LIPUTAN KHUSUS

Ormas Betawi: Antara Golok Jawara dan Identitas Pribumi

Suriyanto, Yuliawati, Aulia Bintang Pratama | CNN Indonesia
Rabu, 22 Jun 2016 11:25 WIB
Sejak organisasi masyarakat terbentuk pasca kemerdekaan, para jawara direkrut sebagai alat pemukul politik. Ormas yang terbentuk juga sebagai ladang bisnis.
Demonstrasi organisasi masyarakat menuntut Gubernur Basuki Tjahaja Purnama lengser. (Detikcom/Hasan Al Habshy)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jawara atau jago Betawi sangat erat terkait dengan organisasi masyarakat yang dibentuk pasca kemerdekaan. Setelah merdeka hingga sekarang, beberapa ormas Betawi terbentuk dengan beranggotakan para jawara.

Sejarawan Ali Anwar mengatakan, sejak ormas terbentuk pasca kemerdekaan, para jawara direkrut sebagai alat pemukul. Pada masa itu banyak jawara yang bekas pejuang yang tidak masuk ke militer dan tak punya pekerjaan.

“Supaya terkesan legal, organisasi dibentuk sebagai tempat berkumpul dan bekerjanya para jawara,” kata Ali Anwar, penulis buku Kyai Haji Noer Alie Kemandirian Ulama Pejuang.
Ormas pertama yang terbentuk setelah kemerdekaan adalah Corps Bambu Runcing, disingkat Cobra. Ormas ini didirikan dua orang jawara Betawi, Imam Syafei atau Bang Pii dan Achmad Bunyamin alias Mat Bendot. Dalam periode yang sama terbentuk juga ormas di Jakarta seperti Canary Boys, Kwitang Boys dan Selendang Boys.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Achmad Yahya, putra Mat Bendot, Cobra didirikan untuk merangkul para bekas pejuang yang tak mendapat perhatian pemerintah setelah perang usai. Bekas pejuang yang tak memiliki pekerjaan ini ada yang berbuat nekad dengan melakukan tindakan kriminal demi mendapatkan uang.

“Daripada berbuat onar atau merampok dengan dalih untuk makan, para bekas pejuang ini dikumpulkan,” kata Yaya kepada CNNIndonesia.com, pertengahan Juni lalu.
“Tujuannya untuk mengamankan Jakarta. Saat itu status polisi masih di bawah militer. Orang juga lebih takut pada Cobra dibandingkan polisi,” kata Yaya.

Daripada berbuat onar atau merampok dengan dalih untuk makan, para bekas pejuang ini dikumpulkan.Achmad Yaya
Pada masa Orde Baru, ormas paramiliter sengaja dikembangkan oleh pemerintah untuk mendukung partai pemerintah, Golkar. Ormas dipergunakan sebagai alat tekan politik, di antaranya Pemuda Pancasila dan Pemuda Panca Marga.

Setelah reformasi bermunculan kelompok organisasi masyarakat yang menghimpun para jawara Betawi. Akar kemunculannya dibentuk para elite nasional yang membutuhkan dukungan di tingkat bawah.

“Pertarungan elite di atas diterjemahkan di tingkat bawah dengan posko-posko atau barisan-barisan pendukung fanatik siap tempur fisik ketimbang pemikiran," kata sejarawan JJ Rizal dalam artikel Jago dan Jagoan Betawi.

Menurut Rizal, organisasi paramiliter yang terbentuk ini mengubah konsep jago. Jago di masyarakat Betawi adalah sosok yang ahli silat atau maen pukulan namun tetap memegang nilai kebaikan.

Menyoroti Ormas Masa Kini

Kembang Latar merupakan salah satu ormas Betawi yang besar di wilayah Jakarta Selatan, Tangerang Selatan, Depok hingga Parung.

Salah seorang pendiri, Ahmad Persada mengatakan, cikal bakal Kembang Latar adalah paguyuban jawara se-Jabodetabek yang bernama Mix 21. Para jawara yang tergabung berkumpul pada September 1991 dan memutuskan membentuk sebuah organisasi.

