Jakarta, CNN Indonesia -- Namanya sebagai anggota The Beatles jelas-jelas tercantum dalam buku sejarah di Inggris, namun agaknya Paul McCartney belum bisa menerima kenyataan ini.
Saat didaulat sebagai dosen tamu yang memberikan materi kuliah penulisan lagu di sebuah universitas, ia menyatakan keheranan musiknya dijadikan materi studi para mahasiswa.
"Ini aneh, walaupun di sisi lain sangat membanggakan," katanya dalam sebuah wawancara yang dikemas khusus oleh laman
Paul McCartney.com dan
Impossible.com.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Aneh, karena The Beatles tidak pernah mempelajari apa pun, kami hanya menyukai musik populer macam Elvis Presley, Chuck Berry, Little Richard, Fats Domino, dan lain-lain," kata sang gitaris.
Lebih lanjut McCartney mengungkap, "Musik kami tidak perlu dipelajari. Menurut saya, mempelajari musik kami, justru merusak musik kami."
Sejauh ini memang timbul argumen, bila musik pop dijadikan bagian dari kurikulum formal, maka esensinya musnah.
Kenyataannya, belakang ini sempat timbul perdebatan saat Universitas Harvard mengenalkan kurikulum kelas hip-hop. McCartney pun mengkritiknya.
Dalam pandangan McCartney, sesorang yang mempelajari musik dalam wadah formal tak bisa menjadi musisi yang lebih baik.
"Kalau yang diajarkan adalah sejarahnya, semua jelas bernilai," katanya. "Tapi jangan berpikir Anda masuk kampus, lalu lulus menjadi seperti Bob Dylan. Anda tidak bisa menjadi seperti Bob Dylan."
Di sisi lain, para peneliti di Institut Karolinska di Swedia justru menyatakan, baik teori maupun praktik sama-sama berdampak bagi kemampuan musikal seseorang, seperti mengenal perubahan pitch, melodi dan ritme.
Kemampuan musikal, menurut hasil penelitian tersebut, memiliki komponen genetik raksasa. Bila seseorang tak memiliki peranti kognitif yang tepat, ia tidak akan menjadi seperti McCartney atau John Lennon, sekalipun mati-matian belajar musik.
Para peneliti mengungkap, bakat alami perlu dipupuk. Menanggapi hal ini, McCartney pun menyatakan, tak ada satu pun anggota The Beatles yang mempelajari musik.
"Yang kami pelajari adalah mendengarkan musik," katanya. Dengan terjun langsung ke dunia musik, memudahkan McCartney dan kawan-kawan dalam menggarap lagu pop atau rock.
Ia menambahkan, banyak musisi pop legendaris yang tak pernah "makan sekolah" tapi sukses, seperti Michael Jackson, Jimi Hendrix, Kanye West, komposer Danny Elfman dan gitaris Rage Against the Machine Tom Morello.
Tanpa perlu mengandalkan sistem notasi formal, sebagian dari para musisi ini justru jadi penemu kebaruan dalam bermusik. Lagu-lagu mereka selalu baru dan segar!
Jackson, misalnya, biasa menggumamkan nada-nada yang terlintas di kepalanya, baru kemudian merekamnya menjadi demo lagu. Bukannya menulis not balok.
Namun bukan berarti edukasi sama sekali tak berguna. McCartney tetap berpartisipasi menyajikan program edukasi musikal, juga turut mendirikan Liverpool Institute for Performing Arts.
"Kami melatih orang-orang agar serba bisa," katanya. "Kami berikan mereka informasi. Tapi tidak bisa mendikte mereka menjadi Bob Dylan atau John Lennon. Tak seorang pun mengira bakal sehebat ini."
Kita mungkin tak pernah tahu bagaimana cara mencetak orang yang jenius secara musikal, namun ilmu pengetahuan memperlihatkan bahwa edukasi penting bagi kaum muda, untuk mengembangkan pola pikir.
Hal ini kelak mengembangkan kemampuan dan kegunaan vital kognitif, sekalipun tak berhubungan langsung dengan musik.
Hal lain yang tak kalah penting adalah memiliki renjana atau passion. Jangan cuma bisa bermimpi. Lakukan hal yang diminati dengan penuh semangat!