Jakarta, CNN Indonesia -- Sebagai Ibu Kota, Jakarta menjadi tempat ratusan ribu orang menggantungkan harapan. Mengadu nasib, begitu sebutannya. Tidak hanya yang ingin menjadi karyawan kantoran. Jakarta juga tempat mengadu nasib bagi orang yang ingin menjadi musisi.
Telah banyak musisi asal daerah di Indonesia yang mencari peruntungan di Ibu Kota. Salah satunya ialah musisi asal Bandung, Hedi Yunus.
"Saat masih menjadi mahasiswa di Bandung, saya sudah tidak fokus, karena ingin segera menjadi musisi di Jakarta. Modal nekat saja. Karena kalau mau berkarier ya harus pindah ke Ibu Kota," kata Hedi saat diwawancara oleh
CNNIndonesia.com pada Senin (20/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbekal pengalaman sebagai juara menyanyi festival tingkat nasional dan vokalis Kahitna, Hedi hijrah ke Jakarta pada 1989.
Sesampainya di Jakarta, ia berkenalan dengan Addie MS dan Elfa Secioria, saudara dari rekan satu bandnya, Yovie Widianto.
Bersama mereka, Hedi memulai kariernya sebagai musisi spesialis lagu iklan televisi.
"Saya mulai banyak kenal musisi senior sejak pindah ke Jakarta. Kota Jakarta sangat membantu memperluas jaringan pertemanan saya dengan musisi lainnya," kata Hedi.
Walau Jakarta kian padat dan ketat dengan persaingan, tidak pernah sekalipun terbersit rasa menyesal di benak Hedi.
Baginya, perkembangan industri musiknya pun terus membaik setiap tahun. Hal itu turut didukung dengan keterbukaan pelakunya atas regenerasi musisi muda yang terus muncul.
Sayangnya, besarnya industri musik di Jakarta belum berhasil membasmi para pembajak hak cipta karya.
Macet Jakarta Luar BiasaBaik dari segi industri, belum tentu baik dari segi yang lain. Dari tahun ke tahun, Hedi merasa frustasi jika harus berkendara di Jakarta, karena kemacetan lalu lintasnya yang luar biasa.
"Kemacetan di Jakarta itu sudah dalam taraf luar biasa! Saya hitung, kemacetan parah mulai terjadi sejak 2010," kata Hedi.
Oleh karena itu, Hedi selalu mengandalkan supir jika harus berpergian di hari kerja dengan kendaraan pribadi. Baru di hari libur, ia memilih menyetir sendiri.
"Akhir pekan saya menyetir mobil sendiri, supaya tidak lupa bagaimana caranya menyetir mobil. Tapi memang mau hari apa saja, sekarang Jakarta tetap macet dan padat. Bahkan sampai malam," ujar Hedi.
Hedi tidak menyalahkan pemerintah atas kerumitan yang terjadi. Ia juga sadar, kalau banyak pendatang dari daerah yang ingin datang ke jakarta untuk mengadu nasib, sama seperti dirinya pada 28 tahun yang lalu.
Kepada para pendatang, terutama yang ingin mencoba peruntungan sebagai musisi, Hedi menitipkan pesan untuk memperbanyak modal, usaha dan doa setelah menjejakkan kaki di Jakarta.
"Jakarta dianggap sebagai sumber keuntungan. Padahal, kalau salah langkah, Jakarta juga bisa menjadi sumber kemelaratan. Lebih baik, persiapkan mental dulu, agar bisa tetap tangguh menghadapi cobaan dan godaan dari kota sebesar Jakarta," kata Hedi menutup pembicaraan.
(ard/ard)