TOKO BUKU

Nongkrong Asyik Tengah Malam di Toko Buku Taiwan

CNN Indonesia
Senin, 24 Nov 2014 14:18 WIB
Toko buku identik dengan hal membosankan. Tapi The Eslite punya cara unik membuatnya terasa asyik. Dekorasi dibuat lebih gaya. Toko juga dibuka 24 jam.
Ilustrasi rak buku (Jay Mantri)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tengah malam di Taiwan. Orang biasa mungkin akan memilih tidur lelap di atas kasur, atau justru berdandan heboh untuk menggemparkan kelab malam. Tapi ada orang-orang yang pilihannya unik. Mereka keluar rumah untuk bersenang-senang di toko buku.

Berbeda dengan toko buku lain yang selalu tutup bahkan sebelum tengah malam, The Eslite di Taipei justru buka 24 jam. Toko buku yang satu ini ingin menyamai kedai kopi atau kelab malam.

Tak disangka, pengunjungnya ternyata cukup membeludak. Anak muda dan orang tua duduk bersisian, di meja bundar maupun lantai kayu, sama-sama terpikat pada keindahan literasi buku. Apalagi, lantunan musik klasik mengalun lembut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti diberitakan situs CNN, pengunjung toko buku lokal 24 jam itu bahkan melebihi jumlah yang diimpikan toko buku Barat yang hanya hidup di siang hari. Buka pada jam malam rupanya menjadi daya tarik tersendiri bagi pencinta buku.

"Orang-orang di Taipei melakukan banyak hal di malam hari. Anda bisa pergi ke pasar malam, berbelanja, atau bersenang-senang di kelab malam. Saya memilih membaca," kata Wan Hsuan Chang, seorang guru yang juga pengunjung The Eslite.

Malam itu, ia duduk di tengah toko buku, tampak membaca dongeng anak klasik karangan Joan G. Robinson: When Marnie Was There. "Banyak orang mencoba konsentrasi membaca di sini," ucapnya.

Cara bertahan hidup

The Eslite bukan toko buku baru. Cabang pertamanya di Taipei dibangun sejak 1989. Hingga kini, sudah ada 41 toko lain, termasuk di Hong Kong. The Eslite juga akan berekspansi ke Tiongkok.

Namun belakangan, kesuksesan itu berubah jadi bencana. Kompetitor The Eslite bukan lagi toko buku dari Eropa ataupun Amerika yang masuk ke Taiwan, melainkan toko buku online seperti Amazon. Bahkan tokok buku dari Barat, terancam oleh itu.

Di Inggris yang merupakan gudangnya penulis sastra dan penerbit buku, tiga toko buku independen tutup dalam satu dekade terakhir, menurut catatan Booksellers Association yang dikutip CNN.

Penjual buku terbesar di Amerika pun, Barnes & Noble telah menutup tokonya. Alasannya masih berkaitan dengan perjuangan manajemen melawan kompetitor tak kasat mata alias toko buku online.

Dalam kondisi itulah The Eslite merasa tertekan. Salah satu caranya bertahan hidup, mengubah konsep toko buku yang selama ini dijalankan. Toko yang biasanya hanya disinggahi sambil lalu atau bahkan sekadar dilirik mata, dijadikan lebih nyaman.

Toko buku The Eslite kini bukan sekadar rumahnya buku-buku, tetapi juga pencinta buku. Gerainya didekor ulang, dibuat lebih nyaman secara desain. Hasilnya, toko buku jadul itu menjadi lebih gaya.

The Eslite menjadi lima lantai. Masing-masing menyimpan koleksi buku dengan kategori yang berbeda. Ia bahkan dilengkapi kafe dan restoran mungil. Toko buku juga dibuka 24 jam.

Kombinasi literatur dan desain membuat The Eslite menjadi populer. "Kami percaya, semakin digital suatu masyarakat, semakin mereka mencari kehangatan hubungan yang jadi langka," tutur Timothy Wang, juru bicara perusahaan.

The Eslite pun menggeliat lagi. Tercatat, toko buku itu memeroleh US$ 425 juta atau Rp 5,1 triliun di tahun 2013. Sebanyak 40 persennya, dari penjualan buku secara fisik di gerai itu.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER