Jakarta, CNN Indonesia -- Selesai sudah perhelatan Java Jazz Festival (JJF) 2016 yang diselenggarakan di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, pada akhir pekan pertama Maret 2016. Dipungkas oleh aksi Chris Botti dan Sting di Hall D2, tadi malam (6/3).
Selain keduanya, juga tampil puluhan musisi dari dalam dan luar negeri. Tak semua beraliran jazz. Belakangan ini, banyak juga musisi beraliran pop turut memeriahkan panggung musik acara musik terbesar di Asia Tenggara.
Bahkan di perhelatan ke-12 pada tahun ini, JJF semakin kentara menjadikan musik pop sebagai anak emas. Semula, hal ini dimaksudkan untuk menggaet lebih banyak penikmat baru jazz, melalui magnet pop.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, para penonton seolah diarahkan untuk menelan musik pop di tengah-tengah "taman bermain" musisi jazz. Untuk itu, mereka menggelontorkan uang ratusan ribu hingga jutaan rupiah demi selembar tiket JJF.
Namun agaknya mereka tak keberatan. Sebaliknya, malah terlihat senang-senang saja mendapat suguhan alternatif yang menyemarakkan indra pendengaran dan pengalaman menikmati pertunjukan musik.
Tak bisa dipungkiri, embel-embel "jazz" di JJF membuat sebagian orang bertanya-tanya: mau dibawa ke mana festival musik ini: jazz, pop atau kedua-keduanya? Walau sesungguhnya musik tak perlu dikotak-kotakkan.
"Tentu saja saya lebih memilih untuk menonton pop, karena saya lebih mengenal musik itu. Java Jazz sudah kehilangan maknanya sebagai festival jazz terbesar di dunia," tutur Amanda Shanty, seorang mahasiswa tingkat akhir di Jakarta.
"Ya, enggak masalah sih, saya datang ke JJF untuk nonton musisi pop kesukaan saya. Nah, sambil menungguh idola saya naik ke panggung, saya bisa menghampiri panggung musisi jazz," ujar Kevin Nuralim, pengusaha muda, kepada CNN Indonesia.com.
Musisi Pop pun Bertanya-tanyaMeskipun alasan mengusung pop ke arena JJF sudah jelas—untuk pelan-pelan mengenalkan jazz kepada penikmat pop—tak ayal juga menimbulkan kebingunan bukan hanya bagi para penonton, juga beberapa musisi.
Marcell, Raisa Andriana, dan GAC (Gamaliel, Audrey, dan Cantika) sempat merasa ada yang "janggal" ketika diundang untuk tampil di JJF. Diakui, sebetulnya ada perasaan "tak enak" yang menghantui mereka.
“Saya bingung, awalnya, kalau saya diundang ke Java Jazz enggak yakin, pasti paling kosong yang
nonton," kata Marcell kepada CNN Indonesia.com. Ternyata, pertunjukan musiknya justru laris manis.
"Ternyata [jumlah penonton pertunjukan] saya paling penuh hari itu, sepenuh-penuhnya, ya itu mungkin 'muntahan' dari yang pusing dengan musik jazz," kata pria keturunan Ambon-Batak ini.
Begitu pula Raisa yang menyadari benar posisinya. "Jangan
salahin saya ya, saya memang bukan penyanyi jazz, saya lebih nyanyi musik pop dan RNB, bukan jazz sama sekali," kata si cantik 25 tahun.
Mencari Pop di Festival JazzMenurut pantauan CNN Indonesia.com, penampilan musisi pop seperti Dialog Dini Hari, Endah & Rhesa, Afgan, Raisa, dan lain-lain selalu dipadati oleh ribuan penonton.
Bahkan, walau hujan turun dengan derasnya, penonton rela basah kuyup demi menyaksikan penampilan White Shoes and the Couples Company pada akhir pekan kemarin.
Bisa dikatakan tiga dari empat penampil spesial di JJF adalah musisi pop, termasuk David Foster dan Robin Thicke. Tapi mungkin tidak termasuk musisi multigenre Sting.
Foster sempat menyatakan dengan nada canda di atas panggung, bahwa dirinya merasa senang dapat diterima di JJF walaupun sejatinya bukan musisi jazz, melainkan pop.
Terlepas dari masalah pop dan jazz ini, JJF telah berhasil membawa musisi jazz berkualitas, walau nama mereka tidak sebesar musisi pop yang tampil di acara yang sama.
Sebut lah Candy Dulfer. Pemain saksofon jazz asal Amsterdam, Belanda, ini berhasil menyedot perhatian banyak penonton. Aksinya memang tak kalah memukau dibanding Chris Botti.
Begitu pula dengan Hiatus Kaiyote, yang menurut Gamaliel, salah satu personil GAC, sempat tidak ingin manggung karena terpukau oleh penampilan grup musik asal Australia itu.
"Langsung enggak mau manggung rasanya, tapi sangat menginspirasi, kita
dengerin dia banget, terus
kemaren pas dia ke sini,
stage-nya sama dengan
stage kita saat ikut
project, jadi
backstage-nya sama” tutur GAC perihal kekaguman mereka terhadap Hiatus Kaiyote.
Bangkitkan Kejayaan Era '90-anKetika Afgan naik ke panggung BNI Hall di hari terakhir JJF 2016, ia mengucapkan, "Musik di era '90-an itu yang terbaik. Lagu di tahun itu lebih melodius, liriknya bagus banget. Musik sekarang terlalu
explicit."
Setiap tahunnya, JJF selalu menghadirkan musisi-musisi '90-an yang dianggap dapat menarik perhatian banyak orang.
Terbukti di setiap ruang konser penampil berlabel '90-an, ratusan hingga ribuan pengunjung datang memadati tempat tersebut, pun bernyanyi bersama.
Tahun ini, JJF membawa sejumlah artis '90-an, seperti ME, Lingua, serta Coboy.
Tak hanya itu, beberapa artis pendatang baru juga membawakan lagu-lagu bertemakan '90-an, sebut saja Afgan yang secara nonstop melantunkan lagu-lagu boy band seperti Backstreet Boys maupun Boyzone.
Tak terkecuali Raisa, ia membawakan elegi tema film
Titanic, Batman, dan film-film yang beken di era '90-an.
Ini membuktikan bahwa masyarakat Indonesia menyukai musik dari '90-an. Selain itu, musik dari era tersebut tampaknya tak bakal lekang oleh waktu, terus abadi di kuping orang-orang.
(vga/vga)