JAVA JAZZ FESTIVAL 2015

Tulus, 'Sang Gajah' yang Tulus Bermusik

Tri Wahyuni | CNN Indonesia
Minggu, 08 Mar 2015 19:43 WIB
Di panggung Java Jazz, tiga kali sudah Tulus unjuk gigi. Namun itu juga masih belum cukup membuatnya santai menyanyikan lagu-lagu yang biasa ia bawakan.
Tulus
Jakarta, CNN Indonesia -- Orang bilang, bisa karena biasa. Namun begitu banyak panggung yang telah dijejaki Tulus tak menjadi jaminan baginya untuk bisa mengatasi rasa gugup. Pelantun Gajah itu mengaku masih sering gugup menghadapi banyak penonton yang menyaksikan aksinya secara langsung.

Di panggung Java Jazz, tiga kali sudah Tulus unjuk gigi. Namun itu juga masih belum cukup membuatnya santai menyanyikan lagu-lagu yang biasa ia bawakan. Tulus mengakuinya dengan bersahaja saat ditemui usai pentas di Java Jazz Festival 2015, di Kemayoran, Jakarta, Sabtu (7/3) malam.

"Dari tahun ke tahun tadinya saya pikir bakal lebih santai, enggak akan terlalu deg-degan atau gimana. Tapi ternyata sama saja. Dari tahun ke tahun malah lebih (deh-degan)," ucap pelantun lagu Teman Hidup itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kegugupan itu bukan tanpa alasan. Jumlah penonton Tulus selalu bertambah dari satu konser ke konser lain. Kondisi itu membuat penyanyi yang pernah digosipkan dengan Raisa Andriana itu merasa punya tanggung jawab yang lebih besar. Niatnya tulus, memuaskan para penonton setianya.

"Musiknya berkembang, jadi mungkin yang kasih apresiasi juga jumlahnya berkembang, yang datang lebih banyak," ucapnya. "Tanggung jawabnya juga jadi lebih besar."

Terbebani apresiasi

Umur Tulus di industri musik Indonesia memang belum bisa dibilang lama. Namun, usaha yang dilakukan sudah bisa dibilang sukses karena berhasil merebut pasarnya sendiri.

Penonton yang membeludak adalah salah satu buktinya. Belum lagi album musik yang selalu diburu, nyanyian yang selalu berada di posisi tinggi di tangga lagu radio, dan banyaknya tawaran manggung. Tapi, banyak pujian atas karyanya itu justru tidak membuat Tulus bernapas lega. Itu bagai beban baru baginya.

"Kalau mendapat pujian untuk karya pribadi, saya bersyukur dulu, tapi selanjutnya pasti jadi beban. Karena berkarya yang baik akan lebih mudah daripada mempertahankan karya yang baik," tuturnya filosofis.

Karya musik Tulus memang tergolong khas. Lantunan musiknya enak didengar, liriknya pun sederhana. Tak heran jika banyak orang yang menyukai karyanya. Ia sendiri yang membuat lirik-lirik lagunya. Sumber inspirasinya tak terhingga. Karyanya pun selalu punya tema beragam.

"Inspirasi itu dari mana saja. Kadang dicari banget malah enggak ada. Bisa dapat dari bengong di kamar tidur atau lagi jalan-jalan sendirian atau kumpul sama teman," ujarnya menyebutkan. Yang jelas, karyanya selalu jujur dan sederhana. Musiknya juga tak muluk-muluk. Itu yang disukai penggemar.

Fanatisme dan estetika, lebih penting mana?

Kualitas karya itu otomatis mendatangkan berkah bagi sang penyanyi berperawakan tinggi. Karyanya yang nyaman di telinga dengan lantunan musik dan lirik yang indah dan membuat siapa saja ingin mendengarkan serta menyanyikan itu melahirkan banyak penggemar setia.

Bukan sekadar setia, beberapa malah fanatik. Hadir di setiap pertunjukan musiknya dengan mata berbinar-binar dan senyum yang merekah lebar, Tulus selalu sukses membuat mereka terpana.

Namun, ada yang lebih penting bagi Tulus ketimbang sekadar binar mata dan rekah senyum. Ketika dihadapkan tentang pertanyaan memilih mempertahankan penggemar atau mementingkan estetika karya, Tulus memilih yang kedua.

"Kalau kita dapat penggemar, akan sangat percuma kalau tidak bisa memberikan sesuatu buat mereka. Sejujurnya harus (memilih) estetika, karena toh akhirnya karya akan dinikmati oleh orang yang mendengarkan," katanya beralasan.

"Masalah seberapa fanatik orang mendengarkan karya saya, itu urusan nanti. Tapi karya yang ditawarkan, nomor satu harus estetis," ia melanjutkan.

Sekali lagi, sesuai namanya, Tulus hanya berniat tulus. Selain mempersembahkan penampilan terbaik di setiap panggung, ia juga ingin pendengarnya mendapat karya terapik. Tujuannya memasuki belantika musik Indonesia hanya satu. Bukan demi popularitas, melainkan karya berkualitas.

Tulus mengaku tidal memiliki target apa pun, selain terus berkarya. "Saya ingin terus bisa merekam apa yang ada di imajinasi dan kreativitas jadi sebuah karya dan lebih bermanfaat untuk didengar," katanya. "Target saya murni ingin berkarya di Indonesia."

Apa yang lebih tulus dari itu?

(rsa/utw)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER