5 Pesohor yang Cinta Satwa dan Gugah Dunia

Vega Probo | CNN Indonesia
Sabtu, 14 Feb 2015 16:42 WIB
Kecintaan pada makhluk hidup mendorong kelima pesohor ini untuk bertindak lebih dari sekadar “kasihan.”
Nadine Chandrawinata adalah salah satu artis pencinta satwa (Detikcom/Hasan Alhabshy)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kecintaan pada makhluk hidup mendorong kelima pesohor ini untuk bertindak lebih dari sekadar “kasihan.” Mereka juga beraksi nyata melakukan konservasi dan kampanye cinta satwa.

Sebagaimana kita tahu, populasi satwa kian menyurut seiring gaya hidup sebagian orang yang serakah mengonsumsi dan memanfaatkan bagian tubuh satwa untuk kepentingan dan kepuasaan sesaat.

Untuk itulah, para pesohor melakukan konservasi dan kampanye pelestarian alam. Lima di antaranya, telah melakukan selama bertahun-tahun, dan aksi mereka pun menggugah perhatian dunia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nadine Chandrawinata

Siapa pun tahu Puteri Indonesia 2005 ini memang menggemari kegiatan menyelam, dan bahkan memiliki sebuah majalah yang berfokus pada keindahan surga bawah laut dan etika perjalanan.

Beberapa tahun terakhir, aktris dan model ini berpartisipasi dalam kampanye penyelamatan hiu yang digagas WWF-Indonesia bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.

“Sebagai pencinta laut, saya melihat hiu lebih berharga ketika berenang di lautan dibandingkan berenang di dalam semangkuk sup. Stop shark finning,” katanya sebagaimana dikutip laman WWF.

Kampanye #SOSharks (Save Our Sharks) menghentikan konsumsi berbagai produk dan komoditi hiu di pasar dan restoran, sekaligus menghentikan promosi kuliner hiu di media massa.

Shark Finning adalah tindakan memotong sirip hiu hidup-hidup. Tanpa sirip, hiu akan mati secara perlahan. Bila kebiasaan buruk ini tak dihentikan, dapat memutus rantai ekosistem.

Nadya Hutagalung

Sejak kecil terbiasa melihat ibunya mengoleksi benda-benda berbentuk gajah, membuat Nadya Hutagalung tertular. Satwa berbelalai panjang dan bertelinga lebar ini mengisi renjananya.

Beranjak dewasa, ia menyadari, banyak gajah menderita: dibunuh untuk diambil gadingnya. Model berdarah Batak ini pun tergerak menjadi aktivis lingkungan dan melakukan konservasi.

Bersama National Geographic Channel (NGC), ia memandu acara Let Elephants Be Elephants. Sebulan menetap di Kenya, Afrika, untuk membuat film dokumenter perdagangan ilegal gading gajah.

“Seperti pengalaman spiritual,” kata juri Asia’s Next Top Model ini menceritakan pengalamannya berdekatan dengan kawanan gajah. “Seperti berkomunikasi, seperti ada ikatan kuat.”

Dalam kampanyenya, Nadya mengedukasi penyelamatan gajah dan mewanti-wanti bahaya perburuan gajah. Tak ada artinya memiliki gading bila pada saat yang sama juga harus kehilangan gajah.

Cesar Millan

Sulit membayangkan sosok Cesar Millan tanpa anjing. Pemandu acara Dog Whisperer dan Leader of the Pack di NGC ini sangat akrab dengan si kaki empat yang lucu.

Selain membangun The Millan Foundation, tempat penyelamatan hewan, dan Dog Psychology Center, tempat rehabilitasi anjing, ia juga menulis buku Short Guide to a Happy Dog: 98 Essential Tips and Techniques.

Semula, banyak pihak yang menentang cara Millan. Mereka menuduh Millan tega mengubah perangai anjing agar tunduk pada master atau pemiliknya. Namun Millan menyanggah semua itu.

“Mereka salah paham, yang saya didik justru si pemilik: manusianya, bukan anjingnya,” imigran asal Meksiko ini berkilah. Si pemilik harus berkomitmen penuh merawat anjingnya.

Salah satu cara terbaik menjalin interaksi dengan anjing, menurut Millan, rutin berjalan kaki bersama. Kegiatan ini menyenangkan kedua belah pihak, si pemilik dan si doggie.

Jane Goodall

Melewati usia 20-an di tengah hutan bersama kawanan simpanse? Agaknya tidak banyak perempuan muda yang berani menerima tawaran ini, kecuali Jane Goodall.

“Sejak kecil, saya punya impian pergi ke Afrika, hidup bersama satwa liar,” kata Jane yang kini berusia lanjut, 80-an tahun. Beruntung, sang ibu mendukung keinginan putrinya.

Meskipun impiannya ditertawakan dan ibunya dicemooh (karena membiarkan anak gadisnya ke Afrika), Jane tak menyerah dan tetap antusias. Ia yakin, alam bebas adalah rumahnya.

Pada 1944, saat Perang Dunia II masih berkecamuk, Jane masuk hutan Afrika untuk membaur dan mengobservasi kawanan primata. Ia tak gentar sekalipun primata selalu berlarian dan berkelahi.

Pengalaman ini dituangkan dalam buku Through A Window: My Thirty Years with the Chimpanzees of Gombe. Selama lima dekade, Jane mengabdikan dirinya untuk konservasi dan edukasi primata.

Tim Laman

Memanjat pohon hingga kaki kram, tak peduli kehujanan dan kepanasan. Semua ini dilakukan Tim Laman untuk mengabadikan “aksi teatrikal” kawanan burung cendrawasih di habitatnya.

Sejak 2004 hingga 2011, Laman bersama ornithologist Edwin Scholes berada di Papua (ia menyebutnya, New Guinea) dan Australia untuk memotret dan merekam video sang burung nirwana.

Hasilnya, sebanyak 39 species unggas yang dijulukinya birds of paradise didokumentasikan dengan sangat baik. Terutama rekaman yang memperlihatkan burung-burung ini menari dan menyanyi.

Semua itu terangkum dalam program televisi NGC Birds of Paradise: Extreme, Bizarre, Extraordinary, juga buku Birds of Paradise: Revealing the World’s Most Extraordinary Birds.

“Mereka sangat menggoda, mistik,” kata ahli biologi dan fotografer alam liar ini tentang burung famili Corvoidea. “Saya tertarik mengeksplorasi lebih jauh.”

(vga)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER