Jakarta, CNN Indonesia -- Wales masih bertahan di semifinal Piala Eropa dan jadi negara paling minim pengalaman dibandingkan semifinalis lainnya. Satu hal yang diharapkan Wales adalah siklus kejutan 12 tahun kembali terulang sehingga mereka bisa mengangkat trofi Piala Eropa.
Siklus 12 tahun ini dimulai ketika Denmark secara mengejutkan keluar sebagai juara Piala Eropa 1992. Dewi Fortuna sendiri sejak awal sudah terlihat memihak Denmark di turnamen tersebut.
Denmark yang gagal lolos ke putaran final akhirnya bisa tampil sebagai pengganti Yugoslavia yang didiskualifikasi lantaran kondisi negara tersebut tak stabil.
Di dua laga awal Denmark hanya meraih satu poin. Denmark kemudian akhirnya lolos setelah menang 2-1 atas Perancis lewat gol Lars Elstrup yang tercipta 12 menit jelang pertandingan berakhir.
Lantaran ketika itu Piala Eropa hanya diikuti delapan tim, maka tim yang lolos dari penyisihan langsung menempati babak semifinal. Di fase inilah Denmark menunjukkan permainan terbaiknya.
Pada babak semifinal, Denmark sukses menyingkirkan juara bertahan Belanda lewat adu penalti. Peter Schmeichel mampu melakukan blok terhadap tendangan Marco van Basten dan hal itu jadi penenti kemenangan Denmark.
Di babak final, Denmark berhasil memukul Jerman dengan skor 2-0. Denmark pun mampu mengangkat trofi Piala Eropa setelah sebelumnya hanya datang sebagai tim pengganti Yugoslavia.
Istilah siklus 12 tahun kemudian muncul saat Yunani secara mengejutkan jadi juara Piala Eropa 2004. Yunani sama sekali tak memiliki pemain papan atas ketika itu namun sukses merepotkan lawan lewat permainan kolektif yang rapi dan disiplin.
Lolos ke babak perempat final dengan status runner up grup di bawah Portugal, pertahanan Yunani semakin solid di fase knock-out. Yunani tak mampu dibobol oleh Perancis, Rep.Ceko, hingga Portugal dan sukses mengakhiri pertandingan dengan kemenangan 1-0. Menariknya, di fase knock-out, semua gol yang diciptakan Yunani merupakan gol sundulan kepala.
Andai Wales berhasil jadi juara tahun ini, maka siklus 12 tahun akan semakin menemui pembenarannya.
Wales datang ke Piala Eropa 2016 dengan status sebagai tim debutan. Walaupun Wales memiliki Bale, namun secara keseluruhan nama Wales masih dianggap negara-negara besar lainnya.
Tetapi Wales sukses membuktikan bahwa mereka memang layak untuk diwaspadai kali ini. Wales mampu menunjukkan bahwa mereka bukanlah tim yang hanya mengandalkan Bale.
Terbukti ketika tertinggal saat menghadapi Belgia, Wales mampu bangkit saat Bale kesulitan bergerak bebas lantaran ketatnya penjagaan lawan.
Kekuatan utama Wales hingga bisa bertahan sampai babak semifinal adalah permainan kolektif, seperti halnya Denmark dan Yunani saat berjaya di kesempatan sebelumnya.
Bila Wales mampu jadi juara, maka capaian mereka bisa dibilang lebih hebat dibandingkan Denmark dan Yunani.
Pasalnya Wales belum pernah mengecap atmosfer Piala Eropa di kesempatan sebelumnya. Satu alasan lainnya, Wales butuh tujuh laga untuk menjadi juara, satu laga lebih banyak dari Yunani dan dua laga lebih banyak dari Denmark.
"Kami sudah melebihi harapan publik dengan mencapai semifinal. Namun kami yakin bahwa kami masih bisa melanjutkan langkah di turnamen ini," ujar Bale menegaskan.
(ptr)