Jakarta, CNN Indonesia -- Buntut kerusuhan antarsuporter yang terjadi saat Inggris melawan Rusia di Marseille, puluhan suporter Rusia terancam dideportasi dari Perancis.
Namun, menurut pemimpin suporter Rusia, sebanyak 50 pendukung timnas Beruang Merah yang hendak dideportasi itu tak terkait dengan kerusuhan apapun.
Kepala kelompok suporter Russia, Alexander Shprygin, berkata bahwa polisi antihuru-hara Prancis telah memberhentikan sebuah bus yang membawa suporter dari Cannes menuju Lille.
Mereka menuju Lille untuk mendukung Rusia melawan Slovakia di Lille pada 15 Juni mendatang.
"Mereka ingin mendeportasi hampir sebanyak 50 orang (suporter), termasuk wanita, yang tak terlibat kejadian apapun," ujar Shprygin seperti dilansir dari
Reuters, Selasa (14/6).
"Polisi telah melakukan kesalahan tiga hari lalu. Saat itu kami berada di sebuah bus di Cannes dan terhalang polisi anti huru-hara. Kami tidak akan pergi kemana-mana saat ini, dan akan menunggu anggota konsulat (Rusia)."
Suporter Rusia dan Inggris memang telah mendapat sorotan dalam perhelatan Piala Eropa 2016. Sorotan diberikan karena mereka sempat membuat kericuhan saat timnas Russia dan Inggris bertanding di Stadion Velodrome, Marseille, Sabtu (11/6) lalu.
UEFA juga telah bersikap tegas usai insiden keributan sebelum dan sesudah pertandingan tersebut. Otoritas tertinggi sepkabola Eropa itu menegaskan, Inggris dan Rusia bisa terkena diskualifikasi andai suporter mereka masih berbuat rusuh di Piala Eropa kali ini.
"Apa yang dilakukan oleh suporter Inggris dan Rusia adalah sebuah aksi yang tak bisa diterima dan tak boleh mendapatkan tempat di sepakbola, sebuah olahraga yang harus kita lindungi bersama-sama," kata UEFA dalam keterangan resminya seperti dikutip dari
Sky Sports.
Pihak Pemerintah Inggris secara terbuka telah mengatakan bahwa mereka mendukung UEFA untuk melakukan investigasi terhadap penyebab kerusuhan yang ada sebelum dan sesudah laga Inggris lawan Rusia.
(kid)