Azoospermia menjadi salah satu penyebab utama kemandulan pada pria. Kondisi ini terjadi ketika tidak ditemukan satu pun sperma di dalam air mani, sehingga pembuahan secara alami menjadi sangat sulit, bahkan tidak mungkin terjadi.
Dokter Spesialis Andrologi Eka Hospital Grand Family PIK, Christian Christoper Sunnu, menjelaskan bahwa azoospermia bukan kondisi yang bisa dianggap sepele. Pasalnya, kondisi ini menyumbang sekitar 20 persen dari kasus infertilitas di dunia.
Di Indonesia, diperkirakan sekitar 4 hingga 6 juta pasangan usia produktif mengalami kesulitan memiliki anak, dengan sekitar 30 persen kasus disebabkan oleh faktor laki-laki.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi ini diperparah dengan fakta bahwa jumlah sperma pria secara global dilaporkan menurun lebih dari 50 persen dalam beberapa dekade terakhir.
Azoospermia, atau dikenal sebagai 'sperma kosong', merupakan kondisi medis yang menjadi perhatian dalam masalah infertilitas pria. Kondisi ini berarti tidak ditemukannya satu pun sperma dalam air mani pria.
Air mani pada penderita azoospermia kerap terlihat lebih encer dan bening. Namun, kondisi ini hanya bisa dipastikan melalui pemeriksaan laboratorium.
"Paling gampang adalah melihat dari ukuran buah zakarnya. Kalau ukuran buah zakarnya kecil, di bawah 4 cc, itu memang agak susah. Sehingga harus suntik hormon dulu enam bulan sampai satu tahun, kemudian baru ada harapan untuk produksi sperma," ujar Sunnu dalam temu media Eka Hospital di Jakarta Pusat, Selasa (16/12).
Azoospermia dibagi menjadi dua jenis berdasarkan penyebabnya, yaitu sebagai berikut:
Jenis ini terjadi akibat adanya sumbatan pada saluran reproduksi. Penyebabnya meliputi:
• Infeksi lama, terutama akibat sering bergonta-ganti pasangan tanpa kondom
• Trauma berat pada area testis
• Faktor genetik
Pada jenis ini, azoospermia umumnya disebabkan oleh gangguan produksi sperma. Penyebabnya mencakup:
• Gaya hidup tidak sehat, seperti merokok dan konsumsi makanan tinggi gula (ultra processed food)
• Faktor genetik
• Kekurangan hormon, termasuk akibat penggunaan suntik hormon sembarangan
• Infeksi seperti gondongan atau COVID-19
• Penggunaan obat-obatan tertentu
• Varikokel
Sebagian besar penderita azoospermia tidak menunjukkan gejala yang jelas. Namun, pada kondisi tertentu, terutama yang berkaitan dengan gangguan hormon, beberapa tanda berikut dapat muncul:
• Ereksi pagi hari tidak ada atau hilang timbul
• Gairah seksual menurun
• Ereksi tidak optimal (disfungsi ereksi)
• Perkembangan seks sekunder tidak adekuat, misalnya suara masih seperti anak-anak, tidak tumbuh rambut di ketiak atau kemaluan, otot kecil, serta mudah lelah
Hingga kini, azoospermia masih tergolong sulit disembuhkan. Pasalnya, memang belum tersedia terapi yang mampu mengembalikan jumlah sperma dari nol menjadi normal sepenuhnya.
Pada beberapa kasus non-obstruktif, terapi hormon atau metode tertentu dapat membantu. Namun, hasilnya tidak selalu optimal, karena jumlah sperma sangat terbatas atau bahkan tidak ada, pasangan dengan kondisi azoospermia sering kali memerlukan tindakan bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF) untuk mendapatkan keturunan.
Testis merupakan satu-satunya organ penghasil sperma pada pria. Kerusakan pada organ ini cenderung sulit dipulihkan.
Oleh karena itu, menjaga kesehatan testis sejak dini menjadi langkah penting.
Gaya hidup sehat, pengelolaan stres, pola makan seimbang, serta menghindari rokok dan alkohol dapat membantu menurunkan risiko gangguan kesuburan.
Pemeriksaan ke dokter sangat disarankan bagi pria yang mengalami gangguan fungsi seksual atau kesulitan memiliki keturunan agar evaluasi dan penanganan dapat dilakukan sedini mungkin.
(nga/tis)