Jakarta, CNN Indonesia -- Tidak berlebihan rasanya jika menyebut Agnes Davonar sebagai salah satu penulis fenomenal di ranah perbukuan Indonesia.
Sejauh ini, ia telah menghasilkan ratusan cerita pendek di
website dan 15 novel
best seller. Sejumlah rumah produksi pun tertarik mengadaptasi karyanya menjadi sinetron, bahkan film.
Awalnya, Agnes sekadar menuangkan hobi menulisnya di
blog pribadi, hingga akhirnya ia mulai mencoba untuk merilis novel dari kumpulan tulisannya. Semula, tidak mudah bagi Agnes untuk dapat diterima oleh penerbit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Banyak penerbit berpikir gaya tulisan saya tidak sesuai kaidah sastra dan terlalu bebas, seperti
blog. Tapi akhirnya saya terbitkan secara
indie,” ujar Agnes kepada CNNIndonesia.com, pada Jumat (13/5).
Perjuangan Agnes pun membuahkan hasil. Pada 2010, salah satu novelnya berhasil di adaptasi ke film. Novel laris
Misteri Kematian Gaby dan Lagunya diadaptasi oleh Batavia Picture menjadi film
Gaby dan Lagunya.
Kesuksesannya ini terus bergulir. Silih berganti, novel
best seller karya Agnes diangkat menjadi film. Pada 2011,
Surat Kecil untuk Tuhan tayang di bioskop-bioskop Indonesia, bahkan novel tersebut juga diadaptasi menjadi sinetron, pada 2013.
Menanggapi hasil karyanya yang direspon baik oleh masyarakat, penulis yang kini tengah sibuk mempersiapkan peluncuran buku dan film berujar, “Saya bersyukur ternyata banyak novel-novel saya yang menjadi
best seller dan akhirnya diadaptasi film. Tapi kembali kepada semua itu, saya tentu bisa seperti ini karena rasa percaya dan semangat pembaca saya.”
Agnes juga mengaku bahwa dirinya tetap menjalani kehidupan seperti biasa dan apa adanya. Dengan rendah hati, ia menyatakan, “Saya hanya sedikit beruntung karena mendapatkan berbagai hak cipta dari penjualan novel ke film karena sudah delapan tahun menulis."
Jika melihat karya milik Agnes, sejumlah tulisannya selalu memiliki nilai moral. Agnes mengaku inspirasi dari tulisannya adalah orang-orang yang memiliki kehidupan inspiratif, seperti semangat orang-orang yang melawan penyakit hingga orang-orang yang hidup dengan keterbatasan fisik. Tidak hanya itu saja, Agnes juga menulis sejarah masa lampau.
“Bagi saya, siapa pun yang bisa menjadi contoh cerminan hidup, ia layak diabadikan sebagai pelajaran bersama,” ujarnya.
Dalam film pun, Agnes selalu menekankan pada produser untuk menjadikan film sebagai wadah edukasi. Berkat prinsipnya tersebut, hampir di setiap libur nasional, film hasil adaptasi novel Agnes selalu menjadi film wajib televisi swasta.
“Contohnya,
My Idiot Brother, kalau saya tidak salah ingat, sejak dirilis tahun lalu hingga saat ini, sudah lebih dari sepuluh kali tayang ulang di televisi,” kata Agnes. “Artinya, pesan film itu tersampaikan dan banyak yang menyukai.".
Tak heran, beberapa komunitas sosial seringkali mengajak Agnes untuk berdiskusi dan saling berbagi pengalaman. Ada pula yang berharap agar Agnes bisa menyampaikan pesan moral dan sosial kepada masyarakat terhadap apa yang belum bisa tersampaikan oleh komunitas tersebut.
Kepada penulis muda, Agnes berujar, “Saya rasa, banyak [penulis muda] yang memiliki potensi. Semangat penulis kita sangat-sangat baik. Saya selalu mengajak mereka untuk menjadi bagian dari karya saya, seperti menjadi editor
freelance. Beberapa yang pernah menjadi editor saya, akhirnya bisa menjadi penulis yang berkarya sendiri,” kata Agnes.
Menurut Agnes, untuk menjadi penulis juga dibutuhkan disiplin yang tinggi serta harus mau untuk membaca karya sastra lainnya. Tentu saja, berpikir positif juga menjadi salah satu kunci untuk sukses. Melalui akun Twitter @agnesdavonar dan akun Instagramnya @davonar, Agnes dengan rendah hati bersedia membantu dan menjawab pertanyaan dari penulis muda.
 Agnes Davonar, penulis novel best seller Surat Kecil untuk Tuhan. (Dok. pribadi Agnes Davonar/www.agnesdavonar.net) |
(vga/vga)