Ubud, CNN Indonesia -- Tak ada yang bisa menemukan nama Emma Harrison Clark di sampul buku mana pun. Padahal setahun belakangan saja, ia sudah menulis setidaknya enam novel romantis. Bukunya pun laris dibeli di Amazon.
Nama Emma sama sekali tak tercantum, bahkan fotonya, karena ia seorang penulis hantu atau
ghoswriter. Kepada CNN Indonesia ia bercerita, karier sebagai
ghostwriter diawali sejak bercerai dan hidup sendiri.
"Saya awalnya seorang
copywriter. Setelah cerai, saya terbiasa hidup sendiri. Tapi tiba-tiba tawaran datang," katanya saat ditemui di Ubud, Bali beberapa waktu lalu. Kebetulan Emma sedang butuh tambahan uang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia pun mengiyakan. Buku pertamanya bertema sensitif, tentang perdagangan manusia dan prostitusi. Namun, ada romansa di antaranya. Mendadak kemudian Emma menjadi penulis buku romantis yang berkelanjutan.
Tulisannya pun ditunggu. Setiap novel dikerjakan hanya dalam dua bulan. "Pasar buku romansa di Amazon sangat cepat. Selera makan mereka sangat lahap," tuturnya.
Jika melempar buku yang disebut bagian pertama ke pasar, lanjut Emma, Anda sudah harus siap dengan bagian ke-dua, ke-tiga, dan seterusnya. "Atau mereka akan pindah ke penulis lain. Mereka sangat ketagihan romantisme," kata Emma menjelaskan.
Masing-masing novelnya ditulis dalam 55.000 kata. Ia dibayar berdasarkan itu. "Jadi saya menulis sekitar tiga ribu kata per hari. Cukup berat, tentu saja," ucapnya.
Uniknya, Emma menelurkan buku sebagai
ghostwriter tanpa tahu bagaimana menulis sebuah buku. Ia belum pernah punya karya fiksi. "Saya bahkan harus mencari di Google bagaimana struktur membuat buku," katanya.
Ia juga bertanya pada banyak orang yang sudah berpengalaman. Beruntung, menulis buku fiksi sudah punya "formula" tersendiri. "Kadang harus naik, turun, mencapai klimaks, lalu turun lagi."
Meski berat, ia merasa menikmati proses menulisnya. Dan saat buku pertamanya, yang tidak menyebutkan namanya, terpampang di Amazon, Emma mengaku sama sekali tidak menyesal. Ia justru merasa bangga karena orang-orang tidak tahu itu buku karyanya.
Lagipula, buku itu sangat bukan dirinya. Orang juga tidak percaya ia akan menulis romansa. Selera buku Emma lebih ke persoalan yang mendalam dan ditulis indah.
Teman-teman saya tahu saya ghostwriter, tapi mereka tidak tahu saya menulis apa. Bahkan ibu saya tidak tahu.Emma Harrison Clark |
"Saya menulisnya dengan cepat. Saya tidak berpikir itu akan sebagus seharusnya," ujarnya. Apalagi ia juga percaya, biasanya karya pertama penulis tidak langsung bagus. Ia butuh latihan. Beruntungnya, ia melatih diri dengan menjadi
ghostwriter.Saat kini dirinya merasa sudah lebih baik sebagai penulis, Emma bersiap menerbitkan bukunya sendiri. "Fiksi juga, tentang bocah perempuan yang punya semacam organ di luar tubuh. Saya ingin mengeksplor bagaimana dia menghadapinya dan bagaimana keluarganya bisa menciptakan lingkungan untuk dia."
Buku pertama yang akan mencantumkan namanya itu, sedang dalam proses pembuatan dan Emma sedang berjuang mencari agen penerbitan.
Hingga kini, tidak ada yang tahu buku apa yang ditulis Emma sebagai
ghostwriter. "Teman-teman saya tahu saya ghostwriter, tapi mereka tidak tahu saya menulis apa. Bahkan ibu saya tidak tahu. Saya tidak bilang siapa-siapa," Emma mengatakan.
Ia mengaku ingin menghormati kontrak ketat yang telah ditandatanganinya dahulu.
Sebaliknya, tidak seorang pun pembacanya yang tahu bahwa sang penulis yang mereka tunggu-tunggu, adalah dirinya. Emma punya akun Facebook yang dicantumkan di bukunya, tapi itu palsu. "Tidak ada cara pembaca saya tahu kalau saya penulis buku itu."
Penulis asal New Zealand itu kini banyak menghabiskan waktu di Ubud. "Tapi saya juga banyak traveling, dan saya bisa menulis di mana-mana," ceritanya sambil tersenyum.
(rsa/utw)