Jakarta, CNN Indonesia -- Perhelatan akbar seni rupa dua tahunan Jakarta Biennale kembali meramaikan ranah seni rupa Indonesia. Kali ini, pagelaran tersebut mengusung tema
Maju Kena, Mundur Kena: Bertindak Sekarang.Untuk pertama kali, Jakarta Biennale 2015 menggandeng kurator asing asal Skotlandia, Charles Esche, yang juga bertindak sebagai mentor bagi para kurator muda Indonesia.
Keterlibatan para kurator muda dalam acara seni rupa bergengsi ini adalah membuka peluang bagi para seniman dari daerahnya masing-masing untuk menampilkan karya seni mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi ada dua macam kurator di perhelatan Jakarta Biennale tahun ini, yakni
Emerging Curator dan
Established Curator," ujar salah seorang kurator muda, Irma Chantily, kepada CNN Indonesia saat ditemui di Jakarta, pada Kamis (29/10).
Mengutip pernyataannya,
Emerging Curator adalah kurator muda yang namanya masih belum terdengar di kalangan masyarakat. Selain itu, mereka pun masih minim pengalaman bila dibandingkan dengan
Established Curator.
"
Established Curator itu ya seperti Charles, jam terbangnya sudah tinggi dan memiliki banyak pengalaman di kancah internasional," Irma menjelaskan.
Charles Esche sendiri sudah merasakan beberapa perhelatan Biennale di berbagai belahan dunia, seperti di Gwangju Biennale 2002, Istanbul Biennale 2009, Sao Paulo 2014, dan kini ia merapat ke Jakarta Biennale 2015.
Selain menjadi kurator, Charles juga mengelola sebuah museum di Eindhoven, Belanda. Museum itu dikenal dengan nama Van Abbemuseum.
Para
Emerging Curator memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Irma sendiri adalah seorang penikmat fotografi, selain itu ada Anwar "Jimpe" Rachman adalah kurator asal Makassar yang bergelut di bidang literatur.
"Dengan memiliki latar belakang yang berbeda, para
Emerging Curator ini akan memperkaya cakupan Jakarta Biennale itu sendiri," tambah Irma.
Menurut salah seorang kurator lainnya, Benny Wicaksono, dengan kehadiran Charles dalam tim kurator kali ini, mereka akan dapat belajar banyak darinya dalam masalah kuratorial.
"Kehadiran Charles dalam tim kurator tahun ini memberikan banyak keuntungan, kami bisa belajar banyak dari dirinya yang sudah memiliki jam terbang di kancah internasional," tutur Benny yang datang dari Surabaya.
"Ini adalah suatu hal yang menarik, ajang Jakarta Biennale ini dapat dijadikan suatu pengalaman belajar bagi kami."
Dengan adanya
Established Curator, para kurator muda akan dapat menggali potensi mereka masing-masing dengan latar belakang yang berbeda pula.
Proses pembelajaran ini, mengutip pernyataan Benny, memiliki sifat berkelanjutan. Ketika Jakarta Biennale sudah berakhir, mereka akan bisa mengaplikasikan pembelajaran yang mereka dapatkan ke tengah masyarakat.
Selain Irma, Benny dan Jimpe, terdapat kurator dari Aceh, yakni Putra Hidayatullah. Kemudian ada Riksa Afiaty dan Asep Topan dari Bandung.
Seluruh kurator Jakarta Biennale tahun ini, pertama kali dipertemukan pada Januari 2015. Sejak saat itu, mereka rutin mengadakan pertemuan untuk menentukan berbagai macam seniman yang pantas mendapatkan tempat di Jakarta Biennale.
Jakarta Biennale 2015 akan diselenggarakan di Gedung Sarinah, Jakarta. Perhelatan seni rupa kontemporer ini akan dimulai sejak 14 November 2015 mendatang.
(vga/vga)