Jakarta, CNN Indonesia -- Alejandro Gonzalez Inarritu siap mengulang kesuksesan tahun lalu. Dalam Oscar 2015, Sean Penn sampai bertanya-tanya siapa yang memberi kartu hijau (izin tinggal di Amerika Serikat) bagi pria Meksiko itu.
Inarritu mengalahkan sutradara-sutradara lain lewat filmnya,
Birdman. Tahun ini, ia punya "senjata" baru:
The Revenant. Di Golden Globes 2016,
The Revenant sudah memenangi Sutradara Terbaik, Film Drama Terbaik, dan Aktor Film Drama Terbaik.
Di Academy Awards ke-88, ia mereguk 12 nominasi lewat film yang sama. Menurut Inarritu, film-film seperti
The Revenant yang mengeksplorasi sisi humanisme jauh lebih dibutuhkan masyarakat sekarang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harus ada lebih banyak film tentang pengalaman manusia, bukannya percaya pada pahlawan super dan film waralaba," ujarnya kepada Independent. Padahal sampai 2020, film pahlawan super masih akan meraja.
Beberapa tahun belakangan, industri perfilman Hollywood diramaikan cerita yang hampir selalu sama. Jika bukan pahlawan super, waralaba, maka film yang diadaptasi dari buku petualangan remaja. Film-film itu memang menghasilkan untung besar.
Namun, mereka kurang mengeksplorasi sisi kemanusiaan.
The Revenant sendiri bercerita tentang perjuangan Hugh Glass (Leonardo DiCaprio), seseorang dari kelompok pribumi yang ditinggalkan seorang diri untuk mati di hutan oleh rekannya (Tom Hardy).
Setelah diserang beruang, Glass dikubur hidup-hidup, dan harus berjibaku dengan pikiran serta tenaga terbatasnya untuk kembali ke kehidupan. Hunjaman dingin pun harus ia lawan agar tak kalah dan menyerah.
Berkat popularitasnya di Golden Globes dan Oscar,
The Revenant yang kental dengan eksplorasi kemanusiaan itu cukup berhasil di
box office. Pekan ini ia menempati peringkat ke-dua, unggul satu tingkat dibanding
Star Wars: The Force Awakens.Namun tetap saja, ia dikepung film-film berbujet besar yang juga mendulang pemasukan miliaran dolar. Tahun 2015, waralaba seperti
Avengers: Age of Ultron, Terminator: Genysis, Spectre, dan
Furious 7 meraja, termasuk
Fifty Shades of Grey.Menurut Inarritu, banyak rekan sutradaranya yang memang tidak berani melangkah keluar zona nyaman. Mereka enggan menggarap film yang risiko tidak lakunya terbilang tinggi.
"Saya telah bertemu banyak pembuat film yang frustrasi karena memercayakan nasibnya pada zona nyaman selama 20 tahun terakhir," tutur Inarritu. "Mereka memproduksi lingkungan yang nyaman tanpa mempertaruhkan apa pun," kata sang sutradara melanjutkan.
Inarritu pun mendorong rekan-rekannya agar lebih banyak membuat film di luar selera yang sudah ada. Ia ingin lebih banyak talenta yang berkreasi di luar zonanya.
(rsa)