FILM THE BLACKHAT

Ramuan Kecanggihan dan Eksotika Asia ala Michael Mann

Vega Probo | CNN Indonesia
Rabu, 14 Jan 2015 14:30 WIB
Blackhat adalah impian Michael Mann. Sejak lama, sang sutradara ingin menyuguhkan film yang memadukan kecanggihan digital dan eksotika Asia.
The Blackhat, dibintangi Chris Hemsworth, mengangkat isu yang kini tengah memanas: teror siber. (Dokumentasi Universal Pictures)
Jakarta, CNN Indonesia -- "Tempat itu ramai sekali, bagaimana saya bisa menemukan Anda?" "Saya bisa." Begitulah petikan percakapan antara Sadak (Yorick van Wageningen) dan Nicholas Hathaway (Chris Hemsworth) dalam film The Blackhat, arahan sutradara Michael Mann.

Tempat yang dimaksud tak lain Lapangan Banteng, Jakarta. Digambarkan, suasana lapangan di mana patung Pembebasan Papua Barat berdiri ini sangat ramai oleh pertunjukan seni tari dengan sejumlah penari Bali, pembawa obor dan patung ogoh-ogoh.

Jadi kebanggaan tersendiri bagi penonton Indonesia melihat Jakarta dijadikan lokasi syuting film produksi Hollywood. Lapangan Banteng mendapat porsi besar yang melatari adegan kunci: pertemuan si pelaku kejahatan dan si pembela kebenaran.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Blackhat mengisahkan tentang kerja sama tim China dan Amerika Serikat dalam memberangus teroris siber. Mereka berkeliling Hong Kong, Perak (Malaysia) dan Jakarta (Indonesia) untuk menginvestigasi dan menghentikan aksi sang teroris siber.

Blackhat adalah impian Mann. Sejak lama ia ingin menyuguhkan film yang memadukan kecanggihan digital dan eksotika Asia. Selama ini, Mann dikenal lewat karya-karyanya yang menyinggung perkara hukum atau pelanggaran hukum.

Kali ini, ia mengadaptasi kisah mencekam tentang kejahatan siber yang ditulis Morgan Davis Foehl. Butuh hampir empat tahun bagi Mann untuk menggarap Blackhat. Terhitung sejak Public Enemies (2009), Mann tak merilis film baru.

“Saya vakum untuk menggarap Luck, juga tiga lakon lain, salah satunya Blackhat,” kata Mann dalam wawancara dengan laman Coliider. “Saya memang tertarik melakukan sesuatu di Asia, dan isu serangan siber tiga empat tahun lalu memanas di Amerika.”

Bersama timnya, Mann merancang formula Blackhat di Washington dan Los Angeles, AS. Dari menemukan pemain film sampai ahli siber, yaitu Cybercrime Technical Advisor Michael Panico serta Hacking Consultants Kevin Poulsen dan Chris McKinlay.

Mengisahkan serangan siber yang mengacaukan dunia, Blackhat membuka mata kita agar mewaspadai hal-hal sehari-hari yang tak terduga. “Ibarat tinggal di rumah tanpa pintu dan jendela di lingkungan yang berbahaya,” kata Mann.

Bila dibanding film-film Mann sebelumnya, seperti The Last of the Mohicans (1992), Ali (2001), Collateral (2004), Miami Vice (2006), Hancock (2008), dan Public Enemies (2009), garapan anyar Blackhat terasa “mengejutkan.”

Di luar kewajaran, Blackhat seperti batang kayu yang belum diampelas sempurna. Mann menawarkan efek visual yang tak seberapa canggih, plus jalan cerita yang mudah ditebak. Tanpa Hemsworth sebagai lakon utama, agaknya Blackhat bakal kehilangan greget.

Hemsworth berperan sebagai peretas siber Hathaway yang ditahan akibat ulahnya. Lalu, dibebaskan bersyarat untuk membantu tim China dan Amerika Serikat mengindentifikasikan jaringan global kejahatan siber.

Akting Hemsworth terbilang lumayan. Bisa jadi karena ia memang terpikat isu siber. Dalam sebuah wawancara, Hemsworth mengaku kerap mengulik isu peretas siber, bahkan jauh sebelum membaca naskah Blackhat.

Selain itu, ia sendiri juga mengagumi Mann sebagai “salah satu pembuat film favorit saya.” Sama halnya dengan Hemsworth, pemeran lain  lain Viola Davis, Wang Lee Hom, Wei Tang, pun sama-sama mengagumi Mann dan penasaran isu siber.

Terlepas dari hal itu, visi Mann dalam menggarap isu teroris siber terbilang maju. Ia telah meramu Blackhat sejak empat tahun lalu.  Kini, aksi teror siber tengah memanas seiring kasus serangan siber terhadap Sony Studio yang mengganjal rilis film The Interview.

Film Blackhat tayang di bioskop per 16 Januari 2015.

(vga/vga)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER