Jakarta, CNN Indonesia -- Jangan pernah menyepelekan ide yang sepintas tampak ecek-ecek. Justru dari ide sepele itu bisa mewujud sesuatu luar biasa dan berdampak besar bagi dunia.
Seperti ide sederhana yang dicetuskan pria Inggris bernama Sir Hugh Beaver saat tengah berburu burung, pada awal November 1951, di North Slob, dekat River Slaney di County Wexford, Irlandia.
Tak ada satu pun hasil buruan didapat, Beaver melontarkan pertanyaan kepada rekan-rekannya, burung manakah yang paling cepat melesat terbang di udara: golden plover atau grouse?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak beroleh jawaban yang meyakinkan, Beaver pun berusaha mencari tahu lewat buku-buku. Lagi-lagi, buntu. Dari sinilah tercetus ide menggarap buku yang bisa menjawab pertanyaan populer.
Terbayang betapa sulitnya Beaver mengumpulkan referensi dan data mengingat kala itu internet hanya populer di kalangan militer, dan belum menyentuh kaum sipil.
Beaver yang ketika itu menjabat sebagai Direktur Pelaksana Guinness Brewery lantas diberitahu salah seorang stafnya, Christopher Chataway soal si kembar McWhirter.
Norris and Ross McWhirter, si kembar teman sekampus Chataway di London, kebetulan memang gemar mengumpulkan fakta dan data dan memuatnya dalam buku yang diedarkan secara terbatas.
Kerja sama Beaver dan si kembar McWhirter pun dijalin. Awalnya, mereka hanya membuat buku kompilasi sebagai bagian dari promo bir Guinness agar menarik lebih banyak penggemar.
Tak disangka, edisi pertama Guinnes Book of Records yang diedarkan pada 27 Agustus 1955 itu laris manis, bahkan dicetak ulang. Termasuk laris diburu sebagai kado Natal.
“Semula buku ini dibagikan sebagai bagian dari pemasaran—sama sekali tak ditujukan sebagai mesin pencetak uang,” kata Beaver, suatu kali. Tak pernah diduga, ide sederhana mewujud luar biasa.
Sejak itu, Guinnes Book of Records diedarkan secara rutin, hampir saban tahun. Memasuki milenium ke-dua, namanya berubah menjadi Guinness World Records dan jadi merek dunia.
Buku ini mencatat rekornya sendiri: terjual 100 juta kopi, diedarkan di 100 negara dan dialihbahasakan ke 37 bahasa dunia. Dari sekadar
merchandise bir bagian dari pemasaran, kini menjadi "buku catatan" yang fenomenal.
(vga/vga)