Jakarta, CNN Indonesia -- Ketika lampu dipadamkan, kegelapan langsung menyapa. Tidak sedikit anak-anak yang takut akan kegelapan, karena memiliki imajinasi yang luar biasa mengenai apa yang bersembunyi di baliknya.
David F. Sandberg, dibantu dengan 'kegilaan' James Wan, mewujudkan itu semua dalam film
Lights Out.
Belum sepuluh menit dimulai, film yang diangkat Wan dari karya film pendek Sandberg itu sudah mengantar penonton memasuki suasana teror, hanya dari adegan sederhana, mematikan lampu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kisah teror di sebuah perusahaan tekstil pada awal film ternyata jadi penyebab teror-teror setelahnya.
Teror tersebut pun menyeret Rebecca, yang diperankan oleh Teresa Palmer, untuk kembali ke keluarganya dan membantu sang adik, Martin, yang diperankan oleh Gabriel Bateman, menghadapi kengerian.
Durasi film sepanjang 81 menit benar-benar dimanfaatkan dengan baik oleh Sandberg untuk mengeksploitasi teror dalam kegelapan.
Ia benar-benar berusaha mengembangkan ide awal
Lights Out, yang semula hanya film pendek berjudul sama pemenang kompetisi film horror pada 2013.
Dalam versi film pendek, teror dari sebuah makhluk menyerang seorang wanita yang hendak beranjak tidur. Bukan ketenangan yang ia dapat, justru keusilan makhluk aneh menguntit ia dalam kegelapan.
Namun
Lights Out datang dengan masalah yang lebih kompleks, dan dapat dikatakan jauh dari mistik astral khas Wan seperti
Insidious, The Conjuring, juga
Annabelle.Bila pernah menonton karya debut Wan,
Saw, pada 2004 lalu,
Lights Out hampir memiliki nafas yang sama.
Wan dan Sandberg setuju lebih menempatkan teror psikologis dengan alur teratur dan cenderung konstan sepanjang film.
Teror psikologis itu yang membuat film ini patut ditonton oleh penggemar thriller.
Sensasi adrenalin jelas terasa, bahkan Sandberg dan Wan tampaknya sengaja memancing jeritan dan umpatan penonton dengan memunculkan adegan bertema seram.
Jadi, bagi mereka yang menderita lemah jantung atau takut gelap berlebihan, lebih baik berpikir dua kali sebelum menonton film ini.
Itu dikarenakan Sandberg dan Wan dengan baik mengeksploitasi tempat dan situasi yang biasa jadi sumber ketakutan orang dalam kehidupan sehari-hari.
 Film Lights Out. (Dok. Warner Bros) |
Bila melihat
The Conjuring 2 yang telah rilis beberapa waktu lalu, Wan juga menyelipkan unsur yang sama, yaitu komedi.
Entah apa yang dipikirkan Wan dan Sandberg, sampai mereka masih sempat menyelipkan komedi di tengah teror melalui peran bodoh Alexander DiPersia.
Meski telah jauh berkembang dari ide film pendeknya, jalan cerita dalam
Lights Out masih belum sepenuhnya utuh.
Cara ini seperti jadi ciri khas Wan, yang gemar menggantungkan cerita film perdana sehingga berpotensi dibuat film lepasannya, walau terkadang malah gagal seram.
Didistribusikan oleh Warner Bros,
Lights Out rilis perdana di Amerika Utara pada 7 Agustus lalu, dan melambung tinggi dengan pendapatan hingga US$54,7 juta dan US$31 juta di wilayah lain.
Padahal, Lights Out hanya berbiaya US$4,9 juta.
Situs ulasan film
IMDB memberi rating 6,9 dari 10 sedangkan situs
Rotten Tomatoes memberi rating 77 persen dari 100 persen untuk film ini.
Prestasi Wan untuk membuat rumah produksi mengeluarkan biaya produksi rendah namun membuat keuntungan fantastis--minimal delapan kali lipat dari harga produksi, inilah yang membuat Wan masih jadi anak kesayangan para pembesar Hollywood.
Setidaknya walau publikasi
Lights Out tidak seheboh seperti serial
Insidious atau
The Conjuring, namun Wan masih dapat berharap berharap meraih pundi-pundi uang dari jeritan penonton yang ingin merasa ketakutan sebelum mematikan lampu kamarnya.
(ard)