'Hitam Putih' Perebutan Piala Oscar 2016

Rizky Sekar Afrisia | CNN Indonesia
Kamis, 21 Jan 2016 16:52 WIB
Kontroversi "hitam dan putih" masih mewarnai penyelenggaraan Oscar tahun ini. Nominasi Oscar diprotes karena hanya sedikit menyertakan nomine kulit berwarna.
Ilustrasi Piala Oscar. (Toby Canham/Getty Images)
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Jangan berharap melihat Jada Pinkett Smith melenggang di karpet merah Dolby Theatre Hollywood, pada 28 Februari mendatang. Sang suami, Will Smith, juga mungkin tidak akan datang.

Jada dengan tegas mengatakan, ia sudah pasti akan melewatkan ajang Academy Awards ke-88. Alasannya bukan sekadar karena sang suami yang bermain dalam Concussion tidak masuk daftar nominasi Oscar 2016.

Jada, seperti juga sutradara Spike Lee, melihat masalah yang lebih besar dari sekadar iri dengki. Mereka masih menganggap Oscar tahun ini kurang "berwarna." Masih sedikit kulit hitam yang masuk daftar nominasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain Smith, kegagalan Idris Elba (Beasts of No Nation) dan bintang Straight Outta Compton masuk dalam daftar nomine pun membuat Jada kecewa. Bahkan lagu See You Again dari Wiz Khalifa dan Charlie Puth pun tak masuk Lagu Tema Terbaik.

Aktor kulit hitam lain yang ketinggalan kereta Oscar tahun ini adalah Michael B. Jordan (Creed) dan Samuel L. Jackson (The Hateful Eight).

Persoalan "hitam-putih" sudah jadi isu lama di ajang Oscar. Tahun lalu, Selma menjadi pusat perhatian karena hanya menjadi nomine Film Terbaik. Itu pun tak menang.

Ava DuVernay bukan Sutradara Terbaik, layaknya David Oyelowo bukan Aktor Terbaik.

Saat itu para sineas kulit hitam masih anteng-anteng saja, meski kegelisahan sudah mulai timbul. Namun ketika masalah yang sama muncul kembali tahun ini, mereka mulai "berteriak." Oscar pun diklaim rasialis.

Presiden Academy of Motion Picture Arts and Sciences (AMPAS) Cheryl Boone Isaacs sudah berupaya membuat Oscar lebih "berwarna" dengan menjadikan Chris Rock sebagai pembawa acara, bukan Neil Patrick Harris.

Isaacs sendiri kulit hitam. Ia mengaku sedang berupaya membuat perubahan dalam Oscar, namun memang itu tak bisa berjalan secepat yang diinginkan semua orang. Tahun ini, keberagaman memang masih sangat minim.

Tapi ia sudah berusaha dan masih akan melakukannya. "Kami masih harus melakukan lebih," tuturnya, seperti dikutip Reuters.

Untuk tahun-tahun berikutnya, Isaacs berjanji mengevaluasi pendaftaran anggota AMPAS agar lebih menghadirkan perbedaan.

Namun keanggotaan AMPAS hanyalah satu dari sekian banyak persoalan yang berujung pada rasialisme di era modern dan di dunia kreatif.

Sebelum "berteriak" menyalahkan orang lain, bagaimana sebenarnya peluang kulit hitam memenangi Academy Awards?

Jika dilihat dari sisi kuantitas, bisa disebut wajar jika tidak banyak film yang bercerita atau dibuat dan dibintangi oleh kulit hitam, masuk nominasi Oscar 2016.

Sepanjang 2015 saja, merunut data film laris per bulan, hanya dua film dengan bintang berkulit hitam yang masuk.

Data Box Office Mojo menyebut Straight Outta Compton (Agustus) dan Star Wars: The Force Awakens (Desember) masuk daftar.

Sepuluh film lainnya merupakan "kulit putih." Artinya jika dilihat secara kuantitas semata—tanpa bermaksud mengotak-kotakkan—film "kulit hitam" masih kurang untuk menjadi unggulan.

Seharusnya, semakin banyak film jenis itu dibuat, semakin besar pula kesempatan mereka menembus nominasi Oscar. Jika film yang dibuat hanya satu atau dua per tahun, maka jangan marah jika kesempatan itu pun kecil. Meskipun, mungkin dari satu atau dua film itu memiliki kualitas melebihi 10 film lain.

Film sebagai salah satu ruang kreatif, seharusnya tidak mengenal hitam putih. Yang dilihat adalah kualitas.

Untuk mencapai kualitas sempurna, kuantitas perlu lebih "digalakkan." Trial and error diberlakukan.

Sampai akhirnya film kulit hitam bisa memiliki formula sendiri yang menjadikan film itu berbeda sehingga dilirik oleh Oscar.

Lagipula, jika terus meributkan warna kulit, bukankah itu pertanda rasialis? Jika sineas selalu mengaitkan persoalan dengan warna kulit mereka, artinya mereka sendiri yang masih "dihantui" masalah rasialisme.

Tak terlepas dari itu, anggota AMPAS—seperti kata Isaacs dan tambahan dari Oyelowo yang ternyata anggota—memang masih perlu dibenahi. Bukan hanya dengan menambah anggota berkulit berwarna.

Sekali lagi, warna kulit tidaklah begitu penting.

Yang patut diperhitungkan ketika merekrut anggota AMPAS yang jumlahnya ribuan itu, adalah pola pikir mereka. Bukan juga melulu perkara ia mengerti seluk-beluk perfilman. Pandangan mereka terhadap rasialisme di industri kreatif dan keterbukaannya terhadap dunia secara luas, juga menjadi aspek penting lainnya.

Warga kulit hitam mungkin masih menyimpan prasangka karena sejarah perbudakan di Amerika Serikat, juga diskriminasi yang kerap masih terjadi di negara itu.

Namun segala prasangka, baik kulit hitam maupun putih, seharusnya dikesampingkan di era yang gema anti-rasialis sudah dikumandangkan di mana-mana. (yns)
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER