Jakarta, CNN Indonesia -- Film
Pendekar Tongkat Emas sudah siap tayang di bioskop 18 Desember mendatang. Dibintangi oleh aktor dan aktris ternama Tanah Air, seperti Christine Hakim, Slamet Rahardjo, Nicholas Saputra, dan Reza Rahadian, film bergenre laga silat ini punya sejuta kisah menarik dari proses pembuatannya.
"Film ini merupakan impian yang ingin saya lihat di layar lebar," kata Mira Lesmana saat acara Indonesia Filmmakers Gathering, di Epicentrum, Jakarta.
Pengalaman saat menonton
Star Wars di bioskop ternyata menjadi alasan Mira. "Waktu saya nonton
Star Wars, saya itu berdiri di bioskop, seperti mau masuk ke layar," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, pada awalnya, Mira sempat berpikir tidak akan dapat merealisasikan film ini. Diakuinya, film
Pendekar Tongkat Emas merupakan proses yang panjang, penuh darah dan air mata. Proposal film ini ia bawa sejak 2006, tetapi ternyata baru dilirik oleh orang lain pada 2010.
"Saya selalu bawa proposal ini dan menunjukkannya pada orang-orang. Banyak yang mengerutkan kening ketika tahu saya mau buat film silat," kata Mira.
Dana juga jadi masalah. Film yang awalnya diperkirakan akan menghabiskan biaya Rp 19 miliar, ternyata membengkak jadi Rp 24 miliar. "Saat kami mulai mengambil gambar, uang yang tersedia hanya cukup untuk pengambilan gambar. Belum memenuhi untuk kebutuhan pasca produksi," kata lulusan Institut Kesenian Jakarta ini.
Proses penulisan juga terus terjadi meski pengambilan gambar tengah berlangsung. Mira kemudian mengajak Jujur Prananto untuk menulis naskah. Lalu disempurnakan lagi oleh Seno Gumira Ajidarma.
Sumba kemudian dipilih karena dapat merepresentasikan latar belakang film ini secara tepat. Selain karena pemandangannya yang memukau, mereka melihat di Sumba ada beberapa titik yang emosinya sangat mengena. “Setiap lokasi harus 'berbicara'," kata Riri Riza yang juga terlibat sebagai produser.
Dipilihnya tempat yang jauh dan terpencil sebagai lokasi pengambilan gambar juga memunculkan masalah tersendiri. Pasalnya, mereka harus mendatangkan 140 orang dari Jakarta ke Sumba. Bahkan, tim artistik harus ke sana dua bulan sebelum pengambilan gambar. “Penginapan, makan, dan peralatan memakan banyak biaya," ujar Mira.
Belum lagi, soal keselamatan tim yang harus diperhatikan. Tim produksi menyiapkan ambulans selama 24 jam. Beberapa pemeran dengan risiko tinggi pun diberi asuransi. Mira menceritakan cedera beberapa kali terjadi, tetapi tidak ada yang signifikan. Selain itu, ada pula 13 orang stuntman yang harus diperhatikan keselamatannya. Karena berkisah tentang silat, para aktor dan aktris pun harus melakukan latihan martial art sekitar empat bulan.
Demi hasil yang sempurna, pengulangan pengambilan gambar dan penambahan ide baru pun kerap terjadi. "Misalnya gambar matahari terbenam. Kami bukan mencari momen matahari terbenam yang paling cantik, melainkan yang paling terasa feel-nya," kata sutradara Ifa Isfansyah. Adanya penambahan ide juga membuat biaya menggemuk. "Saya cukup fleksibel dengan dana apabila ide yang muncul memang bagus," kata Mira. Adapun, proses produksi mencapai 79 hari, mencakup waktu pengambilan gambar 62 hari.
Menurut Mira, di film terbarunya ini, ia merasa sangat bersemangat karena mempelajari hal baru. "Ini adalah pertama kalinya bagi kami membuat film silat," katanya yang mengaku terinspirasi dari komik Pendekar Seruling Gembala. Sang sutradara mengaku banyak menjadikan film silat Tiongkok sebagai referensi.