Jakarta, CNN Indonesia -- Lazimnya, film yang ditayangkan di bioskop berdurasi lama, sekitar 100 menit. Kini, selama diadakan XXI Short Film Festival (SFF) di XXI Epicentrum, Kuningan, Jakarta (18-22/3),
moviegoers bisa memirsa film pendek berdurasi di bawah 50 menit.
Sekalipun berdurasi singkat, bukan lantas ecek-ecek. Sebaliknya, film-film pendek yang ditayangkan di SFF ke-tiga ini bermutu. Rangkaian imaji bergeraknya dibuat layaknya film panjang atau
feature. Yang membanggakan, film pendek ini dibuat kaum muda.
Sejak tahun lalu, pihak penyelenggara telah membuka kompetisi film pendek. Hasilnya, 651 pendaftar mengompetisikan karyanya. Mereka berasal dari seluruh daerah di Indonesia, bahkan dari San Fransisco, Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah melalui proses seleksi oleh para juri kompeten, terpilih 26 film finalis untuk tiga kategori yang akan ditayangkan selama tiga hari di layar XXI. Asyiknya, film-film pendek karya kaum muda ini bisa ditonton secara cuma-cuma.
"Tahun ini mengalami peningkatan lebih dari 50 persen dari jumlah pendaftar," ujar Catherine Keng, Festival Director SFF saat pembukaan XXI SFF 2015 di XXI Epicentrum, Kuningan Jakarta Selatan (18/3).
Ketiga kategori kompetisi di SFF tahun ini adalah Short Fiction Competition yang memiliki sembilan finalis, Short Documentary Competition yang memiliki enam finalis, dan Short Animation Competition yang memiliki delapan finalis.
Di luar kategori tersebut, terdapat sepuluh film pendek yang dianggap layak tayang oleh para juri sehingga dimasukkan dalam kategori terpisah, Out of Competition.
XXI SFF tahun ini dijurikan oleh beberapa nama terkenal seperti Teddy Soeriaatmadja, Leni Lolang, Reza Rahadian, Dana Riza, dan Dimas Djayadiningrat.
Beberapa film pendek menjadi bahan perbincangan dalam SFF tahun ini, sebut saja
Ijolan karya Eka Susilawati, pelajar 16 tahun asal Purbalingga. Hebatnya, ia mengerjakan sendiri semua tugas, dari menulis naskah, mengambil gambar, hingga akting.
Kemudian ada
Lemantun karya Wregas Bhanuteja yang menjadi salah satu perwakilan Indonesia ke festival film Berlin, atau Berlinale tahun lalu.
Lalu, ada B.W. Purba Negara yang berhasil menjadi satu-satunya finalis yang menempatkan dua film karyanya dalam jajaran film finalis SFF di dua genre yang berbeda, film-film tersebut berjudul
Digdaya Ing Bebaya dan
Jerat Samsara.Festival film ini diapresiasi oleh para
film maker Indonesia. Para sineas menyambut baik dari penyelenggaraan festival ini dan berharap dapat dipertahankan serta semakin ditingkatkan kualitasnya.
"Festival film ini ke depannya harus dapat mencakup ke berbagai tempat,” kata Wregas kepada CNN Indonesia selepas merilis film
Lemantun.
Lebih jauh Wrega menambahkan tujuannya, “agar
film maker dapat berdialog dengan masyarakat seperti di desa ataupun perkampungan. Itulah wajah penonton Indonesia, yang belum pernah ke bioskop untuk menonton dan hanya melalui layar tancap.”
(vga/vga)