Jakarta, CNN Indonesia -- Dari film-film pahlawan super yang dirilisnya, Marvel Universe terasa seperti dunia para dewa. Megah, berkarakter, dan mendominasi. Ia seperti tak terjangkau. Namun bukan berarti dunia itu tak tersentuh. Anak muda Indonesia bahkan pernah berkutat dan di dalamnya.
Jessica Kholinne, komikus perempuan yang pernah bekerja lepas untuk Marvel mengakui, tidak sedikit talenta Indonesia yang diboyong industri komik terbesar di Amerika Serikat itu. Ia tidak bisa menyebutkan jumlah pasti.
Namun berdasarkan pengalamannya sendiri, satu komikus bisa bekerja berkali-kali untuk sebuah penerbit besar semacam Marvel. "Komik pahlawan super AS biasanya per
art. Misal
art ini cuma tiga judul, bisa juga lima judul, atau sampai 10 judul. Masing-masing art timnya beda. Kalau mau ganti di judul ke-11, biasanya di situ mencari tim baru," kata Jessica menerangkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia pernah direkrut untuk satu art di Marvel, lalu satu art lagi di DC Comics, selanjutnya kembali ke Marvel, kemudian ke DC Comics lagi, dan seterusnya bergantian. "Saya lupa berapa kali, yang jelas cepat banget," ujarnya.
Di Marvel, Jessica pernah mengerjakan komik seperti
X-Treme X-Men dan
Journey into Mystery. Salah satu komik besar yang ditanganinya di DC Comics adalah
Power Girl.
Ditemui CNN Indonesia di kantornya, Stellar Labs di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan Jessica mengatakan menembus penerbitan komik besar seperti Marvel dan DC tidaklah susah.
"Bisa masuk lewat studio. Studio itu akan ditawari
pitching untuk Marvel atau DC. Yang terpilih ya dapat. Kalau kita kerja di studio itu, bisa kerja juga untuk Marvel atau DC," tuturnya. Ia pernah mengalaminya. Namun untuk Marvel dan DC, bukan jalan itu yang ia tempuh.
"Saya masuk dengan mengambil proyek
publisher lain. Aku kerjain satu title dan portofolionya kayaknya bagus. Jadi dapat
title di DC, boleh
join di
Power Girl. Dari situ dapat
title lagi, bolak-balik DC dan Marvel," ucapnya.
Jessica bercerita, pencari talenta dari Marvel dan DC memang sering berburu ke negara-negara lain, tidak hanya sekitar Amerika atau Eropa. Negara-negara Asia seperti Malaysia, Singapura, dan Indonesia pun diliriknya.
"Biar mendapat fresh talent, jadi gambarnya tidak monoton itu saja, enggak
stuck di era itu terus," ia menerangkan alasannya. Selain itu, menurutnya mencari talenta sama seperti mengembangkan sayap mencari banyak pembaca.
 Salah satu karya Jessica Kholinne. (CNN Indonesia/Teguh Yuniswan) |
Jika tim pembuat komiknya berasal dari Indonesia misalnya, lanjut Jessica, orang setempat akan penasaran dan tertarik membeli serta membaca komiknya. "Tapi selama ini di Indonesia, respons pencari talentanya bagus."
Secara pembayaran, Indonesia juga tidak dianaktirikan. Jessica menuturkan, penerbit besar seperti Marvel dan DC biasanya punya standar pembayaran yang sama di mana pun negaranya. Kecuali, statusnya sudah selebriti.
"Kalau si A yang menggambar bisa memastikan ada 100 ribu orang yang pasti beli judulnya,
rating dia pasti beda dengan orang yang baru masuk," alumnus desain Trisakti itu berkata.
Mengingat apresiasi pencari talenta yang bagus terhadap Indonesia, Jessica menganggap perkembangan industri komik di negeri ini mulai bagus. Buktinya, beberapa tahun terakhir semakin banyak pameran komik di Indonesia.
"Masih
secondary, tapi tidak lagi dipandang sebelah mata. Industrinya sudah siap membuat karakter, tinggal kita butuh masyarakatnya dan investor," kata Jessica menjabarkan.
Jessica menjelaskan, menjadi komikus untuk Marvel atau DC bisa melalui banyak cara. Tidak harus sebagai penulis cerita atau penggambar. Di dunia komik, masih ada bagian lain yang lebih detail dan bisa dieksplorasi lebih.
Ia sendiri lebih dikenal sebagai seorang
colorist, atau pemberi warna pada komik. "Komikus itu ada macam-macam. Yang gambar namanya
penciller, yang menulis
writer, yang mewarnai
colorist, yang memberi balon kata namanya
letterer, ada editor segala macam."
Ketika menggarap untuk Marvel, DC, atau penerbit komik lain di luar Indonesia, seluruh proses menggunakan surat elektronik. Sebagai colorist, Jessica biasanya kebagian paling akhir. Lazimnya, target penggarapan satu atau dua bulan untuk satu judul komik, 20 halaman.
"Itu termasuk sudah menulis, menggambar, mewarnai, dan memberi balon kata. Karena
colorist dapatnya terakhir jadi tergantung
penciller-nya, lama enggak. Rata-rata saya dikasih dua minggu untuk mewarnai 20 halaman."
Terkadang, Jessica bercerita, ia tinggal mewarnai sesuai dengan goresan di komik-komik sebelumnya, jika yang didapat adalah judul terusan. Tapi mungkin juga di draft yang ia terima ada petunjuk dan aturan mewarnai, jika penerbit ingin ada perbedaan di komik itu.
Enaknya, kamu dibayar untuk mewarnai komik biar bagus dan banyak yang beli.Jessica Kholinne, colorist |
"Misalnya di komik ke-10 penulis bilang, karakter A warna bajunya diganti. Kita boleh kasih warna apa saja, terserah. Tapi bisa juga spesifik, diatur butuh warna seperti ini karena nanti ada adegan seperti ini," katanya.
Penulis juga bisa memberi petunjuk warna apa yang "terlarang" karena tidak cocok dengan adegan dan karakter sang tokoh komiknya.
Masih kata Jessica, dalam beberapa kasus colorist punya filosofi tertentu saat mewarnai. Terutama jika berkaitan dengan pahlawan super. "Captain America misalnya, warnanya merah biru yang sangat patriotik dengan bendera Amerika. Captain British di Marvel pun warnanya melambangkan bendera Inggris."
Karakter pahlawan super lain, misalnya Iron Man. "Dia karakternya suka pamer dan sombong. Enggak bakal mau dia pakai warna kalem. Kalau bisa ya pakai warna emas dan merah," ujarnya.
Menurut Jessica, warna bisa sangat memengaruhi kualitas komik. Sebagus apa pun gambarnya, jika warnanya tidak mendukung pembaca tidak akan tertarik. "Tapi kalau warna bisa kasih
compliment ke
line art, pas dibuka jadi
delicious colour. Enggak bikin
turn off meskipun komiknya sederhana," tutur Jessica.
Ia mengakui,
colorist di Indonesia memang belum populer, karena kebanyakan komik yang masuk dari Jepang dan hanya hitam putih. Namun di negara lain seperti Hong Kong, Amerika Serikat, dan Eropa profesi itu amat populer.
"Enaknya, kamu dibayar untuk mewarnai komik biar bagus dan banyak yang beli," ucap Jessica tentang pekerjaannya, sembari tersenyum.