandi menyebut, pariwisata berkelanjutan tidak hanya soal lingkungan, tetapi juga mencakup keberagaman, fleksibilitas, keseimbangan hidup, serta kelestarian alam dan lingkungan.
Kesadaran wisatawan terhadap dampak perjalanan mereka terhadap sosial dan lingkungan kini semakin meningkat. Hal ini mendorong industri pariwisata untuk menghadirkan pengalaman yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.
3. Personalisasi perjalanan
Megatren ketiga adalah personalisasi perjalanan. Saat ini, wisatawan semakin mengandalkan AI untuk mendapatkan rekomendasi perjalanan yang akurat dan sesuai dengan preferensi pribadi.
Firnandi menjelaskan, sebelumnya wisatawan melewati beberapa fase dalam merencanakan perjalanan. Mulai dari fase dreaming yang terpapar media sosial, lalu searching dan planning melalui mesin pencari, dilanjutkan dengan booking, experiencing, dan ditutup dengan sharing.
"Dulu sebelum AI heavy di tahun 2024-2025, orang cari informasi itu bertahap. Tapi sekarang orang sudah mulai langsung masuk ke AI," kata Firnandi.
Melihat perubahan tersebut, Kementerian Pariwisata berupaya menyesuaikan strategi pemasaran dengan mengembangkan AI bernama MaIA (Meticulous Artificial Intelligence of Indonesia).
Firnandi menyebut, dari enam negara National Tourism Organization (NTO) di dunia yang mengembangkan AI, Indonesia saat ini berada di posisi terdepan untuk kategori web-based.
"Di seluruh dunia ada enam NTO yang mengembangkan AI. Per hari ini, kita bisa bilang we are the best. MaIA dari sisi NTO, web-based, we are one of the best saat ini," ujarnya.
MaIA dirancang untuk memberikan rekomendasi sesuai karakteristik calon wisatawan dan memiliki tiga fungsi utama. Pertama, sebagai travel planner untuk menyusun rekomendasi itinerary. Kedua, sebagai travel companion yang memungkinkan wisatawan bertanya menggunakan teks maupun suara dalam berbagai bahasa.
Ketiga, sebagai command center bagi Kementerian Pariwisata dengan menyediakan data dan insight sebagai dasar pengambilan kebijakan.
"Jadi kita merespons megatren, arahnya sudah ke AI dan kita siapkan MaIA," tutup Firnandi.
(ana/tis)