Saat itu ada lima pendiri yakni Nirwan Jaya, Sobari, Ahmad Persada. “Ada tokoh dari militer dan kepolisian yang ikut mendirikan dan mendukung organisasi,” kata Persada, awal Juni lalu.
Sejak berdiri pada 1991, Kembang Latar sudah dipimpin oleh empat orang yakni Nirwan Jaya, Sabeni dan yang sekarang masih memimpin adalah Bahyudin alias Haji Black.

Menurut Persada, pemimpin Kembang Latar adalah jawara Betawi yang menguasai ilmu silat. Selain kegiatan kebudayaan, ormas ini memberikan jasa pengamanan lewat perusahaan berbadan hukum. 

“Kami mendirikan perusahaan bernama PT Inter Asia yang bekerjasama dengan apartemen di Jakarta dan kantor pemerintah,” kata Persada.

Lewat perusahaan itu, kata Persada, Kembang Latar sudah menyalurkan ribuan satpam di proyek konstruksi, pusat perbelanjaan hingga apartemen. Saat ditemui CNNIndonesia.com, Persada juga tengah memantau proyek konstruksi Mass Rapid Transit di Lebak Bulus.

Selain bisnis resmi, para anggota Kembang Latar ada juga yang mengelola lahan parkir dan menjaga lahan sengketa. Ia menilai pekerjaan itu bukan sebuah pelanggaran hukum.
Ada tarif yang diterima ketika anggota membantu mengamankan tanah sengketa.

“Yang penting ada untuk markosinjana,” katanya sambil terkekeh.

Markosinjana adalah singkatan dari makan, rokok, bensin, dan jajan anak, istilah untuk biaya operasional atas jasa yang diberikan.

Beberapa kali Kembang Latar terlibat aksi kekerasan atau tawuran dengan kelompok lain hingga memakan korban jiwa. Menurut Persada, gesekan dengan kelompok atau ormas lain memang kerap terjadi. Namun ia mengklaim Kembang Latar bukan sebagai pemicu.

“Slogan kami ‘Satu Musuh Kebanyakan, Seribu Teman Kurang’,” kata Persada.

Ormas lain yang cukup populer di Jakarta adalah Forum Betawi Rempug (FBR) dibentuk pada tahun 2001 lalu. Ormas ini dibentuk dengan alasan masih adanya penindasan secara struktur dan kultural yang dialami warga Betawi.
Luthfi Hakim, Ketua Forum Betawi Rembug. (CNN Indonesia/Yuliawati)
Menurut Ketua Umum FBR Luthfi Hakim, sejak berdiri 15 tahun lalu, FBR kini diklaim beranggotakan 600 ribu orang di wilayah Jakarta dan sekitarnya.

Luthfi tak membantah jika ormas yang dipimpinnya kerap terlibat bentrokan dengan kelompok yang lain. Ia menilai, hal tersebut tak bisa dilepaskan dari kondisi masyarakat Jakarta yang beragam.
Lihat juga:
Gaya Jago Betawi
“Wajar penuh konflik dengan kondisi Jakarta yang beragam,” kata dia.

Tawuran dengan ormas lain yang melibatkan FBR kerap terjadi karena adanya rasa kesetiakawanan yang tinggi.

“Hubungan antarteman terlalu kuat. Ketika ada satu yang memiliki konflik personal, teman yang lain ikut-ikutan,” kata Luthfi.

Ormas FBR turut terlibat dalam kegiatan ekonomi dengan memfasilitasi para anggotanya sebagai pekerja jasa keamanan. Kelompok ini juga mengelola parker di tanah kosong.

“Ini karena banyak (anggota) pengangguran dan usaha itu pun tak membuat mereka kaya,” katanya.

Namun, FBR tidak akan mengambil jatah pengamanan dan bisnis di diskotek atau kelab malam.

“Kami masih memperhitungkan aspek halal haram. Biar orang lain yang dipakai,” kata Luthfi.
(sur/yul)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER