Ubud, CNN Indonesia -- Kebakaran hutan ganas yang melanda berbagai wilayah di Indonesia ikut diangkat sebagai tema bahasan dalam
Ubud Writers & Readers Festival yang digelar di Bali. Salah satu diskusi panel yang digelar hari ini, Sabtu (31/10), mengambil judul
Heart of Haze.
Diskusi ini menghadirkan empat narasumber. Pertama, David Metcalf, fotografer dan Juru Bicara Suku Dayak yang menetap di Ubud. Kedua, Asuy, pemimpin komunitas Dayak Benuaq dari Muara Tae di Kutai Barat, Kalimantan Timur, yang juga anggota Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
Asuy dan komunitasnya telah 30 tahun menentang perusahaan pertambangan, perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan (HPH), dan perusahaan pemegang hak atas hutan tanaman industri (HTI) yang ia anggap “mengambil” hutan dari rakyat.
HPH ialah hak untuk mengelola lahan di dalam kawasan hutan produksi yang mencakup kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan hasil, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan. Izin HPH diberikan oleh pemerintah untuk kegiatan tebang pilih di hutan-hutan alam dalam kurun waktu tertentu, dan dapat diperbarui untuk periode berikutnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara HTI ialah hutan yang ditanami tanaman industri bertipe sejenis, terutama kayu, agar menjadi hutan yang secara khusus dapat dieksploitasi tanpa membebani hutan alami. Hasil HTI biasanya berupa kayu untuk bahan baku kertas dan
pulp (bubur kertas). HTI mulai dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1990-an di Sumatra Selatan dan Riau.
Selain Metcalf dan Asuy, narasumber ketiga dalam diskusi
Heart of Haze ialah Suzanne, warga Inggris yang bekerja untuk OuTrop, organisasi nonpemerintah berbasis di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yang menaruh perhatian pada perlindungan rawa gambut Hutan Sabangau yang merupakan rumah bagi populasi orangutan terbesar di dunia.
Menyusul bencana kabut asap akibat kebakaran hutan yang terjadi di banyak daerah di Indonesia, OuTrop mengupayakan penyediaan perlengkapan pemadam kebakaran dan masker N95 untuk masyarakat yang menjadi korban di Kalimantan.
Berikutnya narasumber keempat adalah Dewi Shanti, warga Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yang merupakan salah satu kota terdampak paling parah kabut asap di Indonesia. Selama ini, Dewi yang berada di pusat asap mengorganisasi demonstrasi di luar Gedung DPRD Palangkaraya.
Dia juga menyediakan makanan untuk pemadam kebakaran hutan, membantu menyediakan masker untuk anak-anak yang paling rawan terkena asap. Dewi berperan penting dalam film dokumenter The Heart of Haze yang diproduksi Channel NewsAsia.
Ubud Writers & Readers Festival menyebut diskusi panel
Heart of Haze dengan para narasumber itu akan menyoroti kebakaran hutan di Indonesia yang disebut sebagai “kejahatan lingkungan terbesar abad ini.”
(agk)