Jakarta, CNN Indonesia -- Puluhan tahun Dustin Hoffman menjalani karier berakting. Puluhan film pula ia mainkan. Antusiasmenya di belakang layar juga menyala-nyala. Namun pemegang nominasi Academy Awards tujuh kali itu tiba-tiba mengaku kecewa.
Ia mengeluh tentang dunia perfilman, bidang yang selama ini ia lakoni. Menurutnya film sekarang jauh dibanding perkembangan televisi.
"Saya pikir sekarang televisi adalah yang terbaik dari yang pernah ada dan saya pikir ini adalah yang terburuk dari yang pernah ada," ucapnya, dikutip Independent. "Selama 50 tahun saya mengerjakannya, ini yang terburuk," bintang
Finding Neverland itu melanjutkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia membandingkan film di masa lalu dengan
blockbuster yang muncul sekarang. Proses produksi
The Gradute, filmnya yang rilis pada 1967 misalnya, membutuhkan perjuangan keras.
"Kami mengerjakannya dan film itu masih dikenal. Dia punya skenario hebat yang butuh tiga tahun menyelesaikannya, serta sutradara, kru, dan pemain luar biasa. Tapi itu film kecil, dengan empat batas dinding dan aktor, serta 100 hari pengambilan gambar," tuturnya.
Sedangkan kebanyakan film sekarang, tidak jauh dari adaptasi komik atau cerita tentang robot, hanya dibuat sekitar 20 hari. Salah satu alasannya adalah teknologi digital yang memungkinkan para sineas mengambil lebih banyak adegan dalam sehari dibanding biasanya.
Dengan begitu, biaya lebih bisa ditekan, serta lebih banyak film bisa dihasilkan. "Sulit dipercaya, Anda bisa melakukan pekerjaan bagus hanya dengan uang sedikit hari ini," katanya.
Hoffman juga menjadi "korban" perputaran waktu. Dari film ke film, perannya berubah dari pemeran utama menjadi pemeran pembantu.
"Bagi kebanyakan aktor, mereka memulai dengan peran pembantu. Saya bahkan bukan pemeran pembantu, lebih kecil dari itu. Tapi jika beruntung Anda akan mengembangkan itu menjadi bintang utama," kata Hoffman menjabarkan. Namun di usia tertentu, siklus berubah.
"Anda mencapai usia tertentu dan tidak lagi menjadi bintang utama. Sayangnya perempuan biasanya mencapainya lebih dahulu. Dan Anda menjadi pemeran pembantu lagi," lanjutnya.
Namun Hoffman bisa menjadi anomali dalam
Boychoir. Ia tetap pemeran utama, sebab sudah punya nama. "Dalam film itu, jika saya bukan orang yang punya nama, saya juga bakal jadi sekadar pendukung. Sebab filmnya memang kisah tentang anak-anak itu," kata Hoffman.
Bintang
All the President's Men itu mengaku tidak melakukan hal luar biasa dalam aktingnya. Ia punya pesona, karisma, namun tidak ia sadari. "Yang saya tahu hanyalah, semakin lama Anda eksis, semakin sulit pula Anda 'dibunuh,'" ujarnya menegaskan.
Namun jika suatu saat Hoffman telah mencapai masanya untuk mundur dari dunia perfilman, apa yang akan ia lakukan? Mungkin memenuhi ambisi terbesarnya: menjadi pianis. Hoffman menyesal mengapa ia tak punya bakat di situ.
"Saya mencintainya lebih dari apa pun. Tapi saya tidak bisa memainkannya dengan baik. Jika Tuhan menepuk pundah saya sekarang dan berkata, 'Sudah cukup berakting. Kamu jadi pianis jazz.' Saya tidak bisa membaca musik, saya tidak punya kuping bagus. Tapi saya menginginkannya. Saya senang melakukannya."
(rsa/rsa)