Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah jeda cukup lama hingga 20 tahun, penulis asal India, Arundhati Roy mengumumkan penerbitan novel ke-duanya yang diberi judul
The Ministry of Utmost Happiness. Roy yang memukau lewat novel pertamanya
The God of Small Things, memenangkan Booker Prize pada 1997.
Novel yang berkisah tentang si kembar Rahel dan Estha yang bertumbuh di Kerala itu membuat Roy menjadi pengarang yang diperhitungkan di dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usai novel pertamanya itu, Roy lebih banyak menulis non fiksi, dari mulai topikmengenai penyerangan Amerika Serikat ke Irak dan Afghanistan, hingga problema uji coba nuklir di India.
Novel ke-dua,
The Ministry of Utmost Happiness, yang diterbitkan Hamish Hamilton itu, diumumkan pada Senin lalu, seperti dilansir
The Guardian.
"Saya sangat senang memberitahukan bahwa gila jiwa saya [bahkan yang paling sakit] di dalam kisah
The Ministry of Utmost Happiness menemukan jalannya, dan telah menemukan penerbit," ujar Roy.
Ungkapan Roy ini disambut positif dan antusias dari banyak pihak.
"Hanya Arundhati yang dapat menulis novel ini," ujar agen Roy, bernama David Godwin, mengomentari novel ke-dua tersebut.
"Sangat orisinal. Setelah 20 tahun, ini akan menjadi karya yang pantas ditunggu," kata dia.
Pada 2011, Roy pernah mengatakan kepada
Independent bagaimana temannya John Berger, yang juga peraih Booker Prize, mendorongnya untuk melanjutkan menulis novel ke-dua. Namun, saat itu, ia mengaku teralihkan perhatiannya pada investigasi mengenai Maois di India.
"Pada satu setengah tahun lalu, saya bersama John di rumahnya, dan ia berkata, 'Buka komputermu sekarang, dan tunjukkan apa pun karya fiksi yang sedang kamu kerjakan," ujar Roy.
Menurut dia, John dapat dikatakan sebagai satu satunya orang di dunia yang berani dan dapat berkata demikian padanya.
Roy lalu membacakan sebuah kuptian cerita yang lalu ditimpali lagi oleh John. "Kamu harus kembali ke Delhi, dan menuntaskan penulisannya."
"Saya jawab, OK," ujar Roy. "Saya kembali ke Delhi, dan beberapa minggu kemudian, sebuah note kecil membuat saya teralihkan, yang berisi ketikan tanpa nama yang mengundang untuk datang mengunjungi Maois di India tengah."
Oleh karenanya, butuh waktu lima tahun kemudian hingga novel ke-dua ini selesai ditulis.
Penerbit Roy menyebut karya barunya ini sebagai 'salah satu karya terbaik yang pernah dibaca saat ini', dan 'novel luar biasa... dari berbagai penilaian.'
"Naskah ini ditulis dengan sangat mengesankan, dan begitu juga karakter-karakter di dalamnya, yang mengusung akan empati dan kemurahan hati, dalam bahasa yang segar, enak dibaca dan mengingatkaan kita bahwa kata-kata dapat begitu hidup dan bernyawa," ujar Simon Prosser dari Hamish Hamilton dan Meru Gokhale dari Penguin Random House India dalam pernyataan bersama.
Mereka juga menyebutkan, kata-kata dalam novel ke-dua Roy memberi cara baru dalam memandang sesuatu, merasakan, mendengar dan terkoneksi. Novel tersebut diyakini akan menjadi novel yang sangat bermakna.
"
The God of Small Things adalah novel yang sangat penting buat saya. Kesegaran dalam tulisannya Roy dan kekuatan penceritaan membuat ia diperhitungkan sebagai penulis novel berbakat, dan saya tak bisa beranjak atau melupakan karyanya itu," ujar Chris White,
buyer dari Waterstones.
Ia menuturkan, sangat senang dan antusias akan hadirnya novel baru dari Roy setelah menunggu hampir 20 tahun sejak novel pertama.
"Saya tak sabar membacanya," ujar dia.
(rah/vga)