Tanpa disadari, orang bertubuh kurus bisa menyimpan kolesterol tinggi. Kondisi ini kerap tidak menimbulkan gejala apa pun, sehingga kolesterol jahat dapat menumpuk di pembuluh darah selama bertahun-tahun dan meningkatkan risiko penyakit jantung serta stroke.
Kolesterol tinggi pada orang kurus sering kali luput dari perhatian. Kolesterol jahat atau low-density lipoprotein (LDL) dapat menumpuk perlahan di pembuluh darah dan memicu gangguan kardiovaskular, meski berat badan tampak ideal.
Menurut American Heart Association (AHA), salah satu kesalahpahaman paling umum tentang kolesterol adalah anggapan bahwa orang kurus tidak mungkin memilikinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski lembaga kesehatan mencatat bahwa kelebihan berat badan meningkatkan risiko kolesterol tinggi, orang kurus tetap dapat mengalami kondisi serupa.
Kolesterol dalam tubuh tidak hanya berasal dari makanan. Sebagian besar kolesterol justru diproduksi oleh hati, dan proses ini sangat dipengaruhi oleh faktor genetik. Artinya, seseorang bisa menjalani pola makan sehat dan rutin berolahraga, tetapi tetap memiliki kadar LDL yang tinggi.
Sejumlah penelitian menunjukkan faktor genetik berperan besar dalam tingginya kolesterol pada individu bertubuh kurus. Mutasi gen tertentu dapat membuat tubuh memproduksi LDL berlebihan sejak lahir, sehingga risiko penumpukan plak di pembuluh darah muncul lebih awal, bahkan pada usia muda.
Salah satu penyebab utama kolesterol tinggi pada orang kurus adalah familial hypercholesterolemia (FH), yaitu kelainan genetik yang mengganggu kemampuan tubuh membersihkan LDL dari darah. Kondisi ini diperkirakan dialami oleh sekitar 1 dari 200-250 orang di dunia.
Pada penderita FH, kadar LDL dapat dengan mudah melampaui 190 mg/dL, terlepas dari bentuk tubuh. Jika tidak ditangani, risiko serangan jantung dapat muncul sebelum usia 50 tahun. Karena jarang bergejala, FH sering kali baru terdeteksi setelah terjadi komplikasi serius.
LDL dikenal sebagai kolesterol 'jahat' karena membawa kolesterol ke dinding pembuluh darah dan memicu pembentukan plak. Sebaliknya, high-density lipoprotein (HDL) berfungsi sebagai 'pembersih' dengan membawa kolesterol kembali ke hati untuk dibuang.
Risiko penyakit jantung meningkat ketika LDL berada di atas 100 mg/dL, HDL terlalu rendah, atau trigliserida melebihi 150 mg/dL. Kombinasi trigliserida tinggi dan HDL rendah bahkan dikaitkan dengan plak pembuluh darah yang lebih rapuh dan berisiko pecah, termasuk pada orang bertubuh kurus.
Riwayat penyakit jantung dalam keluarga menjadi petunjuk penting yang tidak boleh diabaikan. Serangan jantung pada anggota keluarga sebelum usia 55 tahun pada pria atau 65 tahun pada perempuan merupakan tanda risiko kolesterol genetik.
Melansir Times of India, organisasi kesehatan jantung menganjurkan pemeriksaan berjenjang atau cascade screening pada anggota keluarga dekat jika satu orang terdiagnosis kolesterol tinggi akibat faktor genetik. Langkah ini penting untuk mendeteksi kondisi sejak dini, terutama pada individu yang tampak sehat secara fisik.
Pemeriksaan awal yang dianjurkan adalah tes profil lipid puasa, yang mencakup kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida. Pemeriksaan ini disarankan mulai usia 20 tahun atau lebih dini bila terdapat riwayat keluarga.
Jika kadar LDL tinggi disertai riwayat penyakit jantung dalam keluarga, tes genetik untuk mendeteksi familial hypercholesterolemia dapat dipertimbangkan. Pemeriksaan tambahan seperti ApoB atau non-HDL juga membantu menilai risiko secara lebih akurat.
Kasus kolesterol tinggi pada orang kurus menegaskan bahwa kesehatan jantung tidak bisa dinilai dari bentuk tubuh semata. Faktor genetik, riwayat keluarga, dan profil lemak darah memegang peran yang jauh lebih besar.
Pemeriksaan rutin dan kesadaran sejak dini menjadi kunci pencegahan. Sebab, dalam urusan kolesterol, tubuh kurus pun bisa menyimpan risiko besar yang tak terlihat.
(nga/bac)