Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Panitia Indonesia International Book Fair (IIBF) 2016 Kulistyarini menanggapi adanya penangkapan warga Malaysia oleh Polda Metro Jaya.
Mereka ditangkap karena memamerkan buku berbau komunisme dalam pameran yang digelar di Jakarta Convention Center, 28 September sampai 2 Oktober 2016. Empat orang tersebut kini sudah kembali ke Malaysia.
Menurut Kulistyarini, buku-buku yang dipamerkan dalam acara itu sebenarnya sudah diatur. Peraturannya dijelaskan kepada para peserta pameran dalam pertemuan teknis yang dilangsungkan sebelum acara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami di
technical meeting sudah menjelaskan kepada seluruh peserta, kecuali peserta dari luar negeri yang tidak bisa hadir, mengenai peraturan bahwa buku-buku yang bisa dipamerkan tidak boleh melanggar undang-undang di Indonesia. Jika ada sesuatu terjadi [karena melanggar peraturan], maka menjadi tanggungjawab peserta," ujar Kulistyarini kepada
CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Senin (3/10).
Ia melanjutkan, peserta pameran dari Malaysia yang diperiksa Direktorat Intelijen dan Keamanan Polda Metro Jaya karena memamerkan buku berjudul
Manifesto Komunis, Karl Marx dan Friedrich Engles bersampul palu arit, termasuk mereka yang tidak mengikuti proses pertemuan teknis.
"Bagi peserta luar negeri, untuk mengikuti
technical meeting kan terlalu mahal biayanya, jadi diperbolehkan tidak menghadiri. Lagipula biasanya sudah paham lah kondisi [pameran buku internasional] seperti apa. Tidak ada teks khusus soal [larangan memamerkan gambar palu arit) itu," katanya.
Kulistyarini menuturkan, menurut Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), selama ini belum pernah ada klausal yang secara khusus mengatur pelarangan gambar palu arit dalam acara pameran-pameran buku internasional.
Namun Indonesia sendiri masih punya aturan yang melarang penyebaran ajaran komunisme, Marxisme, dan Leninisme di beberapa pasal.
Sebelumnya, kepolisian menangkap empat warga negara Malaysia yang menjadi peserta IIBF di Jakarta Convention Center, Jakarta, Sabtu (1/10) lalu. Buku berjudul
Manifesto Komunis, Karl Marx dan Friedrich Engles bersampul palu arit, dengan warna merah-putih menjadi dasar penangkapan tersebut.
Empat warga Malaysia itu adalah Zul Fikri Zamir (31), Sakri (51), Mohamad Rozla (46), dan Khairul Nizam (45). Polda Metro mencatat Zul Fikri sebagai perwakilan penerbit Thukul Cetak. Di dunia sastra, Zul Fikri dikenal antara lain karena menulis
Sekolah Bukan Penjara, Universiti Bukan Kilang.
Sementara itu, Sakri dicatat sebagai penyewa lapak. Rozla dan Khairul disebut bekerja sebagai penjaga
booth. Pelaporan didasari laporan masyarakat sebelumnya, soal adanya buku bergambar palu arit di pameran.
Berdasarkan pemeriksaan sementara, kata Awi, keempat warga Malaysia tersebut tidak mengetahui adanya larangan penyebaran gambar palu arit di Indonesia. "Mereka tidak tahu kalau palu arit di Indonesia itu sensitif."
Malaysia bukan hanya kali ini berpameran di IIBF yang digagas IKAPI. Tahun ini Negeri Jiran itu menjadi tamu kehormatan di pameran yang terselenggara berkat kerja sama dengan sejumlah lembaga pemerintah seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Pemprov DKI Jakarta.
Mengutip situs IIBF, negara itu membawa 18 penerbit ke JCC, termasuk Thukul Cetak.
(rsa)