Jakarta, CNN Indonesia -- Memulai bisnis dengan modal awal ala kadarnya, Rp70 ribu, siapa pun tak akan mengira kelak bisnis bisa berkembang pesat. Inilah yang dirasakan duo juragan Kaskus, Andrew Darwis dan Ken Dean Lawadinata.
Dalam jumpa pers yang diadakan baru-baru ini di kawasan Kebayoran, Jakarta, keduanya berbagi kisah merintis Kaskus. Andrew tak mengira Kaskus mencapai titik ini Dia merasa kesuksesan situsnya seperti "mimpi."
"Dari cuma tugas sekolah, dipakai buat
share informasi, jual beli barang,
sharing foto dan video,
emang enggak pernah kepikiran," kata Andrew. "Sampai sekarang pun masih
ngerasa ini
bener atau enggak ya."
"Dulu, saya bikin di laptop sendirian, terus sekarang jutaan orang yang akses. Jadi kalau dibilang mimpi ya mimpi, mudah mudahan jangan sampai kaget
kebangun dari mimpi," ujarnya sambil tertawa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ken, partnernya dalam merintis situs web Kaskus, justru menyoroti peluang ledakan internet di Indonesia. Ketika keduanya berkuliah di Seattle, AS, Ken lah yang mendorong Andrew kembali ke Indonesia untuk serius menggarap Kaskus.
Semasa kuliah, Ken melihat perbedaan mencolok antara penggunaan internet di Indonesia dan AS. Menurutnya, dulu, penggunaan internet di Indonesia terbilang mewah, karena akses dan kecepatan masih terbatas. Sementara di AS, hampir tiap aspek kehidupan dibantu internet.
"Pas ngobrol sama Andrew, kami
mikir ini problemnya adalah kapan internet meledak di Indonesia," kata Ken. Tak ingin melewatkan momen "internet meledak di Indonesia," mereka pun kembali ke Tanah Air dan mulai menggarap Kaskus.
"Kami hadir di waktu yang tepat lah waktu itu," tukas Ken yang kembali ke Tanah Air, pada 2008. Saat itu juga mereka memindahkan semua server ke Indonesia.
"Kami enggak sadar seberapa besar Kaskus di Indonesia. Yang kami pikir: enggak ada lah yang pakai Kaskus," kata Ken. "Kami enggak sadar, waktu itu, orang-orang di sekeliling kami
udah pakai Kaskus."
Lalu, Ken menceritakan pengalamannya suatu kali membeli server di pusat perbelanjaan elektronik di kawasan Mangga Dua, Jakarta. "Pas kami beli, mereka nanya, 'Beli begini banyak buat
apaan? Emang lu segede Kaskus?'" ujar Ken menirukan ucapan si penjual.
Berbeda dengan Ken, Andrew yang sudah mulai merintis pekerjaan di Amerika awalnya tak ingin kembali ke Indonesia. Menurutnya jika kembali ke Indonesia, dia tidak bisa mengembalikan modalnya untuk berkuliah.
Andrew pun sudah merasa nyaman dengan kehidupannya di Amerika, sampai suatu saat Ken menunjukkan betapa besar ciptaannya kini di kampung halaman.
"Paling
memorable itu pas dia
maksa gue balik. Dia bilang, mau ajak jalan-jalan. Ternyata dia
udah ada
plan buat Kaskus. Ken ajak gue ke Mal Taman Anggrek," ujar Andrew.
"Jadi pas
nunggu di kafe, ada orang ketawa-tawa, taunya lagi
ngaskus," Andrew menambahkan. "Itu pertama kali gue
liat orang
ngaskus live. Ternyata yang kami bikin ada yang pakai."
(vga/vga)